Metode desinfeksi
1. Jelaskan proses desinfeksi dalam air dengan :
a.
Metode desinfeksi
Desinfeksi air adalah proses pengolahan air
dengan tujuan membunuh kuman atau bakteri yang ada dalam air. Proses desinfeksi
dilakukan sebelum air bersih didistribusikan. Sehingga air menjadi aman untuk
dikonsumsi. Cara desinfeksi air yang sederhana adalah dengan memasak air hingga
mendidih. Lama waktu yang baik mendidihkan air adalah selama 5 menit sampai 20
menit agar semua bakteri / kuman yang hidup di dalam air mati, sehingga air
minum yang akan kita konsumsi aman tidak menyebabkan gangguan kesehatan pada
diri kita. Namun cara ini memiliki kekurangan yaitu membutuhkan waktu lama dan
boros bahan bakar kompor.
Pada zaman modern saat ini proses
desinfeksi air terdapat berbagai metode yang dapat digunakan yaitu menggunakan
senyawa klor (baik klorin maupun klorin dioksida), ozon, atau sinar UV. Mau
pilih metode yang mana? Semuanya tergantung pada kebutuhan dan biaya yang
dimiliki. Berikut ini perbandingan dari metode-metode desinfeksi air, baik
kelebihan maupun kekurangan dari tiap metode.
b. Khlorinasi
1. Desinfeksi Air Menggunakan Klorin
Keunggulan:
·
Teknologi
desinfeksi yang sudah dikenal luas dan klorin merupakan desinfektan yang
efektif
·
Memiliki
sisa klor yang dapat dipantau dan diatur kadarnya (sisa klor dapat dijaga pada
perpipaan yang panjang)
·
Dapat
mengoksidasi sulfida
·
Unit
klorinasi dapat digunakan untuk keperluan lainnya seperti pengendalian bau
maupun desinfeksi pada sistem pengolahan air bersih
·
Relatif murah
·
Tersedia
dalam bentuk kalsium dan sodium hipoklorit (sebagai alternatif dari penggunaan
gas klor)
2. Kekurangan:
·
Menggunakan
zat kimia yang dapat membahayakan operator dan masyarakat sekitar sehinga perlu
standard safety yang tinggi
·
Memerlukan
waktu kontak yang relatif lebih lama dibandingkan dengan desinfektan lainnya
·
Perlu
adanya deklorinasi untuk menurunkan toksisitas efluen terolah
·
Berpotensi
untuk terbentuknya trihalometan dan DBP (disinfectant by products)
·
Adanya
pembentukan VOC (volatile organic compounds) di tangki kontak
·
Dapat
mengoksidasi besi, magnesium, zat organik, maupun anorganik sehingga
desinfektan terkonsumsi
·
Meningkatkan
level TDS pada efluen
·
Meningkatkan
kandungan klorida
·
Menyebabkan
air limbah menjadi asam jika alkalinitas tidak memadai
c. Radiasi Ultra Violet
1. Keunggulan:
·
Merupakan
desinfektan yang efektif dan lebih efektif jika dibandingkan dengan klorin
untuk menonaktifkan kebanyakan virus, spora, kista, dan ookista
·
Tidak
meninggalkan residu yang bersifat toksik maupun meningkatkan level TDS efluen
·
Tidak
ada pembentukan DBP
·
Memerlukan
lahan yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan klorinasi
·
Menguntungkan
dari segi safety karena tidak ada penggunaan bahan kimia
·
Efektif
menghilangkan senyawa organik persisten seperti NDMA (N-nitrosodimethylamine)
2. Kekurangan:
·
Keberhasilan
proses desinfeksi tidak dapat dipantau secara langsung
·
Tidak
memiliki sisa desinfektan
·
Pada
dosis rendah akan kurang efektif untuk inaktivasi beberapa jenis virus, spora,
dan kista
·
Relatif
mahal dan memiliki kebutuhan energi yang tinggi
·
Desain
profil hidrolis sangat penting pada sistem UV
·
Membutuhkan
lampu UV yang banyak jika sistem low-pressure low-intensity digunakan
·
Memiliki
keterbatasan untuk penggunaan tambahan
d.
Desinfeksi dengan Ozon
1.
Keunggulan:
·
Merupakan
desinfektan yang efektif dan lebih efektif jika dibandingkan dengan klorin
untuk menonaktifkan kebanyakan virus, spora, kista, dan ookista
·
Kemampuan
membunuh mikroorganisme tidak terpengaruh pH
·
Memiliki
waktu kontak yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan klorin
·
Mengoksidasi
sulfida
·
Area
yang diperlukan lebih sedikit
·
Dapat
meningkatkan kadar oksigen terlarut
2.
Kekurangan:
·
Keberhasilan
proses desinfeksi tidak dapat dipantau secara langsung
·
Tidak
memiliki sisa desinfektan
·
Pada
dosis rendah akan kurang efektif untuk inaktivasi beberapa jenis virus, spora,
dan kista
·
Berpotensi
membentuk DBP
·
Dapat
mengoksidasi besi, magnesium, zat organik, maupun anorganik sehingga
desinfektan terkonsumsi
·
Relatif
mahal dan memiliki kebutuhan energi yang tinggi
·
Sangat
korosif dan toksik sehingga perlu standard safety yang tinggi
·
Perlu
kecermatan yang tinggi dalam operasional dan perawatan sistem
·
Memiliki
keterbatasan untuk penggunaan tambahan dan semakin terbatas apabila di
instalasi telah terdapat unit pembentukan high-purity oxygen
2. Jelaskan proses filtrasi dalam air :
a.
Definisi dan pengertian filtrasi
Proses pembentukan urin yang pertama adalah proses filtrasi atau proses
penyaringan darah. dalam proses penyerapan tersebut urin menuju ke
glomerulus. Glomerulus adalah kapiler darah yang bergelung-gelung di dalam
kapsula bowman. Ukuran saringan pada glomerulus membuat protein dan
sel darah tidak bisa masuk ke tubulus. Pada glomerulus terdapat sel-sel
endotelium yang berfungsi untuk memudahkan proses penyaringan. Pada proses
filtrasi akan terjadi dua penyaringan yang memisahkan dua zat yang berbeda. Zat
bermolekul besar beserta protein akan tetap mengalir di pembuluh darah
sedangkan zat sisanya akan tertahan di dalam. Kemudian zat sisa hasil
penyaringan ini disebut urine primer atau iasa disebut “filtrat glomerulus”.
Zat-zat tersebut akan masuk dan disimpan sementara dalam Simpai Bowman yang
merupakan malpighi. Darah disaring oleh simpai Bowman dan zat-zat
terlarut akan masuk kedalam pembuluh lanjutan simpai Bowman yang
terdapat dalam sumsum ginjal. Filtrasi menghasilkan urine primer/filtrat
glomerulus yang masih mengandung zat-zat yang masih bermanfaat seperti glukosa,
garam, dan asam amino. Urin primer mengandung zat yang hampir sama dengan
cairan yang menembus kapiler menuju ke ruang antar sel. Dalam keadaan normal,
urin primer tidak mengandung eritrosit, tetapi mengandung protein yang kadarnya
kurang dari 0,03%. Kandungan elektrolit (senyawa yang larutannya merupakan
pengantar listrik) dan kristaloid (kristal halus yang terbentuk dari
protein) dari urin primer juga hampir sama dengan cairan jaringan. Komposisi
utama urin primer adalah air 900 gram, protein 0 gram, glukosa 1 gram, asam
amino 0,5 gram, urea 0,3 gram, dan ion anorganik 7,3 gram.
b.
Jenis filter
jenis filter air dan fungsinya adalah salah satu hal yang harus difahami
betul mengingat kebutuhan akan air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok
manusia. Menggunakan air yang memenuhi standar kebersihan dan kesehatan air
tentunya akan sangat berpengaruh pada kehidupan anda sehari – hari. Bayangkan
saja jika anda menggunakan air yang kotor dan mengandung zat – zat berbahaya
untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari seperti mencuci, membersihkan diri,
minum dan lain sebagainya. Bila seseorang nekat menggunakan dan mengkonsumsi
air yang tidak memenuhi standar kesehatan maka lama – kelamaan tentu akan
mempengaruhi kesehatan. Untuk itulah filter air diciptakan sehingga membantu
anda dalam mendapatkan suplai air yang sehat dan bersih.
Jika dipetakan menurut fungsinya, filter air dibedakan menjadi dua saja.
Berikut ini adalah jenis filter air dan fungsinya :
Filter air bersih
Filter air bersih merupakan jenis filter air yang paling umum digunakan
baik untuk rumah tangga maupun industry. Filter air ini hanya bertujuan untuk
menjernihkan serta menghilangkan zat berbahaya yang mungkin terkandung di
dalamnya. Maksutnya jenis filter air bersih ini sudah memenuhi standar
kebersihan sebuah air, namun untuk mengkonsumsinya anda harus memprosesnya
kembali dengan cara dipanaskan (dimasak). Media penyaring yang digunakan pada
jenis filter air bersih ini adalah karbon aktif, zeolite ataupun resin.
Filter air Reverse Osmosis (air sehat)
Kenapa jenis filter air ini disebut sebagai jenis filter air yang sehat?
System reverse osmosis merupakan tekhnologi tertinggi dari system filtrasi yang
mampu menghasilkan air dengan tingkat kemurnian 95% dan sudah memenuhi standar
kesehatan air serta sangat aman untuk dikonsumsi. Reverse osmosis menggunakan
tekhnologi khusus berupa membrane dengan ukuran 0,0001 micron sehingga sangat
efektif dalam menyaring berbagai virus, bakteri, kuman maupun partikel asing
lainnya sampai ukuran yang terkecil. Dengan begitu air hasil filtrasi
tekhnologi ini dapat langsung anda konsumsi tanpa perlu dimasak lagi. System
filtrasi reverse osmosis sering digunakan pada depot – depot pengisian air isi
ulang karena telah memenuhi standar kesehatan. Selain digunakan untuk rumah
tangga, system filtrasi ini juga mampu diaplikasikan dengan skala industry.
Itulah sedikit pengetahuan mengenai jenis filter air dan fungsinya.
Dengan membaca sedikit ulasan di atas, diharapkan anda semakin mengerti
mengenai filter air yang sangat berguna dalam memberikan suplai air bersih
untuk kehidupan anda. air yang bersih dan sehat tentunya akan menunjang serta
meningkatkan kualitas kesehatan anda beserta keluarga. Jangan sampai anda tidak
mempedulikan kesehatan air yang anda gunakan karena pengaruhnya yang begitu
signifikan bagi kehidupan anda. semoga ulasan tersebut bermanfaat dan selalu
pastikan kesehatan air yang anda gunakan.
c.
Prinsip filter
Filter sesuai dengan namanya merupakan seperangkat alat yang berfungsi
untuk menyaring atau memilah benda-benda tertentu dan melalukan benda-benda
lainnya. Dalam sistem akuarium, filter berfungsi untuk menyaring bahan- bahan
didalam air yang tidak diinginkan dan melalukan air itusendiri sehingga
dihasilkan air yang telah terbebas dari bahan yang tidak diinginkan, alias air
bersih. Berbeda dengan proses filtrasi pada umumnya, proses filtrasi dalam
akuarium termasuk cukup rumit, karena prosesnya termasuk “luar biasa”. Sebagai
gambaran, pernahkah anda menyaring kopi atau teh untuk menghilangkan
“ampasnya”? Apa yang anda lakukan untuk melakukan itu???. Untuk menyaring ampas
kopi atau teh, tentunya akan diperlukan dua buah wadah. Satu wadah kosong, satu
wadah berisi teh atau kopi, dan tentu saja sebuah saringan atau filter. Cara
menyaringnya adalah dengan menempatkan saringan diatas wadah yang kosong,
kemudian kopi atau teh dituangkan melalui saringan tersebut sampai seluruh
kopi/teh habis dari wadahnya. Sampai tahap ini proses penyaringan atau proses
filtrasi disebut selesai, Hasilnya adalah air kopi atau teh yang telah terbebas
dari ampasnya. Proses demikian boleh disebut sebagai proses sekali jalan.
Ilustrasi ringkasnya disajikan pada Gambar 1. Akan tetapi apa yang
terjadi dengan proses filtrasi dalam sebuah akuarium?. Apakah juga merupakan
proses sekali jalan seperti halnya contoh menyaring kopi atau teh tersebut
diatas?.
Gambar 2 merupakan contoh paling sederhana dari sebuah sistem filtrasi
akuarium. Coba diperhatikan dan dicermati bedanya dengan proses pada gambar 1.
Satu hal yang sangat berbeda akan tampak terlihat disana. Dalam kasus ini,
perbedaan yang paling utama adalah wadah yang digunakan oleh bahan yang akan
disaring dengan hasil saringannya adalah sama. Yaitu akuarium itu-itu juga.
Jadi air hasil saringan atau hasil filtrasi dicampur kembali dengan air
akuarium yang belum sepenuhnya selesai disaring atau difilter. Akibatnya proses
penyaringan menjadi tidak sederhana, seperti contoh kasus menyaring kopi.
Marilah kita ambil contoh dengan kasus yang sederhana. Misalkan kita
mempunyai akuarium dengan ukuran hanya 10 liter, kemudiankita memiliki filter
dengan kapasitas pengolahan 5 liter / jam. Artinya dalam waktu 1 jam separo
dari air akuarium itu telah mengalami proses filtrasi. Kita asumsikan bahwa
filter yang digunakan sangat efisien, sehingga air yang difilter akan
menghasilkan air yang 100% bersih. Kita asumsikan pula bahwa waktu
pengukurannya kita bagi secara terpisah setiap 1 jam sekali. Kemudian kita sebut
saja konsentrasi kotoran pada akuarium tersebut sebagai X satuan.
Dari contoh diatas maka akan kita dapati bahwa setelah 1 jam setengah
dari air akuarium kita telah selesai difilter, sedangkan setengah sisanya
belum. Air bersih ini kemudian dikembalikan lagi kedalam akuarium, dicampur
kembali dengan sisa air yang belum difilter. Oleh karena itu, kotoran yang
semula ada X satuan, setelah dicampur dengan separo air bersih hasil filtrasi,
sekarang tinggal V2 X satuan. Filtrasi kembali berulang, dan pada satu jam
berikutnya separo dari air akuarium tersebut kembali selesai difilter.
Setelah hasil filtrasi dicampur kembali, maka sekarang kotoran yang tadinya V2
X, sekarang menjadi % nya.
Dari perhitungan waktu tentunya filter dalam contoh diatas telah berjalan
selama 2 jam. Dengan kapasitas filter 5 liter/jam, maka dalam waktu 2 jam
tersebut, sejumlah 10 liter air akuarium telah difilter. Apabila sistem
filtrasinya sama dengan cara memfilter kopi, mestinya seluruh air akuarium
tersebut telah selesai difilter dan air telah bersih seluruhnya. Akan tetapi
berdasarkan contoh diatas, dengan sistem filtrasi pada akuarium pada umumnya,
ternyata kotoran yang mampu dibersihkan baru 3A nya saja. Sedangkan %
sisanya masih berada dalam akuarium.
Berdasarkan contoh diatas nampak bahwa terdapat beberapa perbedaan
terminologi yang sebaiknya diketahui oleh para hobiis agar dapat lebih memahami
cara keija filter yang kita miliki dengan lebih baik. Kembali pada contoh kita,
apabila kita teruskan waktu fitrasinya, maka pada jam ke 3, kotoran akan
menjadi 1/2X, pada jam ke 4 menjadi 1/32 X,
pada jam 5 menjadi 1/64 X, dan begitu seterusnya. Apabila diteruskan
akan nampak bahwa filter tersebut seolah-olah tidak akan pernah bisa
membersihkan air akuarium kita 100 %.
d.
Proses penyaringan
Kebutuhan akan air bersih di daerah
pedesaan dan pinggiran kota untuk air minum, memasak, mencuci dan sebagainya
harus diperhatikan. Cara penjernihan air perlu diketahui karena semakin banyak
sumber air yang tercemar limbah rumah tangga maupun limbah industri. Cara
penjernihan air baik secara alami maupun kimiawi akan diuraikan dalam tulisan
ini. Cara-cara yang disajikan dapat digunakan di desa karena bahan dan alatnya
mudah didapat. Bahan-bahannya antara lain batu, pasir, kerikil, arang tempurung
kelapa, arang sekam padi, tanah liat, ijuk, kaporit, kapur, tawas, biji kelor
dan lain-lain.
Uraian Singkat
Penjernihan air minum secara
sederhana ini merupakan penjernihan air dengan cara penyaringan. Bahan
penyaringan yang digunakan adalah pasir dan tempurung kelapa.
Bahan dan Peralatan
·
2
(dua) drum ijuk
·
Pipa
PVC dengan diameter 3/4 inci
·
Kran
air
·
Pasir
·
Kerikil
·
Potongan
bata - cat
·
Gergaji
·
Parang
·
Besi
·
Bor
·
Kuas
·
Ember
·
Cangkul
Pembuatan
Membuat pipa penyaringan lihat Gambar
1 :
a. Ambil 2 pipa PVC diameter 0,75 inci
dengan panjang 35 cm.
b. Pipa PVC dilubangi teratur sepanjang
20 cm.
c. Bagian dari pipa yang dilubangi
dibalut dengan ijuk kemudian ijuk diikat dengan tali plastik
d. Salah satu ujung pipa dibuat ulir.
Gambar 1. Pipa Penyaring
Pemasangan pipa penyaring (lihat
Gambar 2.).
Pipa penyaring dipasang pada drum
pengendapan dan penyaringan dengan jarak 10 cm dari dasar drum.
Membuat drum pengendapan (lihat Gambar
2 dan 3)
a. Buat lubang dengan bor besi 10 cm dari
dasar pada dinding drum untuk pipa penyaring.
b. Pasang pipa penyaring yang sudah
dibalut pada soket yang sudah tersedia (lihat keterangan No. 2)
c. Pasang kran
d. Buat lubang pada dasar drum dengan
tutup.
Gambar 2. Pemasangan Pipa Penyaring
Membuat drum penyaring (lihat Gambar 2
dan 3)
a. Buat lubang untuk pemasangan pipa
penyaring dengan jarak 10 cm dari dasar drum.
b. Isi drum berturut-turut dengan krikil
setebal 20 cm, ijuk 5 cm, arang 10 cm, ijuk 10 cm dan potongan bata 10 cm.
Penyusunan drum endapan dan
penyaringan (lihat Gambar 3)
a. Drum pengendapan dan penyaringan
disusun bertingkat.
b. Kran-kran ditutup dan air diisikan ke
dalam drum pengendapan
c. Setelah 30 menit air dari drum
pengendapan dialirkan ke dalam drum penyaringan.
d. Aliran air yang keluar dari drum
penyaringan disesuaikan dengan masukan dari drum pengendapan.
Cara Kerja
Penyaring Air
Keuntungan
a. Air hasil penyaringan cukup bersih
untuk keperluan rumah tangga.
b. Membuatnya cukup mudah dan sederhana
pemeliharaannya.
c. Bahan-bahan yang digunakan mudah
didapatkan di daerah pedesaan.
Kerugian
Pemeliharaan memerlukan ketelitian dan
cukup memakan waktu seperti :
a. Drum pengendapan dan drum penyaring
harus dibersihkan, jika aliran air yang keluar kurang lancar. Ijuk, kerikil,
potongan bata, pasir dicuci bersih, kemudian dijemur sampai kering.
b. Arang tempurung biasanya paling lama 3
bulan sekali harus diganti dengan yang baru.
c. Tidak bisa digunakan untuk menyaring
air yang mengandung bahan-bahan kimia seperti air buangan dari pabrik, karena
cara ini hanya untuk menyaring air keruh, tapi bukan menyaring air yang mengandung
zat kimia tertentu.
Untuk keperluan air minum harus
dimasak terlebih dahulu sampai mendidih.
e. Pengawasan proses penyaringan
Penyaringan
padatan dari larutan panas di laboratorium.
Penyaringan adalah
pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan
melewatkannya pada medium penyaringan, atau septum, yang di
atasnya padatan akan terendapkan.[1] Rentang
penyaringan pada industri mulai dari penyaringan sederhana hingga pemisahan
yang kompleks. Fluida yang disaring dapat berupa cairan atau gas; aliran
yang lolos dari saringan mungkin saja cairan,
padatan, atau keduanya. Suatu saat justru limbah padatnya lah yang harus
dipisahkan dari limbah cair sebelum dibuang. Di dalam industri, kandungan
padatan suatu umpan mempunyai range dari hanya sekadar jejak sampai persentase
yang besar. Seringkali umpan dimodifikasi melalui beberapa pengolahan awal
untuk meningkatkan laju penyaringan, misal dengan pemanasan, kristalisasi, atau
memasang peralatan tambahan pada penyaring seperti selulosa atau tanah diatomae. Oleh
karena varietas dari material yang harus disaring beragam dan kondisi proses
yang berbeda, banyak jenis penyaring telah dikembangkan, beberapa jenis akan
dijelaskan di bawah ini.
Diagram
fitrasi
Fluida
mengalir melalui media penyaring karena perbedaan tekanan yang melalui media
tersebut. Penyaring dapat beroperasi pada:
·
Tekanan operasi pada bagian atas media penyaring.
·
Vakum pada bagian bawah.
Tekanan
di atas atmosfer dapat dilaksanakan dengan gaya gravitasi pada cairan dalam
suatu kolom, dengan menggunakan pompa atau blower, atau dengan gaya
sentrifugal. Dalam suatu penyaring gravitasi media penyaring bisa
jadi tidak lebih baik daripada saringan (screen) kasar atau dengan unggun
partikel kasar seperti pasir. Penyaring gravitasi dibatasi penggunaannya dalam
industri untuk suatu aliran cairan kristal kasar, penjernihan
air minum, dan pengolahan limbah cair.
Kebanyakan
penyaring industri adalah penyaring tekan, penyaring vakum, atau pemisah
sentrifugal. Penyaring tersebut beroperasi secara kontinyu atau diskontinyu,
tergantung apakah buangan daripadatan tersaring tunak (steady) atau
sebentar-sebentar. Sebagian besar siklus operasi dari penyaring diskontinyu,
aliran fluida melalui peralatan secara kontinu, tetapi harus dihentikan secara
periodik untuk membuang padatan terakumulasi. Dalam saringan kontinyu buangan
padat atau fluida tidak dihentikan selama peralatan beroperasi.
Penyaringan
dingin
Penyaringan
hampa
Terdapat
banyak metode yang berbeda dari penyaringan; semua bertujuan untuk mencapai
pemisahan zat. Pemisahan dicapai oleh sejumlah bentuk interaksi antara bahan
atau objek yang akan dihilangkan dan penyaring. Zat yang melewati saringan
harus fluida, yaitu
suatu cairan atau gas. Metode
penyaringan bervariasi tergantung pada lokasi dari bahan yang ditargetkan,
yaitu apakah itu dilarutkan dalam fase cairan atau ditangguhkan sebagai
padatan.
Terdapat
beberapa teknik penyaringan tergantung dari hasil yang diinginkan yaitu, panas,
dingin dan penyaringan vakum. Beberapa tujuan utama dari mendapatkan hasil yang
diinginkan adalah, untuk menghilangkan kotoran dari campuran atau, untuk
mengisolasi padatan dari campuran.
·
Metode penyaringan panas digunakan untuk memisahkan padatan dari larutan
panas. Hal ini dilakukan untuk mencegah pembentukan kristal dalam corong saring
dan peralatan lainnya yang hadir dalam kontak dengan larutan. Akibatnya,
peralatan dan larutan yang digunakan dipanaskan untuk mencegah penurunan suhu
yang cepat yang pada gilirannya, akan menyebabkan kristalisasi dari padatan di
corong dan menghambat proses penyaringan.[2]
Salah satu ukuran yang paling penting untuk
mencegah pembentukan kristal dalam corong dan menjalani penyaringan panas yang
efektif adalah penggunaan corong penyaring tak bertangkai. Karena tidak adanya
batang di corong filter, ada penurunan luas permukaan kontak antara larutan dan
batang corong saring, karenanya mencegah re-kristalisasi padatan dalam corong,
buruk terhadap mempengaruhi proses penyaringan.
·
Metode penyaringan dingin adalah penggunaan penangas es agar dapat
secara cepat mendinginkan larutan yang akan mengkristal daripada
meninggalkannya untuk didinginkan perlahan pada suhu kamar. Teknik ini
menghasilkan pembentukan kristal yang sangat kecil dibandingkan dengan
mendapatkan kristal besar dengan cara mendinginkan larutan di bawah pada suhu
kamar.
·
Teknik penyaringan hampa paling disukai untuk batch kecil
larutan agar cepat mengeringkan kristal kecil. Metode ini membutuhkan corong
Büchner, kertas
saring dengan
diameter lebih kecil dari corong, labu Büchner, dan pipa karet untuk terhubung ke
sumber vakum.
Alternatif
Penyaringan
adalah metode yang lebih efisien untuk pemisahan
campuran dibandingkan dekantasi, tetapi
jauh lebih memakan waktu. Jika jumlah larutan yang
terlibat sangat kecil, sebagian larutan dapat direndam oleh media penyaring.
Sebuah
alternatif untuk penyaringan adalah sentrifugasi -
bukan menyaring campuran partikel padat dan cair, campuran disentrifugasi untuk
memaksa (biasanya) padatan yang lebih padat ke bawah, di mana ia sering
membentuk cake. Cairan yang berada di atas maka dapat tertuang.
Metode ini sangat berguna untuk memisahkan padatan yang tidak tersaring dengan
baik, seperti partikel agar-agar atau partikel halus. Padatan ini dapat
menyumbat atau melewati saringan, masing-masing.
3.
Jelaskan proses koagulasi dan flokulasi dalam air !
Mekanisme
Koagulasi-Flokulasi
Stabilitas
koloid merupakan aspek penting dalam proses koagulasi untuk menghilangkan
koloid-koloid.
Stabilitas koloid tergantung ukuran koloid dan muatan elektrik, juga dipengaruhi oleh media pendispersi (dalam hal ini media pendispersi adalah air) seperti kekuatan ion , pH.
Muatan permukaan partikel-partikel koloid penyebab kekeruhan di dalam air adalah sejenis, oleh karena itu jika kekuatan ionik di dalam air rendah, maka koloid akan tetap stabil. Stabilitas merupakan daya tolak koloid karena partikel-partikel mempunyai muatan permukaan sejenis (negatip).
Antara koloid-koloid ada gaya tolak menolak dan gaya tarik massa (van der Waals). Dengan adanya enersi interaksi kedua gaya tersebut yang disebabkan oleh gerakan Brownian, dihasilkan suatu enersi kinetik. Jika kekuatan ionik di dalam air cukup tinggi, maka gaya tolak menolak memberi keuntungan kepada situasi dimana tumbukan yang terjadi menghasilkan aglomerasi partikel-partikel.
Ada beberapa daya yang menyebabkan stabilitas partikel, yaitu :
1). Gaya elektrostatik yaitu gaya tolak menolak terjadi jika partikel-partikel mempunyai muatan yang sejenis (negatif atau positif ).
2). Bergabung dengan molekul air (reaksi hidrasi)
3). Stabilisasi yang disebabkan oleh molekul besar yang diadsorpsi pada permukaan.
Mekanisme yang disebut diatas seringkali terjadi pada saat yang sama. Dalam suspensi yang keruh seringkali hanya ada partikel bermuatan negatip yang disebabkan oleh penggantian kation maupun adsorpsi zat anionik.
Mineral seperti silika, tanah liat, oksida dan hidroksida seringkali selain mempunyai daya elektrostatik, juga ada hidrasi yang mampu untuk mengadsopsi zat penyebab stabilisasi.. Suspensi atau koloid bisa dikatakan stabil jika semua gaya tolak menolak antar partikel lebih besar dari gaya tarik massa, sehingga didalam waktu tertentu tidak terjadi agregasi.
Untuk menghilangkan kondisi stabil, harus merubah gaya interaksi diantara partikel dengan pembubuhan zat kimia (sebagai donor muatan positip) supaya gaya tarik menarik menjadi lebih besar.
Untuk destabilisasi ada beberapa mekanisme yang berbeda :
a. Kompresi lapisan ganda listrik (Compression of electric double layer) dengan muatan yang berlawanan
b. Mengurangi potensial permukaan yang disebabkan oleh adsorpsi molekul yang spesifik dengan muatan elektrostatik berlawanan.
c. Adsorpsi molekul organik diatas permukaan partikel bisa membentuk jembatan molekul diantara partikel.
d. Penggabungan partikel koloid kedalam senyawa presipitasi yang terbentuk dari koagulan/ flokulan.
Destabilisasi yang terjadi tergantung dari mekanime destabilisasi yang mana atau bisa saja hanya ada satu mekanisme yang menyebabkan agregasi atau kombinasi dari mekanisme yang lain (diantara yang tersebut diatas). Untuk aplikasi praktis di IPA Instalasi pengolahan air) ada kombinasi dari beberapa mekanisme destabilisasi yang disebabkan adanya kompresi lapisan ganda, tetapi hal ini biasanya tidak begitu penting untuk aplikasi praktis.
Secara garis besar (berdasarkan uraian di atas), mekanisme koagulasi dan flokulasi adalah :
(1) Destabilisasi muatan negatip partikel oleh muatan positip dari koagulan
(2) Tumbukan antar partikel
(3) A d s o r p s i
Selain tumbukan antar partikel terdestabilisasi/mikroflok yang bertujuan membentuk flok dengan ukuran yang relatif besar (makroflok), adsorpsi merupakan mekanisme flokulasi diantaranya dilakukan oleh Al(OH)3, aluminium hidroksida yaitu bentuk hidroksida Al, hasil reaksi hidrolisa Al dengan air. Senyawa ini berbentuk agar-agar (jelly) yang mempunyai sifat “adsorpsi (menyerap di permukaan), seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Jika kekuatan ionik di dalam air cukup besar, maka keberadaan koloid di dalam air sudah dalam bentuk terdestabilisasi. Destabilisasi disini disebabkan oleh ion monovalen (valensi 1) dan divalen (valensi 2) yang berada di dalam air. Kejadian ini dinamakan “Koagulasi elektrostatik”, sedangkan koagulasi kimiawi adalah suatu proses dimana zat kimia seperti garam Fe dan Al, ditambahkan ke dalam air untuk merubah bentuk (transformasi) zat-zat kotoran. Zat-zat tersebut akan bereaksi dengan hidrolisa garam-garam Fe atau Al menjadi flok dengan ukuran besar yang dapat dihilangkan secara mudah melalui sedimentasi dan filtrasi.
Pada sistem pengolahan air, koagulasi terjadi pada unit pengadukan cepat (flash mixing), karena koagulan harus tersebar secara cepat dan reaksi hidrolisa hanya terjadi dalam beberapa detik, jadi destabilisasi muatan negatip oleh muatan positip harus dilakukan dalam perioda waktu hanya beberapa detik
Nilai gradien kecepatan (G), waktu tinggal/detensi ( td ) dan kecepatan aliran air adalah jarang berubah selama instalasi pengolahan air (IPA) berjalan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi koagulasi :
(1) Pemilihan bahan kimia
Pemilihan koagulan dan koagulan pembantu , merupakan suatu
program lanjutan dari percobaan dan evaluasi yang biasanya
menggunakan Jar – test. Seorang operator dalam pengetesan untuk memilih bahan kimia , biasanya dilakukan di laboratorium. Untuk melaksanakan pemilihan bahan kimia, perlu pemeriksaan terhadap karakteristik air baku yang akan diolah yaitu :
• S u h u
• pH
• Alkalinitas
• Kekeruhan
• W a r n a
Efek karakteristik tersebut terhadap koagulan adalah sebagai berikut :
Suhu rendah berpengaruh terhadap daya koagulasi/flokulasi dan memerlukan pemakaian bahan kimia berlebih, untuk mempertahankan hasil yang dapat diterima. >---S u h u
Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh terhadap koagulasi/flokulasi, pH optimum bervariasi tergantung jenis koagulan yang digunakan (lihat tabel jenis koagulan !). >---pH
Alum sulfat dan ferri sulfat berinteraksi dengan zat kimia pembentuk alkalinitas dalam air, membentuk senyawa aluminium atau ferri hidroksida, memulai proses koagulasi. Alkalinitas yang rendah membatasi reaksi ini dan menghasilkan koagulasi yang kurang baik, pada kasus demikian, mungkin memerlukan penambahan alkalinitas ke dalam air, melalui penambahan bahan kimia alkali/basa ( kapur atau soda abu) >---Alkalinitas
Makin rendah kekeruhan, makin sukar pembentukkan flok yang baik. Makin sedikit partikel, makin jarang terjadi tumbukan antar partikel/flok, oleh sebab itu makin sedikit kesempatan flok berakumulasi. Operator harus menambah zat pemberat untuk menambah partikel- partikel untuk terjadinya tumbukan. >---Kekeruhan
Warna berindikasi kepada senyawa organik, dimana zat organik bereaksi dengan koagulan, menyebabkan proses koagulasi terganggu selama zat organik tersbut berada di dalam air baku dan proses koagulasi semakin sukar tercapai. Pengolahan pendahuluan terhadap air baku harus dilakukan untuk menghilangkan zat organic tersebut, dengan penambahan oksidan atau adsorben (karbon aktif). >---Warna
Keefektifan koagulan atau flokulan akan berubah apabila karakteristik air baku berubah. Keefektifan bahan kimia koagulan/koagulan pembantu, dapat pula berubah untuk alasan yang tidak terlihat atau tidak diketahui, oleh karena itu ada beberapa factor yang belum diketahui yang dapat mempengaruhi koagulasi – flokulasi . Untuk masalah demikian Operator harus memilih bahan kimia terlebih dahulu, dengan menggunakan jar –test dengan variasi bahan kimia, secara tunggal atau digabungkan atau dikombinasikan.
Jar–test secara subyektif masih merupakan uji yang paling banyak digunakan dalam mengontrol koagulasi dan tergantung semata-mata kepada penglihatan kita ( secara visuil ) untuk mengevaluasi suatu interpretasi/tafsiran. Selain itu seorang Operator juga harus melakukan pengukuran pH, kekeruhan, bilamana mungkin harus melakukan uji “filtrabilitas” dan “potensial zeta”.
(2) Penentuan dosis optimum koagulan
Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan harus ditentukan. Dosis optimum mungkin bervariasi sesuai dengan karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di dalam air baku, tetapi biasanya dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat tertentu dimana terjadi perubahan kekeruhan yang drastis (waktu musim hujan/banjir) perlu penentuan dosis optimum berulang-ulang.
Perlu diingat bahwa hasil jar-test tidak selalu sama dengan operasional di IPA, jadi harus dibuat koreksi dosis yang dihasilkan jar-test dengan aplikasi dosis di IPA.
Seorang operator perlu membuat suatu grafik hubungan antara nilai kekeruhan vs dosis koagulan, melalui percobaan jar – test untuk variasi nilai kekeruhan ( rendah, sedang, tinggi ) selama periode waktu minimal satu tahun atau dari data – data yang lalu selama
beberapa tahun untuk sumber air baku yang sama. Sehingga dengan adanya grafik ini mempermudah penentuan dosis secara cepat jika ada perubahan kekeruhan secara tiba–tiba . Selanjutnya penentuan dosis dilanjutkan dengan melakukan jar-test.
(3) Penentuan pH optimum
Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air, disebabkan oleh reaksi hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah diterangkan di atas. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan berlangsung pada nilai pH tertentu (pH optimum), dimana pH optimum harus ditetapkan dengan jar-test.
Untuk kasus tertentu ( pada pH air baku rendah dan pada dosis koagulan yang relatif besar ) dan untuk mempertahankan pH optimum, maka diperlukan koreksi pH pada proses koagulasi, dengan penambahan bahan alkali seperti : soda abu ( Na2CO3 ) , kapur ( CaO ) atau kapur hidrat { Ca(OH)2 }. Dilakukan penentuan dosis alkali pada dosis optimum koagulan yang digunakan.
Proses Flokulasi
Setelah proses koagulasi partikel-partikel terdestabilisasi dapat saling bertumbukan membentuk agregat sehingga terbentuk flok, tahap ini disebut ” Flokulasi “. Flokulasi adalah suatu proses aglomerasi (penggumpalan) partikel-partikel terdestabilisasi menjadi flok dengan ukuran yang memungkinkan dapat dipisahkan oleh sedimentasi dan filtrasi. Dengan kata lain proses flokulasi adalah proses pertumbuhan flok (partikel terdestabilisasi atau mikroflok) menjadi flok dengan ukuran yang lebih besar (makroflok).
Terdapat 2 (dua) perbedaan pada proses flokulasi yaitu :
1. Flokulasi Perikinetik adalah aglomerasi partikel-partikel sampai ukuran μm dengan mengandalkan gerakan Brownian. Biasanya koagulan ditambahkan untuk meningkatkan flokulasi perikinetik.
2. Flokulasi Ortokinetik adalah aglomerasi partikel-partikel sampai ukuran di atas 1μm dimana gerakan Brownian diabaikan pada kecepatan tumbukan antar partikel, tetapi memerlukan pengaduk buatan (artificial mixing)
Setelah destabilisasi selesai mulai terbentuk agregasi partikel yang mana diameternya lebih kecil dari 1 mikrometer untuk sementara cuma bergerak berdasarkan difusi dan akan terjadi agregasi antar mereka. Dengan ukuran flok dan partikel yang semakin besar semakin penting terjadi agregasi yang disebabkan oleh ortokinetik , maka perbedaan kecepatan diantara partikel semakin besar, akan terjadi pembentukan flok. Dilain pihak jika flok terlalu besar tidak bisa menahan tekanan abrasi didalam air, artinya dengan nilai gradien kecepatan ( G value) yang semakin besar ukuran flok rata-rata akan menurun. Untuk mempertahankan nilai G yang berhubungan dengan ukuran partikel, pada prakteknya dilakukan semacam pengadukan pendahuluan (premixing) dengan nilai G yang tinggi, kalau sudah terjadi flok, nilai G diturunkan. Semakin lama agregat akan menumpuk semakin banyak, tahap berikutnya nilai G diturunkan. Dalam beberapa instalasi, misalnya dari nilai G = 100/dt diturunkan menjadi 10/dt. Dengan demikian ada kesempatan untuk menentukan daya enersi yang akan dimasukkan ke dalam masing-masing tahap sesuai dengan kondisi air baku dan sesuai dengan sistem pemisahan yang akan dilakukan selanjutnya.
Jika ditinjau dari mekanisme tersebut di atas, maka pada proses flokulasi memerlukan waktu (yang dinyatakan oleh waktu tinggal / detensi = td , dalam detik) yaitu waktu untuk memberi kesempatan ukuran flok menjadi lebih besar dengan berbagai cara yang sudah diterangkan di atas. Disamping memperhatikan waktu, pada proses flokulasi diperhatikan pula kecepatan pengadukan (yang dinyatakan oleh gradien kecepatan = G , dalam dt−1). Kombinasi dari kedua hal penting tersebut, yaitu nilai G x td merupakan kriteria penting yang harus dipenuhi pada proses flokulasi. Nilai spesifik adalah : 104 − 105. Jika nilai spesifik G td dilampaui, maka flok yang sudah terbentuk akan pecah kembali, sebaliknya jika kurang dari nilai spesifik, maka flok tidak akan terbentuk seperti yang diharapkan.
Untuk menghasilkan flokulasi yang baik, maka perlu diperhatikan:
§ Nilai G : 20 – 70 dt−1
§ Waktu tinggal (waktu ditensi) : 20 – 50 menit.
Karena proses flokulasi ini memerlukan waktu, dan kecepatan yang relatif rendah, maka flokulasi dilakukan pada unit yang disebut “Pengadukan lambat” atau biasa disebut “Flokulator” dimana jenis pengadukan bisa berupa pengaduk mekanis atau hidraulik.
Dengan dosis koagulan/flokulan pembantu (+ 0,1 – 1 mg/l) kestabilan flok bisa dipertahankan terhadap abrasi yang menjadi lebih besar dengan adanya flokulan pembantu. Penambahan koagulan/flokulan pembantu yaitu jenis polimer, flok yang terbentuk akan lebih besar pada nilai G (gradien kecepatan) yang sama.. Harus ada selisih waktu antara pembubuhan koagulan/flokulan pembantu dengan pembubuhan koagulan (misalnya Al3+ atau Fe3+). Pembubuhan koagulan/flokulan pembantu paling sedikit 30 dtk setelah pembubuhan koagulan.
Jika polimer dibubuhkan terlalu awal, kebutuhannya bisa jauh lebih besar dibandingkan dengan adanya selisih waktu diantara kedua pembubuhan tersebut di atas. Jika dicampur dengan efisien, pemakaian koagulan/flokulan pembantu akan lebih baik.
Jika ada flok yang besar yang terbentuk dengan koagulan/flokulan pembantu polimer, setelah flok ini hancur maka tidak bisa dibentuk kembali (jadi bila digunakan koagulan/flokulan pembantu polimer tidak boleh ada arus yang dapat menghancurkan flok sebelum terjadi sedimentasi atau proses separasi yang diinginkan).
Efisiensi dari proses flokulasi pada prakteknya seringkali dapat dilihat dari kualitas air setelah dilakukan pemisahan flok secara mekanik. Dengan demikian, cara pemisahan zat padat atau flok sangat penting dan sangat dipengaruhi oleh bentuk flok yang ada, misalnya untuk melakukan flotasi diperlukan bentuk flok yang lain berbeda dengan flok untuk sedimentasi. Jika dipakai sedimentasi diperlukan flok dengan berat jenis dan diameter yang besar. Pada proses flotasi dibutuhkan flok yang lebih kecil dan mempunya berat jenis yang lebih ringan tetapi mempunyai sifat untuk bergabung dengan gelembung udara. Untuk filtrasi dibutuhkan flok yang kompak yang cukup homogen dengan struktur yang kuat terhadap abrasi dan dengan sifat mudah melekat diatas partikel media penyaring (filter) untuk menjamin pemisahan yang efisien dan operasional penyaringan yang ekonomis.
Untuk efek penjernihan air secara keseluruhan, belum cukup apakah flok bisa dipisahkan dari air secara efektif, karena belum dapat menjamin dengan pasti apakah kualitas air yang diinginkan bisa tercapai hanya dengan kondisi ini saja. Selain itu dibutuhkan bahwa semua zat yang akan dihilangkan dari air juga melekat pada flok.
Untuk mencapai kondisi flokulasi yang dibutuhkan, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, seperti misalnya :
§ Waktu flokulasi,
§ Jumlah enersi yang diberikan
§ Jumlah koagulan
§ Jenis dan jumlah koagulan/flokulan pembantu
§ Cara pemakaian koagulan/flokulan pembantu
§ Resirkulasi sebagian lumpur (jika memungkinkan)
§ Penetapan pH pada proses koagulasi
a. Koagulasi, Flokulasi, dan sedimentasi.
Pentingnya Koagulasi-flokulasi di IPA
Pentingnya koagulasi-flokulasi di IPA terhadap air baku air permukaan dan air tanah yang sudah mengalami pengolahan pendahuluan; seringkali terdapat zat padat dalam bentuk atau ukuran yang tidak memungkinkan mengendap pada proses sedimentasi saja atau dengan proses lain di dalam waktu dentensi yang efisien.
Zat tersuspensi yang mempunyai ukuranlebih dari 5 – 10 μm dapat dihilangkan agak mudah dengan filtrasi atau sedimentasi dan filtrasi. Sedangkan penghilangan koloid yang tidak tercemar berat dapat menggunakan Saringan pasir lambat. Timbul kesulitan bilamana kualitas air baku tidak baik sehingga tidak semua zat koloid dan kotoran lainnya dapat dihilangkan dengan saringan pasir cepat atau saringan pasir lambat. Untuk mengatasi hal ini maka proses koagulasi dengan menggunakan bahan kimia dilakukan.
Dengan aplikasi teknologi koagulasi-flokulasi zat yang berbentuk suspensi atau koloid dirubah bentuknya menjadi zat yang dapat dipisahkan dari air. Agregasi sebagai akibat dari pemakaian koagulan/flokulan adalah tahap awal dimana selanjutnya dilakukan pemisahan flok dari air misalnya dengan proses sedimentasi, filtrasi atau flotasi.
Proses koagulasi-flokulasi selain untuk menurunkan tingkat kekeruhan untuk memperoleh air yang bening, juga ada efek samping yaitu fraksi zat tersuspensi dalam air yang seringkali menyebabkan pencemaran. Dengan koagulasi-flokulasi zat suspensi tersebut yang juga sebagai pencemar, bisa dihilangkan dari air.
Selain itu juga penting bagi proses desinfeksi dengan adanya pemisahan zat padat sebelum desinfeksi dilakukan, karena sering kali mikroorgamisme terdapat di dalam zat padat, yang tidak dapat dimusnahkan oleh proses oksidasi reduksi, karena oksidan akan tereduksi oleh zat organik didalam flok sebelum bisa menembus mikroorganisme untuk dimusnahkan.
Proses koagulasi-flokulasi bisa juga menghilangkan sebagian atau seluruh zat terlarut, sehingga hal ini yang menjadi fungsi utama dari koagulasi-flokulasi.
Teknologi koagulasi-flokulasi bisa juga dipadukan dengan proses pengendapan secara kimiawi (bukan proses pengendapan flok secara fisik), akan tetapi reaksi kimia antara koagulan/flokulan dan zat terlarut didalam air yang menghasilkan senyawa kimia yang tidak larut.
Semua zat yang ada didalam air bisa terdiri dari beberapa macam komponen misalnya organik atau anorganik. Komponen ini beraneka ragam termasuk partikel dari erosi tanah, maupun sisa tanaman, hidroksida logam hasil proses oksidasi, atau plankton, bakteri maupun virus, yang merupakan tantangan utama untuk proses pengolahan yaitu dapat merubah jenis dan komposisi zat-zat tersebut yang dilakukan dalam waktu yang cepat.
Sangat sulit untuk menghilangkan algae dan bakteri dari dalam air karena ukuran maupun sifat-sifatnya yang spesifik menyulitkan dalam proses pemisahan.
Di dalam air permukaan terdapat partikel-pertikel dengan ukuran yang berbeda. Klasifikasi yang dikenal adalah :
Molekul yang mempunyai ukuran diameter lebih kecil dari 1 nm
Koloid pada umumnya mempunyai ukuran antara 1 nm – 1 μm
Zat-zat tersuspensi mempunyai ukuran lebih besar dari 1 μm
Contoh koloid yang biasa terdapat di dalam air permukaan adalah : zat humus (asam humus), tanah liat, silika dan virus. Sedangkan yang tergolong zat tersuspensi adalah bakteria, algae, lumpur, pasir, sisa berupa kotoran organik,
Diameter partikel yang ada didalam air sangat bervariasi, hal ini menjadi dasar klasifikasi zat di dalam air juga jangkauan ukuran zat di dalam air dan waktu sedimentasi untuk beberapa zat dengan berat jenis yang berbeda, yaitu waktu sedimentasi yang dibutuhkan untuk melewati jarak 1 meter oleh 2 (dua) berat jenis zat padat yang berbeda. Sebagai contoh berat jenis 2,6 kg/lt berlaku untuk partikel silikat, berat jenis 1,1, kg/lt berlaku untuk flok hidroksida. Semua partikel yang berdiameter < 10 μm, mengendap sangat lambat bila dibandingkan dengan flok yang berukuran antara 100 – 1000 μm yang mengendap jauh lebih mudah.
Partikel-partikel terdispersi yang mempunyai ukuran lebih kecil dari 1 μm dan lebih besar dari ukuran molekul-molekul itu sendiri ( 1 nm ) disebut partikel-partikel koloid. Partikel-partikel ini dapat menghamburkan/menyebarkan cahaya menghasilkan apa yang disebut “Efek Tyndall”. Penyebaran cahaya ini di dalam sorotan cahaya hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Dengan cara ini adanya partikel-partikel secara individu di dalam larutan koloid akan nampak sebagai kilatan cahaya yang dihamburkan. Jika tidak ada pertikel-partikel koloid, tidak ada cahaya yang dihamburkan maka yang terlihat adalah bayangan hitam. Melalui mikroskop partikel-partikel koloid terlihat bergerak kesegala arah secara terus menerus, fenomena ini disebut ” Gerakan Brownian (Brownian movement) “, dimana gerakan ini disebabkan oleh bombardir partikel-partikel koloid oleh molekul air. Jadi gerakan partikel-partikel ini sebagai akibat langsung dari gerakan molekul-molekul disekelilingnya.
Muatan listrik yang dipunyai oleh partikel-partikel koloid merupakan dasar yang penting karena tanpa hal ini, larutan koloid (sol) menjadi tidak stabil. Muatan awal partikel dapat diadsorpsi di permukaan oleh gaya van der Waals dari ion spesifik, disosiasi grup fungsional tertentu atau mengganti kisi-kisi kristal Si dengan Al. Semua partikel koloid mempunyai muatan elektrik, dimana besarnya muatan bervariasi, tergantung dari material koloid dan dapat bermuatan positip dan negatip. Pada air alam (pada pH 6 – 8) pada umumnya koloid bermuatan negatif.
Kandungan ion yang dekat dengan koloid dalam air dipengaruhi oleh muatan permukaan. Koloid bermuatan negatip mempunyai konfigurasi lapisan ion. Lapisan pertama merupakan kation yang melekat pada permukaan muatan negatip yang melekat pada koloid dan bergerak bersama koloid tersebut. Ion-ion lainnya di sekitar koloid tersusun teratur dimana konsentrasi ion positip atau ion yang berlawanan lebih dekat dengan permukaan koloid. Susunan ini menghasilkan jaringan yang sangat kuat pada lapisan yang melekat dan akan berkurang kekuatannya sebanding dengan jarak koloid.
Dispersi koloid dalam air secara umum terbagi menjadi 2 (dua) yaitu :
1). Sifat hidrofilik (senang air) dan
2). Sifat hidrofobik (tidak senang air)
Sifat hidrofilik menyebabkan ikatan koloid dengan air menjadi lebih kuat, sehingga koloid akan lebih stabil dan sulit dipisahkan dengan air.
Kestabilan sistem koloid hidrofobik disebabkan oleh adanya fenomena hidrasi, yaitu suatu keadaan dimana molekul-molekul air tertarik oleh permukaan koloid, sehingga menyebabkan terhalangnya kontak antara koloid yang satu dengan lainnya. Kestabilan koloid hidrofobik terjadi karena koloid-koloid bermuatan sejenis, sehingga terjadi gaya tolak menolak antar koloid. Koloid bermuatan negatip akan menarik ion yang berlawanan pada permukaan, membentuk lapisan pelindung dari air di sekelilingnya. Keadaan ini menghasilkan lapisan ganda listrik (“electrical double layer”) dari muatan positif dan negatif.
Kelebihan muatan listrik dipermukaan sering dikompensasi karena pada bagian luar dari lapisan ganda listrik, dengan konsentrasi ion yang muatannya berlawanan dan yang bersifat difusi disebabkan oleh gerakan molekul air yang disebabkan oleh termic.
Lapisan molekul air diatas permukaan partikel menghindari partikel langsung bisa bergabung dengan partikel lain dan bisa tidak mendekati cukup dekat dengan partikel yang muatannya berlawanan dan mempunyai daya tarik. Sebagai contoh untuk suspensi stabil itu adalah asam silikat yang baru mengendap, ada hidroksida maupun zat dengan molekul besar dengan proses hidrolisa lengkap misalnya ekstrak kanji (startch), protein, karbohidrat, asam humus dan polimer sintetis yang terlarut.
Permukaan zat suspensi di dalam air bisa tertutup oleh zat yang netral yang diadsorpsi diatas permukaan supaya tidak bisa terjadi lagi pendekatan dengan daya tarik ion. Terutama lapisan adsorpsi dari zat sintetis atau zat kimia alami dengan molekul besar bisa menyebabkan daya tolak yang sangat besar dan dengan ini menghindari suspensi tersebut bergabung (efek perlindungan koloid).
Stabilitas koloid tergantung ukuran koloid dan muatan elektrik, juga dipengaruhi oleh media pendispersi (dalam hal ini media pendispersi adalah air) seperti kekuatan ion , pH.
Muatan permukaan partikel-partikel koloid penyebab kekeruhan di dalam air adalah sejenis, oleh karena itu jika kekuatan ionik di dalam air rendah, maka koloid akan tetap stabil. Stabilitas merupakan daya tolak koloid karena partikel-partikel mempunyai muatan permukaan sejenis (negatip).
Antara koloid-koloid ada gaya tolak menolak dan gaya tarik massa (van der Waals). Dengan adanya enersi interaksi kedua gaya tersebut yang disebabkan oleh gerakan Brownian, dihasilkan suatu enersi kinetik. Jika kekuatan ionik di dalam air cukup tinggi, maka gaya tolak menolak memberi keuntungan kepada situasi dimana tumbukan yang terjadi menghasilkan aglomerasi partikel-partikel.
Ada beberapa daya yang menyebabkan stabilitas partikel, yaitu :
1). Gaya elektrostatik yaitu gaya tolak menolak terjadi jika partikel-partikel mempunyai muatan yang sejenis (negatif atau positif ).
2). Bergabung dengan molekul air (reaksi hidrasi)
3). Stabilisasi yang disebabkan oleh molekul besar yang diadsorpsi pada permukaan.
Mekanisme yang disebut diatas seringkali terjadi pada saat yang sama. Dalam suspensi yang keruh seringkali hanya ada partikel bermuatan negatip yang disebabkan oleh penggantian kation maupun adsorpsi zat anionik.
Mineral seperti silika, tanah liat, oksida dan hidroksida seringkali selain mempunyai daya elektrostatik, juga ada hidrasi yang mampu untuk mengadsopsi zat penyebab stabilisasi.. Suspensi atau koloid bisa dikatakan stabil jika semua gaya tolak menolak antar partikel lebih besar dari gaya tarik massa, sehingga didalam waktu tertentu tidak terjadi agregasi.
Untuk menghilangkan kondisi stabil, harus merubah gaya interaksi diantara partikel dengan pembubuhan zat kimia (sebagai donor muatan positip) supaya gaya tarik menarik menjadi lebih besar.
Untuk destabilisasi ada beberapa mekanisme yang berbeda :
a. Kompresi lapisan ganda listrik (Compression of electric double layer) dengan muatan yang berlawanan
b. Mengurangi potensial permukaan yang disebabkan oleh adsorpsi molekul yang spesifik dengan muatan elektrostatik berlawanan.
c. Adsorpsi molekul organik diatas permukaan partikel bisa membentuk jembatan molekul diantara partikel.
d. Penggabungan partikel koloid kedalam senyawa presipitasi yang terbentuk dari koagulan/ flokulan.
Destabilisasi yang terjadi tergantung dari mekanime destabilisasi yang mana atau bisa saja hanya ada satu mekanisme yang menyebabkan agregasi atau kombinasi dari mekanisme yang lain (diantara yang tersebut diatas). Untuk aplikasi praktis di IPA Instalasi pengolahan air) ada kombinasi dari beberapa mekanisme destabilisasi yang disebabkan adanya kompresi lapisan ganda, tetapi hal ini biasanya tidak begitu penting untuk aplikasi praktis.
Secara garis besar (berdasarkan uraian di atas), mekanisme koagulasi dan flokulasi adalah :
(1) Destabilisasi muatan negatip partikel oleh muatan positip dari koagulan
(2) Tumbukan antar partikel
(3) A d s o r p s i
Selain tumbukan antar partikel terdestabilisasi/mikroflok yang bertujuan membentuk flok dengan ukuran yang relatif besar (makroflok), adsorpsi merupakan mekanisme flokulasi diantaranya dilakukan oleh Al(OH)3, aluminium hidroksida yaitu bentuk hidroksida Al, hasil reaksi hidrolisa Al dengan air. Senyawa ini berbentuk agar-agar (jelly) yang mempunyai sifat “adsorpsi (menyerap di permukaan), seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Jika kekuatan ionik di dalam air cukup besar, maka keberadaan koloid di dalam air sudah dalam bentuk terdestabilisasi. Destabilisasi disini disebabkan oleh ion monovalen (valensi 1) dan divalen (valensi 2) yang berada di dalam air. Kejadian ini dinamakan “Koagulasi elektrostatik”, sedangkan koagulasi kimiawi adalah suatu proses dimana zat kimia seperti garam Fe dan Al, ditambahkan ke dalam air untuk merubah bentuk (transformasi) zat-zat kotoran. Zat-zat tersebut akan bereaksi dengan hidrolisa garam-garam Fe atau Al menjadi flok dengan ukuran besar yang dapat dihilangkan secara mudah melalui sedimentasi dan filtrasi.
Pada sistem pengolahan air, koagulasi terjadi pada unit pengadukan cepat (flash mixing), karena koagulan harus tersebar secara cepat dan reaksi hidrolisa hanya terjadi dalam beberapa detik, jadi destabilisasi muatan negatip oleh muatan positip harus dilakukan dalam perioda waktu hanya beberapa detik
Nilai gradien kecepatan (G), waktu tinggal/detensi ( td ) dan kecepatan aliran air adalah jarang berubah selama instalasi pengolahan air (IPA) berjalan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi koagulasi :
(1) Pemilihan bahan kimia
Pemilihan koagulan dan koagulan pembantu , merupakan suatu
program lanjutan dari percobaan dan evaluasi yang biasanya
menggunakan Jar – test. Seorang operator dalam pengetesan untuk memilih bahan kimia , biasanya dilakukan di laboratorium. Untuk melaksanakan pemilihan bahan kimia, perlu pemeriksaan terhadap karakteristik air baku yang akan diolah yaitu :
• S u h u
• pH
• Alkalinitas
• Kekeruhan
• W a r n a
Efek karakteristik tersebut terhadap koagulan adalah sebagai berikut :
Suhu rendah berpengaruh terhadap daya koagulasi/flokulasi dan memerlukan pemakaian bahan kimia berlebih, untuk mempertahankan hasil yang dapat diterima. >---S u h u
Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh terhadap koagulasi/flokulasi, pH optimum bervariasi tergantung jenis koagulan yang digunakan (lihat tabel jenis koagulan !). >---pH
Alum sulfat dan ferri sulfat berinteraksi dengan zat kimia pembentuk alkalinitas dalam air, membentuk senyawa aluminium atau ferri hidroksida, memulai proses koagulasi. Alkalinitas yang rendah membatasi reaksi ini dan menghasilkan koagulasi yang kurang baik, pada kasus demikian, mungkin memerlukan penambahan alkalinitas ke dalam air, melalui penambahan bahan kimia alkali/basa ( kapur atau soda abu) >---Alkalinitas
Makin rendah kekeruhan, makin sukar pembentukkan flok yang baik. Makin sedikit partikel, makin jarang terjadi tumbukan antar partikel/flok, oleh sebab itu makin sedikit kesempatan flok berakumulasi. Operator harus menambah zat pemberat untuk menambah partikel- partikel untuk terjadinya tumbukan. >---Kekeruhan
Warna berindikasi kepada senyawa organik, dimana zat organik bereaksi dengan koagulan, menyebabkan proses koagulasi terganggu selama zat organik tersbut berada di dalam air baku dan proses koagulasi semakin sukar tercapai. Pengolahan pendahuluan terhadap air baku harus dilakukan untuk menghilangkan zat organic tersebut, dengan penambahan oksidan atau adsorben (karbon aktif). >---Warna
Keefektifan koagulan atau flokulan akan berubah apabila karakteristik air baku berubah. Keefektifan bahan kimia koagulan/koagulan pembantu, dapat pula berubah untuk alasan yang tidak terlihat atau tidak diketahui, oleh karena itu ada beberapa factor yang belum diketahui yang dapat mempengaruhi koagulasi – flokulasi . Untuk masalah demikian Operator harus memilih bahan kimia terlebih dahulu, dengan menggunakan jar –test dengan variasi bahan kimia, secara tunggal atau digabungkan atau dikombinasikan.
Jar–test secara subyektif masih merupakan uji yang paling banyak digunakan dalam mengontrol koagulasi dan tergantung semata-mata kepada penglihatan kita ( secara visuil ) untuk mengevaluasi suatu interpretasi/tafsiran. Selain itu seorang Operator juga harus melakukan pengukuran pH, kekeruhan, bilamana mungkin harus melakukan uji “filtrabilitas” dan “potensial zeta”.
(2) Penentuan dosis optimum koagulan
Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan harus ditentukan. Dosis optimum mungkin bervariasi sesuai dengan karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di dalam air baku, tetapi biasanya dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat tertentu dimana terjadi perubahan kekeruhan yang drastis (waktu musim hujan/banjir) perlu penentuan dosis optimum berulang-ulang.
Perlu diingat bahwa hasil jar-test tidak selalu sama dengan operasional di IPA, jadi harus dibuat koreksi dosis yang dihasilkan jar-test dengan aplikasi dosis di IPA.
Seorang operator perlu membuat suatu grafik hubungan antara nilai kekeruhan vs dosis koagulan, melalui percobaan jar – test untuk variasi nilai kekeruhan ( rendah, sedang, tinggi ) selama periode waktu minimal satu tahun atau dari data – data yang lalu selama
beberapa tahun untuk sumber air baku yang sama. Sehingga dengan adanya grafik ini mempermudah penentuan dosis secara cepat jika ada perubahan kekeruhan secara tiba–tiba . Selanjutnya penentuan dosis dilanjutkan dengan melakukan jar-test.
(3) Penentuan pH optimum
Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air, disebabkan oleh reaksi hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah diterangkan di atas. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan berlangsung pada nilai pH tertentu (pH optimum), dimana pH optimum harus ditetapkan dengan jar-test.
Untuk kasus tertentu ( pada pH air baku rendah dan pada dosis koagulan yang relatif besar ) dan untuk mempertahankan pH optimum, maka diperlukan koreksi pH pada proses koagulasi, dengan penambahan bahan alkali seperti : soda abu ( Na2CO3 ) , kapur ( CaO ) atau kapur hidrat { Ca(OH)2 }. Dilakukan penentuan dosis alkali pada dosis optimum koagulan yang digunakan.
Proses Flokulasi
Setelah proses koagulasi partikel-partikel terdestabilisasi dapat saling bertumbukan membentuk agregat sehingga terbentuk flok, tahap ini disebut ” Flokulasi “. Flokulasi adalah suatu proses aglomerasi (penggumpalan) partikel-partikel terdestabilisasi menjadi flok dengan ukuran yang memungkinkan dapat dipisahkan oleh sedimentasi dan filtrasi. Dengan kata lain proses flokulasi adalah proses pertumbuhan flok (partikel terdestabilisasi atau mikroflok) menjadi flok dengan ukuran yang lebih besar (makroflok).
Terdapat 2 (dua) perbedaan pada proses flokulasi yaitu :
1. Flokulasi Perikinetik adalah aglomerasi partikel-partikel sampai ukuran μm dengan mengandalkan gerakan Brownian. Biasanya koagulan ditambahkan untuk meningkatkan flokulasi perikinetik.
2. Flokulasi Ortokinetik adalah aglomerasi partikel-partikel sampai ukuran di atas 1μm dimana gerakan Brownian diabaikan pada kecepatan tumbukan antar partikel, tetapi memerlukan pengaduk buatan (artificial mixing)
Setelah destabilisasi selesai mulai terbentuk agregasi partikel yang mana diameternya lebih kecil dari 1 mikrometer untuk sementara cuma bergerak berdasarkan difusi dan akan terjadi agregasi antar mereka. Dengan ukuran flok dan partikel yang semakin besar semakin penting terjadi agregasi yang disebabkan oleh ortokinetik , maka perbedaan kecepatan diantara partikel semakin besar, akan terjadi pembentukan flok. Dilain pihak jika flok terlalu besar tidak bisa menahan tekanan abrasi didalam air, artinya dengan nilai gradien kecepatan ( G value) yang semakin besar ukuran flok rata-rata akan menurun. Untuk mempertahankan nilai G yang berhubungan dengan ukuran partikel, pada prakteknya dilakukan semacam pengadukan pendahuluan (premixing) dengan nilai G yang tinggi, kalau sudah terjadi flok, nilai G diturunkan. Semakin lama agregat akan menumpuk semakin banyak, tahap berikutnya nilai G diturunkan. Dalam beberapa instalasi, misalnya dari nilai G = 100/dt diturunkan menjadi 10/dt. Dengan demikian ada kesempatan untuk menentukan daya enersi yang akan dimasukkan ke dalam masing-masing tahap sesuai dengan kondisi air baku dan sesuai dengan sistem pemisahan yang akan dilakukan selanjutnya.
Jika ditinjau dari mekanisme tersebut di atas, maka pada proses flokulasi memerlukan waktu (yang dinyatakan oleh waktu tinggal / detensi = td , dalam detik) yaitu waktu untuk memberi kesempatan ukuran flok menjadi lebih besar dengan berbagai cara yang sudah diterangkan di atas. Disamping memperhatikan waktu, pada proses flokulasi diperhatikan pula kecepatan pengadukan (yang dinyatakan oleh gradien kecepatan = G , dalam dt−1). Kombinasi dari kedua hal penting tersebut, yaitu nilai G x td merupakan kriteria penting yang harus dipenuhi pada proses flokulasi. Nilai spesifik adalah : 104 − 105. Jika nilai spesifik G td dilampaui, maka flok yang sudah terbentuk akan pecah kembali, sebaliknya jika kurang dari nilai spesifik, maka flok tidak akan terbentuk seperti yang diharapkan.
Untuk menghasilkan flokulasi yang baik, maka perlu diperhatikan:
§ Nilai G : 20 – 70 dt−1
§ Waktu tinggal (waktu ditensi) : 20 – 50 menit.
Karena proses flokulasi ini memerlukan waktu, dan kecepatan yang relatif rendah, maka flokulasi dilakukan pada unit yang disebut “Pengadukan lambat” atau biasa disebut “Flokulator” dimana jenis pengadukan bisa berupa pengaduk mekanis atau hidraulik.
Dengan dosis koagulan/flokulan pembantu (+ 0,1 – 1 mg/l) kestabilan flok bisa dipertahankan terhadap abrasi yang menjadi lebih besar dengan adanya flokulan pembantu. Penambahan koagulan/flokulan pembantu yaitu jenis polimer, flok yang terbentuk akan lebih besar pada nilai G (gradien kecepatan) yang sama.. Harus ada selisih waktu antara pembubuhan koagulan/flokulan pembantu dengan pembubuhan koagulan (misalnya Al3+ atau Fe3+). Pembubuhan koagulan/flokulan pembantu paling sedikit 30 dtk setelah pembubuhan koagulan.
Jika polimer dibubuhkan terlalu awal, kebutuhannya bisa jauh lebih besar dibandingkan dengan adanya selisih waktu diantara kedua pembubuhan tersebut di atas. Jika dicampur dengan efisien, pemakaian koagulan/flokulan pembantu akan lebih baik.
Jika ada flok yang besar yang terbentuk dengan koagulan/flokulan pembantu polimer, setelah flok ini hancur maka tidak bisa dibentuk kembali (jadi bila digunakan koagulan/flokulan pembantu polimer tidak boleh ada arus yang dapat menghancurkan flok sebelum terjadi sedimentasi atau proses separasi yang diinginkan).
Efisiensi dari proses flokulasi pada prakteknya seringkali dapat dilihat dari kualitas air setelah dilakukan pemisahan flok secara mekanik. Dengan demikian, cara pemisahan zat padat atau flok sangat penting dan sangat dipengaruhi oleh bentuk flok yang ada, misalnya untuk melakukan flotasi diperlukan bentuk flok yang lain berbeda dengan flok untuk sedimentasi. Jika dipakai sedimentasi diperlukan flok dengan berat jenis dan diameter yang besar. Pada proses flotasi dibutuhkan flok yang lebih kecil dan mempunya berat jenis yang lebih ringan tetapi mempunyai sifat untuk bergabung dengan gelembung udara. Untuk filtrasi dibutuhkan flok yang kompak yang cukup homogen dengan struktur yang kuat terhadap abrasi dan dengan sifat mudah melekat diatas partikel media penyaring (filter) untuk menjamin pemisahan yang efisien dan operasional penyaringan yang ekonomis.
Untuk efek penjernihan air secara keseluruhan, belum cukup apakah flok bisa dipisahkan dari air secara efektif, karena belum dapat menjamin dengan pasti apakah kualitas air yang diinginkan bisa tercapai hanya dengan kondisi ini saja. Selain itu dibutuhkan bahwa semua zat yang akan dihilangkan dari air juga melekat pada flok.
Untuk mencapai kondisi flokulasi yang dibutuhkan, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, seperti misalnya :
§ Waktu flokulasi,
§ Jumlah enersi yang diberikan
§ Jumlah koagulan
§ Jenis dan jumlah koagulan/flokulan pembantu
§ Cara pemakaian koagulan/flokulan pembantu
§ Resirkulasi sebagian lumpur (jika memungkinkan)
§ Penetapan pH pada proses koagulasi
a. Koagulasi, Flokulasi, dan sedimentasi.
Pentingnya Koagulasi-flokulasi di IPA
Pentingnya koagulasi-flokulasi di IPA terhadap air baku air permukaan dan air tanah yang sudah mengalami pengolahan pendahuluan; seringkali terdapat zat padat dalam bentuk atau ukuran yang tidak memungkinkan mengendap pada proses sedimentasi saja atau dengan proses lain di dalam waktu dentensi yang efisien.
Zat tersuspensi yang mempunyai ukuranlebih dari 5 – 10 μm dapat dihilangkan agak mudah dengan filtrasi atau sedimentasi dan filtrasi. Sedangkan penghilangan koloid yang tidak tercemar berat dapat menggunakan Saringan pasir lambat. Timbul kesulitan bilamana kualitas air baku tidak baik sehingga tidak semua zat koloid dan kotoran lainnya dapat dihilangkan dengan saringan pasir cepat atau saringan pasir lambat. Untuk mengatasi hal ini maka proses koagulasi dengan menggunakan bahan kimia dilakukan.
Dengan aplikasi teknologi koagulasi-flokulasi zat yang berbentuk suspensi atau koloid dirubah bentuknya menjadi zat yang dapat dipisahkan dari air. Agregasi sebagai akibat dari pemakaian koagulan/flokulan adalah tahap awal dimana selanjutnya dilakukan pemisahan flok dari air misalnya dengan proses sedimentasi, filtrasi atau flotasi.
Proses koagulasi-flokulasi selain untuk menurunkan tingkat kekeruhan untuk memperoleh air yang bening, juga ada efek samping yaitu fraksi zat tersuspensi dalam air yang seringkali menyebabkan pencemaran. Dengan koagulasi-flokulasi zat suspensi tersebut yang juga sebagai pencemar, bisa dihilangkan dari air.
Selain itu juga penting bagi proses desinfeksi dengan adanya pemisahan zat padat sebelum desinfeksi dilakukan, karena sering kali mikroorgamisme terdapat di dalam zat padat, yang tidak dapat dimusnahkan oleh proses oksidasi reduksi, karena oksidan akan tereduksi oleh zat organik didalam flok sebelum bisa menembus mikroorganisme untuk dimusnahkan.
Proses koagulasi-flokulasi bisa juga menghilangkan sebagian atau seluruh zat terlarut, sehingga hal ini yang menjadi fungsi utama dari koagulasi-flokulasi.
Teknologi koagulasi-flokulasi bisa juga dipadukan dengan proses pengendapan secara kimiawi (bukan proses pengendapan flok secara fisik), akan tetapi reaksi kimia antara koagulan/flokulan dan zat terlarut didalam air yang menghasilkan senyawa kimia yang tidak larut.
Semua zat yang ada didalam air bisa terdiri dari beberapa macam komponen misalnya organik atau anorganik. Komponen ini beraneka ragam termasuk partikel dari erosi tanah, maupun sisa tanaman, hidroksida logam hasil proses oksidasi, atau plankton, bakteri maupun virus, yang merupakan tantangan utama untuk proses pengolahan yaitu dapat merubah jenis dan komposisi zat-zat tersebut yang dilakukan dalam waktu yang cepat.
Sangat sulit untuk menghilangkan algae dan bakteri dari dalam air karena ukuran maupun sifat-sifatnya yang spesifik menyulitkan dalam proses pemisahan.
Di dalam air permukaan terdapat partikel-pertikel dengan ukuran yang berbeda. Klasifikasi yang dikenal adalah :
Molekul yang mempunyai ukuran diameter lebih kecil dari 1 nm
Koloid pada umumnya mempunyai ukuran antara 1 nm – 1 μm
Zat-zat tersuspensi mempunyai ukuran lebih besar dari 1 μm
Contoh koloid yang biasa terdapat di dalam air permukaan adalah : zat humus (asam humus), tanah liat, silika dan virus. Sedangkan yang tergolong zat tersuspensi adalah bakteria, algae, lumpur, pasir, sisa berupa kotoran organik,
Diameter partikel yang ada didalam air sangat bervariasi, hal ini menjadi dasar klasifikasi zat di dalam air juga jangkauan ukuran zat di dalam air dan waktu sedimentasi untuk beberapa zat dengan berat jenis yang berbeda, yaitu waktu sedimentasi yang dibutuhkan untuk melewati jarak 1 meter oleh 2 (dua) berat jenis zat padat yang berbeda. Sebagai contoh berat jenis 2,6 kg/lt berlaku untuk partikel silikat, berat jenis 1,1, kg/lt berlaku untuk flok hidroksida. Semua partikel yang berdiameter < 10 μm, mengendap sangat lambat bila dibandingkan dengan flok yang berukuran antara 100 – 1000 μm yang mengendap jauh lebih mudah.
Partikel-partikel terdispersi yang mempunyai ukuran lebih kecil dari 1 μm dan lebih besar dari ukuran molekul-molekul itu sendiri ( 1 nm ) disebut partikel-partikel koloid. Partikel-partikel ini dapat menghamburkan/menyebarkan cahaya menghasilkan apa yang disebut “Efek Tyndall”. Penyebaran cahaya ini di dalam sorotan cahaya hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Dengan cara ini adanya partikel-partikel secara individu di dalam larutan koloid akan nampak sebagai kilatan cahaya yang dihamburkan. Jika tidak ada pertikel-partikel koloid, tidak ada cahaya yang dihamburkan maka yang terlihat adalah bayangan hitam. Melalui mikroskop partikel-partikel koloid terlihat bergerak kesegala arah secara terus menerus, fenomena ini disebut ” Gerakan Brownian (Brownian movement) “, dimana gerakan ini disebabkan oleh bombardir partikel-partikel koloid oleh molekul air. Jadi gerakan partikel-partikel ini sebagai akibat langsung dari gerakan molekul-molekul disekelilingnya.
Muatan listrik yang dipunyai oleh partikel-partikel koloid merupakan dasar yang penting karena tanpa hal ini, larutan koloid (sol) menjadi tidak stabil. Muatan awal partikel dapat diadsorpsi di permukaan oleh gaya van der Waals dari ion spesifik, disosiasi grup fungsional tertentu atau mengganti kisi-kisi kristal Si dengan Al. Semua partikel koloid mempunyai muatan elektrik, dimana besarnya muatan bervariasi, tergantung dari material koloid dan dapat bermuatan positip dan negatip. Pada air alam (pada pH 6 – 8) pada umumnya koloid bermuatan negatif.
Kandungan ion yang dekat dengan koloid dalam air dipengaruhi oleh muatan permukaan. Koloid bermuatan negatip mempunyai konfigurasi lapisan ion. Lapisan pertama merupakan kation yang melekat pada permukaan muatan negatip yang melekat pada koloid dan bergerak bersama koloid tersebut. Ion-ion lainnya di sekitar koloid tersusun teratur dimana konsentrasi ion positip atau ion yang berlawanan lebih dekat dengan permukaan koloid. Susunan ini menghasilkan jaringan yang sangat kuat pada lapisan yang melekat dan akan berkurang kekuatannya sebanding dengan jarak koloid.
Dispersi koloid dalam air secara umum terbagi menjadi 2 (dua) yaitu :
1). Sifat hidrofilik (senang air) dan
2). Sifat hidrofobik (tidak senang air)
Sifat hidrofilik menyebabkan ikatan koloid dengan air menjadi lebih kuat, sehingga koloid akan lebih stabil dan sulit dipisahkan dengan air.
Kestabilan sistem koloid hidrofobik disebabkan oleh adanya fenomena hidrasi, yaitu suatu keadaan dimana molekul-molekul air tertarik oleh permukaan koloid, sehingga menyebabkan terhalangnya kontak antara koloid yang satu dengan lainnya. Kestabilan koloid hidrofobik terjadi karena koloid-koloid bermuatan sejenis, sehingga terjadi gaya tolak menolak antar koloid. Koloid bermuatan negatip akan menarik ion yang berlawanan pada permukaan, membentuk lapisan pelindung dari air di sekelilingnya. Keadaan ini menghasilkan lapisan ganda listrik (“electrical double layer”) dari muatan positif dan negatif.
Kelebihan muatan listrik dipermukaan sering dikompensasi karena pada bagian luar dari lapisan ganda listrik, dengan konsentrasi ion yang muatannya berlawanan dan yang bersifat difusi disebabkan oleh gerakan molekul air yang disebabkan oleh termic.
Lapisan molekul air diatas permukaan partikel menghindari partikel langsung bisa bergabung dengan partikel lain dan bisa tidak mendekati cukup dekat dengan partikel yang muatannya berlawanan dan mempunyai daya tarik. Sebagai contoh untuk suspensi stabil itu adalah asam silikat yang baru mengendap, ada hidroksida maupun zat dengan molekul besar dengan proses hidrolisa lengkap misalnya ekstrak kanji (startch), protein, karbohidrat, asam humus dan polimer sintetis yang terlarut.
Permukaan zat suspensi di dalam air bisa tertutup oleh zat yang netral yang diadsorpsi diatas permukaan supaya tidak bisa terjadi lagi pendekatan dengan daya tarik ion. Terutama lapisan adsorpsi dari zat sintetis atau zat kimia alami dengan molekul besar bisa menyebabkan daya tolak yang sangat besar dan dengan ini menghindari suspensi tersebut bergabung (efek perlindungan koloid).
4. Jelaskan proses sedimentasi dalam air !
Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel-partikel
padat yang tersuspensi dalam cairan atau zat cair karena pengaruh gravitasi
seara alami. Dalam proses pengendapan secara gravitasi untuk mengendapkan
partikel-partikel tersuspensi yang lebih berat daripada air. Hal ini paling
sering digunakan dalam pengolahan air. Kegunaan dari sedimentasi adalah
mereduksi bahan-bahan tersuspensi (kekeruhan) dari dalam air dan dapat
berfungsi untuk mereduksi kandungan organisme (patogen) tertentu dalam air.
Sedimentasi dapat berlangsung sempurna pada danau yang
airnya diam ata wadah air yang dibuat sedemikian rupa sehingga air didadalamya
dalam keadaan diam. Pada dasarnya proses tersebut tergantung pada pengaruh
gravitasi dari partikel tersuspensi dalam air. Sedimentasi dapat berlangsung
pada setiap badan air. Biaya pengolahan air dengan proses sedimentasirelatif
rendah karena tidak membutuhkan peralatan mekanik maupun penambahan bahan
kimia. Namun paling sedikit dibutuhkan waktu detensi selama 24 jam.
Proses sedimentasi dengan cara pengendapan dimana
masing-masing partikel tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran, ataupun
kerapatan selama proses pengendapan berlangsung. Partikel-partikel padat akan
mengendap bila gaya gravitasi lebih besar daripada kekentalan dan gaya kelembaman
(enersia) dalam cairan.
Proses
sedimentasi dibedakan menjadi dua:
· Sedimentasi
alamiah (murni), bila partikel-partikel padat tersuspensi mengendap karena gaya
beratnya sendiri dan tanpa penambahan bahan kimia. Sedimentasi ini terjadi di danau,
waduk, atau sungai yang diam.
· Sedimentasi
setelah penambahan kimia. Sdimentasi ini dilakukan setelah penambahan bahan
kimia untuk menghilangkan secara gravitasi partikel-partikel padat yang telah
menjadi besar, lebih berat dan lebih stabil karena penambahan bahan kimia
tersebut.
Koagulasi/flokulasi
Teori ini sudah pernah dijelaskan sebelumnya,
hanya sedikit kita review kembali..
Koagulasi atau flokulasi adalah proses
penggumpalan pertikel-partikel halus yang tidak dapat diendapkan secara gravitasi
menajdi partikel yang lebih besar sehingga dapat diendapkan dengan penambahan
koagulan. Partikel-partikel tersebut kemudian dihilangkan melalui proses
sedimentasi dan filtrasi. Kegunaan koagulasi atau flokulasi yakni memudahkan
partikel-partikel tersuspensi yang tidak dapat mengendap secara gravitasi dan
sangat lembut (koloidal) di dalam air menjadi partikel yang dapat mengendap.
Hal ini karena partikel tersebut lebih berat dan lebih besar melalui proses
fisika-kimia dengan penambahan koagulan, sehingga dapat dihilangkan dengna
proses sedimentasi dan filtrasi. Partikel yang termasuk tidak dapat mengendap
adalah bakteri.
Proses koagulasi atau flokulasi adalah
penambahan koagulan yang akan mengakibatkan partikel-partikel yang tidak dapat
mengendap saling mendekat dan membentuk flok-flok mikro (ukurannya lebih besar
dari koloid asalnya). Ikatan partikel-partikel ini sangat lemah dan tidak
nampak dengan mata biasa serta tetap tidak dapat mengendap. Pengadukan
pelan-pelan akan menyebabkan flok-flok mikro mengumpul dan membentuk flok yang
lebih besar dan relatif lebih berat yang akhirnya dapat dengan mudah diendapkan
atau disaring.
Pembentukan flok mikro pada proses koagulasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor fisika dan faktor kimia.
Komentar