KERAJAAN SAMUDRAPASAI
KERAJAAN SAMUDRAPASAI
Nazimuddin Al-Kamil kemudian mendirikan sebuah kerajaan di muara Sungai
Pasai itu pada 1128 Masehi dengan nama Kerajaan Pasai. Alasan Dinasti Fathimiah
mendirikan pemerintahan di Pasai berdasarkan atas keinginan untuk menguasai
perdagangan di wilayah pantai timur Sumatra yang memang sangat ramai.
Menurut pengisahan yang terdapat dalam Hikayat Raja Pasaai, kerajaan yang
dipimpin oleh Sultan Malik Al Salih mula-mula bernama Kerjaan Samudera. Adapun
Kerajaan Pasai adalah satu pemerintahan baru yang menyusul kemudian dan
mengiringi eksistensi Kerajaan Samudera.
Bukti-bukti arkeologis keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya makam
raja-raja Pasai di kampung Geudong, Aceh Utara. Makam ini terletak di dekat
reruntuhan bangunan pusat kerajaan Samudera di desa Beuringin, kecamatan
Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe.
Di antara makam raja-raja tersebut, terdapat nama Sultan Malik al-Saleh,
Raja Pasai pertama. Sebelum memeluk agama Islam, nama asli Malik Al Salih
adalah Marah Silu atau Meurah Silo. “Meurah” adalah panggilan kehormatan untuk
orang yang ditinggikan derajatnya, sementara “Silo” dapat dimaknai sebagai
silau atau gemerlap.
Marah Silu adalah keturunan dari Suku Imam Empat atau yang sering disebut
dengan Sukee Imuem Peuet, yakni sebutan untuk keturunan empat Maharaja atau
Meurah bersaudara yang berasal dari Mon Khmer (Champa) yang merupakan pendiri
pertama kerajaan-kerajaan di Aceh sebelum masuk dan berkembangnya Agama Islam.
Berkuasa lebih kurang 29 tahun (1297-1326 M). Kerajaan Samudera Pasai merupakan
gabungan dari Kerajaan Pase dan Peurlak, dengan raja pertama Malik al-Saleh.
Seorang pengembara Muslim dari Maghribi, Ibnu Bathutah sempat mengunjungi
Pasai tahun 1346 M. Informasi lain juga menyebutkan bahwa, Sultan Pasai
mengirimkan utusan ke Quilon, India Barat pada tahun 1282 M. Ini membuktikan
bahwa Pasai memiliki relasi yang cukup luas dengan kerajaan luarPada masa
jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu,
dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam,
Arab dan Persia.
Di samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat
perkembangan agama Islam. Rentang masa kekuasan Samudera Pasai berlangsung
sekitar 3 abad, dari abad ke-13 hingga 16 M. Seiring perkembangan zaman,
Samudera mengalami kemunduran, hingga ditaklukkan sekitar tahun 1360 M oleh
Majapahit dengan dipimpin Gajah Mada sebagai Mahapatih. Pada tahun 1524 M
ditaklukkan oleh kerajaan Aceh.
Silsilah Raja Kerajaan Samudera Pasai
Berikut ini terdapat beberapa silsilah raja kerajaan samudera pasai, antara
lain:
- Sultan Malik Al-Salih (1267-1297)
- Sultan Muhammad Malikul Zahir (1297–1326)
- Sultan Malikul Mahmud
- Sultan Malikul Mansur
- Sultan Ahmad Malik Az-Zahir (1346-1383)
- Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir (1383-1405)
- Sultan Shalahuddin (1405– 1412)
- Sultanah NAhrasiyah atau Sultanah Nahrisyyah (1420-1428)
- Sultan Abu Zaid Malik (1455)
- Sultan Mahmud Malik Az-Zahir (1455-1477)
- Sultan Zain AL-Abidin (1477-1500)
- Sultan Abdullah Malik Az-Zahir (1501-1513)
- Sultan Zain Al-Abidin (1513-1524)
Masa Kejayaan Kerajaan Samudera Pasai
Masa kebangkitan kembali kerajaan Samudera Pasai adalah dibawah masa
pemerintahan Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir. Tepatnya pada tahun 1383
sampai tahun 1405. Menurut catatan dari negeri Cina dalam bentuk kronik cina
Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir dikenal dalam catatan tersebut dengan nama
cina Tsai-nu-li-a-pi-ting-ki. Namun saya masa pemerintahan Sultan Zain
Al-Abidin Malik Az-Zahir harus berakhir ditandai dengan tewasnya beliau di
tangan Raja Nakur dalam sebuah pertempuran. Sejak itu Kekuasaan Kerajaan
Samudera Pasai dipimpin oleh Janda Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir yaitu
Sultanah Nahrasiyah. Raja Perempuan pertama Kerajaan Samudera Pasai.
Dibawah tampuk kepemimpinan Sultanah Nahrasiyah, Kerajaan Samudera Pasai
mengalami masa kejayaan. Pada masa pemerintahannya pernah didatangi seorang Laksamana
Laut Cheng Ho. Armada Cheng Ho berkunjung berkali-kali ke Kerajaan Samudera
Pasai antaranya tahun 1405, 1408 dan 1412.
Cheng ho dalam laporannya yang ditulis oleh pembantunya seperti Ma Huan dan
Fei Xin. Dalam catatannya menuliskan bahwa batas wilayah Kerajaan Samudera
Pasai adalah sebelah selatan dan timur terdapat pegunungan tinggi. Sebelah
timur berbatasan dengan kerajaan Aru. Utara dengan laut dan dua kerajaan
disebelah barat yaitu Kerajaan nakur dan Kerajaan Lide. Terus kearah barat ada
kerajaan Lamuri yang jika kesana perjalannya menempuh jarak 3 hari dan 3 malam
dari pasai.
Kemajuan Kerajaan Samudera Pasai
Berikut ini terdapat beberapa kemajuan dari kerajaan samudera pasai, antara
lain:
- Kondisi Sosial-Budaya Kerajaan Samudera Pasai
Sebagai kerajaan besar, pada kerajaan Samudera Pasai berkembang suatu
kehidupan yang menghasilkan karya tulis yang baik. Beberapa masyarakat berhasil
memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam, untuk menulis karya
mereka dalam bahasa Melayu. Inilah yang kemudian disebut sebagai bahasa
Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara karya tulis tersebut adalah
Hikayat Raja Pasai (HRP).
Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. HRP
menandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara.
Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara buku tasawuf yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya Maulana Abu
Ishak.
- Kondisi Politik Kerajaan Samudera Pasai
Sultan pertama kerajaan ini adalah Malik As-Shaleh, lalu di lanjutkan oleh
anaknya, yaitu Sultan Muhammad Malik Az-Zhahir, yang pada masa pemerintahannya,
Samudera Pasai bisa dikatakan mengalami masa keemasan. Ia berhasil
mempersatukan Kerajaan Peurlak dan Samudera Pasai.
Pusat pemerintahan Kerajaan Samudera Pasai berada di antara sungai
Jambu Air dengan sungai Pasai, Aceh Utara. Dalam struktur pemerintahannya,
terdapat istilah menteri, syahbandar, dan Kadi. Anak-anak sultan digelari Tun
begitupun dengan petinggi-petingi kerajaan.
Adapun mengenai berita dari China, dijelaskan bahwa abad 13, sekitar tahun
1282 M, Sultan Malik as-Shaleh telah mengirim beberapa utusan ke Quilon, India,
dan juga bertemu dengan duta-duta Cina. Diantara nama-nama utusan yang dikirim
adalah Husein dan Sulaiman (nama muslim). Dari keterangan tersebut, dapat
diketahui Samudera Pasai telah ada sekurang-kurangnya pada tahun 1282 M dan
telah melakukan hubungan dengan pihak luar.
Menurut Ibnu Bathutah ketika Ia berkunjung tahun 1346 M ke Sumatera, islam
telah disyiarkan sekitar 1 abad lamanya. Di samping itu, Ia juga mengabarkan
kesalehan, kerendahan hati, dan semangat keagamaan raja dan rakyatnya, dan juga
madzhab yang diyakini, yaitu madzhab Syafi’i.
Saat sultan terkahir memerintah, itulah awal lemahnya Kerajaan Samudera
Pasai, ditandai dengan masuknya Portugis yang berkuasa selama 3 tahun. Tahun
1524, kekuasaan pun jatuh kepada kerajaaan Islam lainnya, yaitu Aceh
Darussalam. Keruntuhan kerajaan ini juga karena serangan Majapahit dan juga
munculnya Kerajaan Melayu di Semenanjung Melayu.
- Kondisi Ekonomi Kerajaan Samudera Pasai
Basis perekonomian kerajaan ini lebih ke pelayaran dan perdagangan.
Ditinjau dari segi geografis, pada saat itu Samudera Pasai merupakan suatu
daerah penghubung antara pusat perdagangan di kepulauan Indonesia, dengan
India, Cina, dan Arab. Pada kerajaan ini juga telah digunakan mata uang sebagai
alat pembayaran yang disebut deureuham (dirham), menandakan bahwa perekonomian
kerajaan ini telah makmur.
Dalam sektor dagang, Samudera Pasai mengandalkan lada sebagai produk
unggulan yang dicari pedagang-pedagang internasional. Masyarakat pada umumnya
sebagai petani yang menanam padi di ladang yang dipanen 2 kali dalam setahun.
Mereka juga beternak sapi perah untuk kemudian menghasilkan susu dan keju.
Runtuhnya Kerajaan Samudera Pasai
Runtuhnya Kerajaan Samudera Pasai ini diakibatkan beberapa pengaruh
internal dan eksternal. Internal kerajaan sebelum masa keruntuhan sering
terlibat pertikaian antar keluarga kerajaan. Perebutan kekuasaan dan jabatan
kerap terjadi. Perang Saudara dan pemberontakan tidak bisa dihindari. Bahkan
Raja saat itu meminta bantuan kepada Raja Melaka untuk meredam pemberontakan.
Namun tidak urung terjadi karena pada tahun 1511 Kerajaan Melaka jatuh
ketangan Portugal. Sepuluh tahun kemudia tepatnya 1521 Portugal menyerang
Kerajaan Samudera Pasai dan runtuhlah kerajaan itu. Tetapi bibit kerajaan masih
ada sehingga tahun 1524 Kerajaan Samudera Pasai menjadi bagian dari Kesultanan
Aceh.
Peninggalan Kerajaan Samudera Pasai
Berikut ini terdapat beberapa peninggalan dari kerajaan samudera pasai,
antara lain:
- Dirham
Zaman dulu Dirham tidak memakai kertas, maka dari itu dirham-dirham yang
ada di Kerajaan Samudera Pasai dibuat dari 70% emas murni 18 karat tanpa
campuran kimia kertas,berdiameter 10 mm dengan 0,6 gram setiap koinnya.
Dirham ini dicetak dengan dua jenis, yakni satu Dirham dan setengah Dirham.
Pada satu sisi dirham atau mata uang emas itu tercetak tulisan Muhammad Malik
Al-Zahir. Sementara di sisi lainnya tercetak tulisan nama Al-Sultan Al-Adil.
Dirham ini banyak digunakan sebagai alat transaski, terutama tanah.
Tradisi mencetak Dirham mas kemudian menyebar ke seluruh Sumatera, bahkan
sampai semenanjung Malaka semenjak Aceh menaklukkan Pasai pada tahun 1524.
- Cakra Donya
Cakra Donya merupakan sebuah lonceng yang bisa dibilang keramat. Cakra
Donya ini merupakan lonceng yang berupa mahkota besi berbentuk stupa buatan
Cina tahun 1409 M. Lonceng ini memilik tinggi 125 cm dan lebar 75 cm. Cakra
sendiri memiliki arti poros kereta, lambang-lambang Wishnu, matahari atau
cakrawala.Sementara Donya berarti dunia.
Pada bagian luar Cakra Donya terdapat sebuah hiasan dan simbol-simbol
berbentuk aksara Arab dan Cina. Aksara Arab tidak dapat dibaca lagi karena
telah aus. Sedangkan aksara Cina bertuliskan Sing Fang Niat Tong Juut Kat Yat
Tjo (Sultan Sing Fa yang sudah dituang dalam bulan 12 dari tahun ke 5).
Intinya, Cakra Donya ini adalah sebuah lonceng impor. Cakra Donya sendiri
merupakan hadiah dari kekaisaran Cina kepada Sultan Samudra Pasai. Kemudian
hadiah lonceng ini dipindahkan ke Banda Aceh sejak portugis berhasil dikalahkan
oleh Sultan Ali Mughayat Syah.
- Naskah Surat Sultan Zainal Abidin
Naskah surat Sultan Zainal Abidin merupakan surat yang ditulis oleh Sultan
Zainal Abidin sebelum meninggal pada tahun 1518 Masehi atau 923 Hijriah. Surat
ini ditujukan kepada Kapitan Moran yang bertindak atas nama wakil Raja Portugis
di India.
Surat ini ditulis menggunakan bahasa arab, isinya menjelaskan mengenai
keadaan Kesultanan Samudera Pasai pada abad ke-16. Selain itu, dalam surat ini
juga menggambarkan tentang keadaan terakhir yang dialami Kesultanan Samudera
Pasai setelah bangsa Portugis berhasil menaklukkan Malaka pada tahun 1511
Masehi.
Nama-nama kerajaan atau negeri yang memiliki hubungan erat dengan Kesultanan
Samudera pasai juga tertulis di dalamnya. Sehingga bisa diketahui pengejaan
serta dan nama-nama kerajaan atau negeri tersebut. Adapun kerajaan atau negeri
yang tertera dalam surat tersebut antara lain Negeri Mulaqat (Malaka) dan
Fariyaman (Pariaman).
- Stempel Kerajaan
Stempel ini diduga milik Sultan Muhamad Malikul Zahir yang merupakan Sultan
Kedua Kerajaan Samudera Pasai. Dugaan tersebut dilontarkan oleh oleh tim
peneliti sejarah kerajaan Islam. Stempel ini ditemukan di Desa Kuta Krueng,
Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara.
Stempel ini berukuran 2×1 centimeter, diperkirakan terbuat dari bahan
sejenis tanduk hewan. Adapun kondisi stempel ketika ditemukan sudah patah pada
bagian gagangnya. Ada pendapat yang mengatakan bahwa stempel ini sudah digunakan
hingga masa pemerintahan pemimpin terakhir Kerajaan Samudera Pasai, yakni
Sultan Zainal Abidin.
Komentar