PENGERTIAN GEJALA SOSIAL
Gejala sosial merupakan masalah sosial yang
mempengaruhi dan di pengaruhi oleh Perilaku manusia di dalam lingkungan
kehidupannya.
Gejala sosial juga merupakan suatu fenomena yang di
dalamnya terdapat beberapa perubahan, dan bahkan beberapa konflik penyatuan
dimensi sosial yang ada pada diri manusia ketika berinteraksi antar sesama
makhluk sosial.
B. FAKTOR –FAKTOR PENYEBAB
GEJALA SOSIAL
Adanya berbagai gejala sosial di masyarakat, dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Faktor kultural merupakan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di
lingkungan masyarakat/komunitas. Ada beberapa contoh gejala sosial berdasarkan
faktor kultural, antara lain kemiskinan, kerja bakti, prilaku menyimpang, dsb.
2.
Faktor struktural merupakan suatu keadaan yang mempengaruhi struktur,
struktur yang dimaksud adalah sesuatu yang disusun oleh pola tertentu. Faktor
struktural dapat dilihat dari pola-pola hubungan antar individu dan kelompok
yang terjalin dilingkungan masyarakat. Contoh gejala sosial yang dipengaruhi
oleh faktor struktural seperti penyuluhan sosial, interaksi dengan orang lain
dsb.
C. MACAM –MACAM GEJALA
SOSIAL
1. Ekonomi
Ekonomi merupakan ilmu
pengetahuan yang berhubunga dengan pendapatan. Tingkat pendapatan yang dimiliki
individu dapat menimbulkan gejala sosial dimasyarakat. Gejala sosial yang
dilihat dari aspek ekonomi sangat berkaitan dengan perekonomian masyarakat.
Bila ada seseorang yang kurang dapat mencukupi kebutuhan, maka akan terjadi
beberapa gejala sosial dilingkungan sekitarnya. Dilihat dari segi ekonomi,
gejala sosial yang terjadi di masyarakat dapat meliputi kemiskinan,
pengangguran, masalah kependudukan dsb.
2. Budaya
Indonesia memiliki
budaya yang beraneka ragam sehingga kita harus saling menghormati budaya lain.
Adanya perbedaan jangan dijadikan sebagai alat pemecah persatuan, melainkan
kita harus bersyukur karena keanekaragaman tersebut dapat menambah kekhasan
budaya indonesia. Keanekaragaman budaya tidak hanya ada di Indonesia, tetapi
setiap negara juga memiliki budaya dengan karakteristik yang berbeda-beda. Kita
juga harus menghormati budaya asing. Keanekaragaman budaya di sekitar kita juga
dapat menimbulkan gejala sosial, misalnya tindakan peniruan budaya asing yang
negatif, kenakalan remaja dsb.
3. Lingkungan alam
Karakteristik gejala
sosial dalam bidang lingkungan alam menyangkut aspek kondisi kesehatan.
Seseorang yang terkena penyakit dapat menimbulka gejala sosial di lingkungannya
sekitarnya. Contoh gejala yang ditimbulkan seperti munculnya, penyakit menular,
pencemaran lingkunngan dll.
4. Psikologis
Prilaku
seseorang/individu dalam kehidupan sehari-hari dipengaruhi oleh aspek
psikologisnya. Bila seseorang mengalami gangguan kejiwaan dapat menimbulkan
gejala sosial dimasyarakat, misalnya disorganisasi jiwa, aliran ajaran sesat
dsb.
D. CONTOH GEJALA SOSIAL DI
MASYARAKAT
1
Kemiskinan
a.
Kemiskinan absolut, yaitu seseorang atau sekelompok orang tidak dapat
memenuhi kebutuhan minimum hidupnya.Dalam sosiologi, kemiskinan merupakan suatu
gejala sosial yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Gejala
sosial ini terjadi diberbagai negara di dunia termasuk Indonesia.
b.
Kemiskinan relatif, yaitu seseorang atau sekelompok orang
dapat memenuhi kebutuhan minimum hidupnya, namun dirinya masih merasa miskin
bila dibandingakan dengan orang lain atau kelompok lain.
Kemiskinan dapat dikarenakan
tidak mampunya seseorang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer. Namun dalam
sosiologi, salah satu faktor penyebab munculnya maslah tersebut karena lembaga
kemasyarakatan tidak berfungsi dengan baik, yaitu lembagakemasyarakatan
dibidang ekonomi. Permasalahan tersebut dapat menyebar kebidang lainnya,
seperti pendidikan, sosial, dsb.
2
Masalah remaja
Masa remaja adalah masa
pencarian jati diri sehingga banyak remaja yang meniru tingkah laku orang lain.
Tindakan remaja bila tidak terkontrol dapat menjadi suatu masalah sosial yang
dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Masalah remaja ini ditandai oleh
adanya keinginan untuk melawan ataupun sikap apatis. Pada masa ini
seharusnya mereka mengenal nilai dan norma-norma yang berlaku dimasyarakat.
Dengan mempelajari norma di masyarakat, diharapkan mereka dapat berprilaku dan
tidak melakukan perbuatan yang menyimpang. Prilaku menyimpang yang dilakukan
oleh remaja dapat beragam, sebagai contoh membolos, mencontek, pelanggaran lalu
lintas dan lain sebagainya.
3
Masalah kependudukan
Indonesia adalah negara
dengan tingkat kepadatan penduduk yang padat. Penduduk merupakan sumber penting
bagi pembangunan. Hal ini dikarenakan penduduk menjadi subjek dan obyek
pembangunan. Dengan adanya pembangunan dapat meningkatkan kesejahteraan
penduduk disuatu negara. kesejahteraan penduduk juga mengalami gangguan yang
dipengaruhi oleh perubahan demografis yang sering sekali tidak dirasakan.
Masalah kependudukan dapat berupa kepadatan penduduk, pemerataan penduduk yang
tidak rata, ledakan penduduk dsb.
E. Dampak Gejala Sosial di
Masyarakat
Terjadinya perubahan sosial-budaya dimasyarakat
merupakan salah satu akibat dari gejala sosial. Dampak gejala sosial ada yang
bersifat positif dan negatif.
1 Dampak positif
Gejala sosial yang ada
di masyarakat harus kita sikapi dengan baik. Bila kita dapat terbuka dan
mengimbangi perubahan sosial-budaya yang ada. Maka perubahan tersebut akan
berdampak positif dan memberikan kita mamfaat. Hal ini dapat dilihat dengan
kemajuan bidang tekhnologi. Dalam bidang tekhnologi kita mengenal tekhnologi
komunikasi, seperi telepon, handphone, telegram, email, dsb. Dengan adanya alat
komunikasi yang modern, maka, maka kita dapat melakukan interaksi jarak jauh
tanpa harus bertemu secara langsung.
2 Dampak negatif
Seseorang yang tidak
dapat menerima perubahan yang terjadi akan mengalami keguncangan culture shock.
Ketidak sanggupan seseorang dalam menghadapi gejala sosial akan membawa kearah
prilaku menyimpang.
A. KESIMPULAN
Gejala sosial merupakan masalah sosial yang
mempengaruhi dan di pengaruhi oleh Perilaku manusia di dalam lingkungan
kehidupannya.
Faktor gejala sosial adalah faktor kultural dan faktor
struktural.
Macam macamnya adalah ekonomi, buadaya, lingkungan alam,
dan psikologis.
Contohnya adalah kemiskinan, masalah remaja, dan
masalah pendidikan.
.1 Pengertian dan Faktor-Faktor
timbulnya pengangguran
a. Pengertian Pengangguran
Pengangguran adalah seseorang yang
tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat
memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan
nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal
yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama.
b. Faktor – Faktor timbulnya
pengangguran
Adapun faktor – faktor yang
mendorong timbulnya pengangguran adalah sebagai berikut :
- jumlah pencari kerja lebih besar
dari jumlah peluang kerja yang tersedia (kesenjangan antara supply and demand).
- kesenjangan antara kompetensi
pencari kerja dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh pasar kerja.
- masih adanya anak putus sekolah
dan lulus tidak melanjutkan yang tidak terserap dunia kerja/berusaha mandiri
karena tidak memiliki keterampilan yang memadai.
- terjadinya pemutusan hubungan
kerja (PHK) karena krisis global.
- terbatasnya sumber daya alam di
kota yang tidak memungkinkan lagi warga masyarakat untuk mengolah sumber daya
alam menjadi mata pencaharian.
2.2 Jenis Dan Macam-Macam
Pengangguran
Pengangguran sering diartikan
sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal.
Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga
macam yaitu :
1. Pengangguran Terselubung
(Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal
karena suatu alasan tertentu.
2. Setengah Menganggur (Under
Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena
tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini
merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
3. Pengangguran Terbuka (Open
Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai
pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat
pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.
Macam-macam pengangguran berdasarkan
penyebab terjadinya dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu :
a. Pengangguran konjungtural (Cycle
Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang
(naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
b. Pengangguran struktural
(Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan
struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran
struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti :
- Akibat permintaan berkurang
- Akibat kemajuan dan pengguanaan
teknologi
- Akibat kebijakan pemerintah
c. Pengangguran friksional
(Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang muncul akibat adanya
ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering
disebut pengangguran sukarela.
d. Pengangguran musiman adalah
pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim
tanam ke musim panen.
e. Pengangguran teknologi adalah
pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia
menjadi tenaga mesin-mesin
f. Pengangguran siklus adalah
pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena
terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan
masyarakat (aggrerat demand).
2.3 Dampak Pengangguran
Penganggur itu berpotensi
menimbulkan kerawanan berbagai kriminal dan gejolak sosial, politik dan
kemiskinan. Selain itu, pengangguran juga merupakan pemborosan yang luar biasa.
Setiap orang harus mengkonsumsi beras, gula, minyak, pakaian, energi listrik,
sepatu, jasa dan sebagainya setiap hari, tapi mereka tidak mempunyai
penghasilan. Bisa kita bayangkan berapa ton beras dan kebutuhan lainnya harus
disubsidi setiap harinya
a. Dampak Pengangguran terhadap
Perekonomian suatu Negara
Tujuan akhir pembangunan ekonomi
suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan
pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus.
Jika tingkat pengangguran di suatu
negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan
pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan.
2.4 Solusi atau Kebijakan –
Kebijakan Mengatasi Masalah Pengangguran
Ketika membahas mengenai
pengangguran, semuanya ini tidak sesuai dengan perundang undangan di Indonesia,
artinya masalah pengangguran yang merupakan masalah sosial bangsa indonesia
masih jauh melenceng dari Undang-Undang Dasar 1945 seperti tercantum dalam
pasal 27 ayat 2 yang berbunyi ”Tiap – tiap warga negara berhak atas penkerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Untuk itu , ada berbagai solusi
atau kebijakan untuk mengatasi masalah pengangguran, yaitu :
1. Pengembangan mindset dan wawasan
penganggur, berangkat dari kesadaran bahwa setiap manusia sesungguhnya memilki
potensi dalam dirinya namun sering tidak menyadari dan mengembangkan secara
optimal. Dengan demikian, diharapkan setiap pribadi sanggup mengaktualisasikan
potensi terbaiknya dan dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik, bernilai
dan berkualitas bagi dirinya sendiri maupun masyarakat luas.
2. Segera melakukan pengembangan
kawasan-kawasan, khususnya yang tertinggal dan terpencil sebagai prioritas
dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi. Ini akan membuka
lapangan kerja bagi para penganggur di berbagai jenis maupun tingkatan. Harapan
akan berkembangnya potensi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
baik potensi sumber daya alam, sumber daya manusia maupun keuangan (finansial).
3. Segera membangun lembaga sosial
yang dapat menjamin kehidupan penganggur. Hal itu dapat dilakukan serentak
dengan pendirian Badan Jaminan Sosial Nasional dengan embrio mengubah PT
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT Jamsostek) menjadi Badan Jaminan Sosial
Nasional yang terdiri dari berbagai devisi menurut sasarannya. Dengan membangun
lembaga itu, setiap penganggur di Indonesia akan tercatat dengan baik dan
mendapat perhatian khusus.
4. Segera menyederhanakan perizinan
karena dewasa ini terlalu banyak jenis perizinan yang menghambat investasi baik
Penanamaan Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi
masyarakat secara perorangan maupun berkelompok.
5. Mengaitkan secara erat (sinergi)
masalah pengangguran dengan masalah di wilayah perkotaan lainnya, seperti
sampah, pengendalian banjir, dan lingkungan yang tidak sehat. Sampah, misalnya,
terdiri dari bahan organik yang dapat dijadikan kompos dan bahan non-organik
yang dapat didaur ulang.
6. Mengembangkan suatu lembaga
antarkerja secara profesional. Lembaga itu dapat disebutkan sebagai job center
dan dibangun dan dikembangkan secara profesional sehingga dapat membimbing dan
menyalurkan para pencari kerja. Pengembangan lembaga itu mencakup, antara lain
sumber daya manusianya (brainware), perangkat keras (hardware), perangkat lunak
(software), manajemen dan keuangan. Lembaga itu dapat di bawah lembaga jaminan
sosial penganggur atau bekerja sama tergantung kondisinya.
7. Menyeleksi Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) yang akan dikirim ke luar negeri. Perlu seleksi lebih ketat terhadap
pengiriman TKI ke luar negeri. Sebaiknya diupayakan tenaga-tenaga terampil
(skilled). Hal itu dapat dilakukan dan diprakarsai oleh Pemerintah Pusat dan
Daerah.
8. Segera harus disempurnakan
kurikulum dan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Sistem pendidikan dan
kurikulum sangat menentukan kualitas pendidikan.
9. Upayakan untuk mencegah
perselisihan hubungan industrial (PHI) dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
10. Segera mengembangkan potensi
kelautan kita. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mempunyai letak
geografis yang strategis yang sebagian besar berupa lautan dan pulau-pulau yang
sangat potensial sebagai negara maritim. Potensi kelautan Indonesia perlu
dikelola lebih baik supaya dapat menciptakan lapangan kerja yang produktif dan
remuneratif.
“Masalah Pendidikan Di Indonesia”
A. Latar Belakang Masalah
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini
dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks
Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat
pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan,
bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara
di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105
(1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas
pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi
Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic
Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya
menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut
survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower
bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh.
Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional
tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan
pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang
mendasar.
Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi
dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi
memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia
berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas
membandingkan kehidupan dengan negara lain.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu
pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh
setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah
menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk
pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber
daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di
negara-negara lain.
Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di
berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal
itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan
sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi
pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data
Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan
sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years
Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah
yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan
dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia
dalam kategori The Diploma Program (DP).
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah
masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih
menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan
khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
(1).
Rendahnya sarana fisik,
(2).
Rendahnya kualitas guru,
(3).
Rendahnya kesejahteraan guru,
(4).
Rendahnya prestasi siswa,
(5).
Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6).
Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7).
Mahalnya biaya pendidikan.
Permasalahan-permasalahan yang tersebut di atas akan menjadi bahan
bahasan dalam makalah yang berjudul “ Rendahnya Kualitas Pendidikan di
Indonesia” ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ciri-ciri pendidikan di Indonesia?
2. Bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia?
3. Apa saja yang menjadi penyebab rendahnya kualitas pendidikan di
Indonesia?
4. Bagaimana solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan
pendidikan di Indonesia?
A. Ciri-ciri Pendidikan di Indonesia
Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas
dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud
di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan
bangsa Indonesia.
Aspek ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui
pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui
ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama di
asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui
radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui media itu
akan berintegrasi dalam rohani para siswa/mahasiswa.
Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau
perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka
pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal,
pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
B. Kualitas Pendidikan di Indonesia
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin
memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan
murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat
mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten.
Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau
kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya
menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman
yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji
guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di
Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.
Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya
pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun,
bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu
terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang
menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada
umumnya, antara lain guru dan sekolah.
“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung
Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).
C. Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
1. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan
peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai
tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru,
instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan
pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi
pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya
adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran
dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal”
apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam
proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita
menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai
jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai
hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia.
Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting
adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap
hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan
efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai
kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan
sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.
Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai
kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan
menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta
didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya.
Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah
gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas
pendidikan di Indonesia.
2. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi
kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah,
buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar,
pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak
sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak
memiliki laboratorium dan sebagainya.
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat
146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang
kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12%
berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak
201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan
angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada
umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan
persentase yang tidak sama.
3. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru
belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya
sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan
pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak
layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun
2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya
21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99%
(swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang
layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru
itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta
guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas.
Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan
diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503
guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan
tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48%
berpendidikan S3).
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu
keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan
dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil
sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas
guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat
kesejahteraan guru.
4. Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya
kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru
Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru
menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata
guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru
honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan
seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan.
Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi
tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan
sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan
dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan
hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan
yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang
melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta
penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat
pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah
lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih
sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak
70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk
menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen
(Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).
5. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas
guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak
memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa
Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic
and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking
ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44
negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di
bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for
Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang
kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang
berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia
hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan
negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.
Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992),
studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational
Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV
SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD:
75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7
(Indonesia).
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi
bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian
yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa
menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science
Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara
peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk
IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia
Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas
terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan
ke-75.
6. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk
menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam
bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga
Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain
kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan
pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia
pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana.
Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu
disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas.
Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu
berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat
implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan
anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah.
Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah,
dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara
terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum
Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk
Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan
perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung
jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya
tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik
Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan
pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya
pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan
publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran
utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap
tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor
yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana
pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan.
Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam
APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah
memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan
Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP
tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya,
terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan
pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk
badan hukum pendidikan.
Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk
diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network
for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan
privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi
pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke
pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan
sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya
setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses
rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi
dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang
kaya dan miskin.
Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia,
privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang
sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan
Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana
memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum
pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku
untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.
Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status
menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa
pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di
Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang
lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah.
Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak
harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya?
Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya
memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan
pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah
dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan
bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
D. Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua
solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem
sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem
pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem
pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi
kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan
peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan
pendidikan.
Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut
perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan
mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang
ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam
atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini
wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan
bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang
berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan
masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada
upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas
guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi
solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.
Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas
dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana
pendidikan, dan sebagainya.
A.
Kesimpulan
Kualitas pendidikan di Indonesia memang masih sangat rendah bila di
bandingkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara lain. Hal-hal yang
menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas, efisiensi, dan standardisasi
pendidikan yang masih kurang dioptimalkan. Masalah-masalah lainya yang menjadi
penyebabnya yaitu:
(1).
Rendahnya sarana fisik,
(2).
Rendahnya kualitas guru,
(3).
Rendahnya kesejahteraan guru,
(4).
Rendahnya prestasi siswa,
(5).
Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6).
Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7).
Mahalnya biaya pendidikan.
Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara
lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem
pendidikan, dan meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa.
METODE PENELITIAN
1.1 Pendekatan
Penelitian
Penelitian
tentang “Dampak Game Online Terhadap Perilaku Remaja” dilakukan dengan metode
kualitatif. Metode kualitatif adalah metode yang dilakukan dengan mengumpulkan
data yang sukar diukur dengan angka atau dengan matematis, meskipun kejadian
tersebut nyata dalam masyarakat. Yang tergolong dalam metode studi kasus . Alat
yang digunakan adalah wawancara dengan beberapa remaja yang sering menggunakan
game online dalam waktu lama.
1.2 Lokasi
penelitian
Lokasi penelitian di “Jambul Net” yang terletak di Jalan
Raya Pangkah-Balamoa. Penelitian dilakukan pada hari Kamis, 1 Mei 2014 pukul
12.15 WIB. Penelitian dilakukan dengan mewawancarai gamers. Pada saat itu
kondisi warnet sangat ramai oleh para gamers yang rata-rata remaja dan
anak-anak.
3.3 Fokus
penelitian
Penelitian ini merupakan usaha memahami dampak
kecanduan game online terhadap perilaku remaja. Sehingga yang menjadi fokus
penelitian adalah bagaimana game online mempengaruhi perilaku remaja. Remaja
dijadikan objek penelitian ini karena penggemar game online umumnya adalah
remaja. Remaja merupakan masa transisi dimana pada masa ini sangat rentan
terhadap berbagai pengaruh dari luar salah satunya adalah teknologi.
3.4 Sumber data
Dalam
penelitian ini, yang dijadikan narasumber adalah remaja.Remaja yang sedang
bermain game online diwawancarai dengan berbagai pertanyaan yang merujuk pada
pengaruh game online terhadap perilaku siswa. Wawancara dilakukan pada siang
hari Kamis, 1 Mei 2014 saat warnet penuh oleh gamers yang terdiri dari remaja
dan anak-anak karena hari libur.
3.5 Teknik
pengumpulan data
Pada
penelitian ini, peneliti melakukan observasi di lapangan. Pertama-tama data
diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap beberapa orang yang dijadikan
sampel penelitian.Kemudian hasil wawancara dari beberapa smpel dilihat dan
dianalisis untuk mengambil kesimpulan.
3.6 Faliditas
data
Kebenaran
data dalam penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan. Sumber-sumber data
diperoleh dari penelitian langsung di lapangan dengan objek penelitian yaitu
remaja.
3.7 Teknis
analisis data
Pada
hakikatnya analisis data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan, memberi kode atau tanda, dan mengkategorikannya sehingga
diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus atau masalah yang ingin dijawab. Melalui
serangkaian aktivitas tersebut, data kualitatif yang biasanya berserakan dan
bertumpuk-tumpuk bisa disederhanakan untuk akhirnya bisa dipahami dengan mudah.
Analisis
yang kami gunakan adalah analisis tema kultural. Analisis Tema Kultural atau
Discovering Cultural Themes adalah analisis dengan memahami gejala-gejala yang
khas dari analisis sebelumnya. Analisis ini mencoba mengumpulkan sekian banyak
tema, fokus budaya, nilai, dan simbol-simbol budaya yang ada dalam setiap
domain. Selain itu, analisis ini berusaha menemukan hubungan-hubungan yang
terdapat pada domain yang dianalisis, sehingga akan membentuk satu kesatuan
yang holistik, yang akhirnya menampakkan tema yang dominan dan mana yang kurang
dominan. Pada tahap ini yang dilakukan oleh peneliti adalah: (1) membaca secara
cermat keseluruhan catatan penting, (2) memberikan kode pada topik-topik
penting, (3) menyusun tipologi, (4) membaca pustaka yang terkait dengan masalah
dan konteks penelitian. Berdasarkan seluruh analisis, peneliti melakukan rekonstruksi
dalam bentuk deskripsi, narasi dan argumentasi. Sekali lagi di sini diperlukan
kepekaan, kecerdasan, kejelian, dan kepakaran peneliti untuk bisa menarik
kesimpulan secara umum sesuai sasaran penelitian.
3.8 Prosuder
penelitian
Prosedur penelitian adalah
angkah-langkah atau urutan-urutan yang harus dilalui atau dikerjakan dalam
suatu penelitian.
Tahapan Prosedur Penelitian:
·
Mendefinisikan
dan Merumuskan Masalah
·
Melakukan
Studi Kepustakaan (Studi Pendahuluan)
·
Merumuskan Hipotesis
·
Menentukan
Model atau Desain Penelitian
·
Mengumpulkan
Data
·
Mengolah dan
Menyajikan Informasi
·
Menganalisis
dan Menginterpretasikan
·
Membuat
Kesimpulan
·
Membuat
Laporan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada
hakikatnya sebuah penelitian dilakukan untuk menemukan sesuatu yang belum ada
sebelumnya (mengungkapkan kebenaran sebagai manifestasi rasa/ hasrat ingin tahu
manusia), menguji kebenaran suatu ilmu pengetahuan yang sudah ada untuk diuji
sekali lagi karena data-data atau kesimpulan diragukan kebenarannya atau
mengembangkan, memperluas, dan menggali lebih dalam suatu teori atau
problematika leilmuan menjadi lebih dalam.
Pemilihan
tema penelitian merupakan kunci atau langkah awal dalam sebuah penelitian. Pengaruh
game online terhadap perilaku remaja merupakan sebuah tema yang dipilih karena
peneliti ingin membuktikan adanya keterkaitan antara kecanduan game online
terhadap perilaku remaja.
Seperti yang
kita ketahui, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membawa dampak yang
luar biasa dalam kehidupan. Kejelian untuk memilih mana yang baik dan buruk
mutlak diperlukan agar tidak terbawa arus yang negatif. Sayangnya usia remaja
dikenal rentan terhadap berbagai tantangan teknologi. Kelabilan cara berfikir demi
kepuasan semata kerap kali menyeret remaja pada kesenangan yang bila dibiarkan
terus menerus akan menimbulkan kecanduan.
Penelitian
ini dilakukan di warnet “Jambul-Net” di Jalan Raya Pangkah-Balamoa. Warnet yang
berdiri kurang lebih setahun yang lalu ini tampak ramai pada hari Kamis, 1 Mei
2014 karena hari itu bertepatan dengan hari libur nasional memperingati Hari
Buruh Nasional. Meskipun kondisi warnet saat itu sangat ramai hingga hanya ada
satu kursi tersisa, namun sangat sulit untuk mewawancarai gamers yang sedang
asyik bermain game online.
Dari
beberapa sampel yang diwawancarai peneliti, seorang gamers setidaknya
membutuhkan waktu rata-rata 5-6 jam sehari untuk bermain game. Bisa dibayangkan
bila waktu ini dapat digunakan untuk kegiatan positif lainnya yang bermanfaat.
Bila ditelisik lebih lanjut, hal ini jelas mengurangi jam belajar remaja gamers
yang notabene masih seorang peserta didik. Kesenangan bermain game yang
melenakan membuat remaja lupa waktu belajar.
Salah
seorang sampel yaitu Farid Farhani menuturkan “kalo ngegame sehari bisa 5 jam kalo libur, kalo hari biasa juga 5 jam”.
Dari dua
orang remaja SMA yaitu Farid Farhani dan Riski Syarif Ananda yang diwawancarai
peneliti, mereka mengatakan bahwa kebiasaan bermain game online ini mereka
mulai sejak Sekolah Dasar. Jadi, game online sudah melekat dalam keseharian
mereka selama kurang lebih 4 tahun. Dan dalam kurun waktu itu, waktu yang
dibutuhkan adalah 5-6 jam sehari. Bisa dibayangkan, waktu yang sangat berharga
itu terbuang sia-sia hanya karena bermain game. Hal ini jelas mengurangi
aktivitas peserta didik karena rasa malas melakukan hal-hal lain selain game.
Farid
Farhani menuturkan “suka ngegame sejak
SD, kelas 5.” Dan Riski Syarif Ananda menuturkan “ngegame sejak SD, kelas 6.”
Seperti yang
dikemukakan S. Evangeline I. Suaidy yang dikutip dari Google bahwa Adiksi Game
Online sama dengan Narkoba.1. "Semua
orang butuh kesenangan, misalnya kita makan coklat, relaksasi, atau
mendengarkan musik. Ketika kita senang pasti akan muncul dopamin," kata
Eva.
Dopamin
merupakan hormon atau zat kimia yang terkait hubungannya dengan kesenangan dan
kecanduan. Hormon tersebut dilepaskan saat seseorang merasa dalam kondisi
senang. Stimulus dari hormon ini dapat mengakibatkan adiksi, seperti adiksi
napza, bahkan game online.
"Adiksi
napza sama dengan game online. Karena game itu ada di rumah atau ponsel
masing-masing," lanjutnya.
Jika
biasanya seseorang main game online hanya main satu jam, setelah beberapa
minggu atau bulan dia merasa kurang jika bermain satu jam, butuh waktu lebih
lama lagi.
"Buat
orang adiksi game, game itu sama pentingnya membuat dengan membuat PR dan
sekolah."
Kebiasaan
bermain game online bukan muncul karen tiba-tiba. Beberapa gamers mengatakan
bahwa yang mereka rasakan tanpa bermain game antara lain merasa sepi karena
tidak ada hiburan. Jemari yang biasanya gesit memainkan tombol-tombol pada
keyboard dan mouse mungkin terasa ada sesuatu yang hilang bila tidak bermain
game.
M. Putra S.
P. menuturkan “kalo nggak ngegame biasa
ajah sih, tapi ada lah yang kurang dikit”. Farid Farhani menuturkan “kalo nggak ngegame itu rasanya galau, merasa
kehilangan, kangen lah sama game”.
Peran orang
tua juga tidak luput dalam mempengaruhi kebiasaan remaja bermain game. Faktor
orang tua yang bekerja di luar rumah tentu sangat mempengaruhi. Kurangnya
kontrol terhadap kegiatan apa saja yang dilakukan remaja membuat remaja merasa
leluasa. Padahal bimbingan orang tua diharapkan dapat menjadi pengendali
kebiasaan remaja dalam bermain game.
Tiga orang
sampel yaitu Dhika S., Farid Farhani, dan Riski Syarif A. yang peneliti
wawancarai menuturkan bahwa mereka kerap kali dimarahi orang tua karena terlalu
lama bermain game. Bahkan salah seorang dari mereka mengaku pernah bermalam di
warnet hanya untuk bermain game dan pulang pada padi hari. Ini merupakan salah
satu contoh kenakalan remaja yang dipengaruhi game online.
Riski Syarif
A. Menuturkan “wah sering dimarahin
bahkan pernah nginep di warnet pulangnya pagi”. Sementara Farid Farhani
menuturkan “kalo mainnya kelamaan suka
dimarahin, bahkan waktu SMP suka ngegame tengah malem.”
Kecanduan
bermain game online mengakibatkan pelakunya rela melakukan apa saja demi
memuaskan hasrat bermain game termasuk berbohong pada orang tua. Seorang remaja
menuturkan bahwa dia biasa berbohong dengan alasan belajar bersama padahal
hanya ingin bermain game. Namun, dua orang
lainnya mengatakan mereka tidak berbohong pada orang tua untuk alasan
ngegame.
Dhika S
menuturkan “Ya pernah bohong, bilangnya
mau belajar bersama.”
Remaja yang
sedang bermain game umunya menjadi apatis saat mereka sedang bermain game.
Terbukti saat wawancara hanya beberapa saja yang bersedia diwawancarai. Sisanya
terlalu asik dengan keyboard dan mouse di hadapan mereka.
Kecanduan
game online juga dapat menyebabkan boros. Dua orang sampel mengatakan bahwa
sehari bisa menghabiskan Rp10.000-Rp15.000 untuk bermain game. Bila dihitung,
mereka menghabiska Rp.70.000-Rp105.000 untuk bermain game.
Remaja yang
sudah terjerat game online juga ingin keluar dari jeratan game online. Mereka
menyadari kebiasaan ini mengurangi produktivitas mereka, waktu yang bisa
digunakan untuk kegiatan positif lainnya terbuang sia-sia hanya untuk bermain
game.
Rizki Syarif
A. Menuturkan “ada niatngurangin ngegame,
kira-kira 20 .”
*. Pengertian Tawuran
Dalam kamus bahasa Indonesia “tawuran”dapat diartikan sebagai perkelahian
yang meliputi banyak orang. Sedangkan “pelajar” adalah seorang manusia yang
belajar. Sehingga pengertian tawuran pelajar adalah perkelahian yang dilakukan
oleh sekelompok orang yang mana perkelahian tersebut dilakukan oleh orang yang
sedang belajar.
Tawuran antar pelajar merupakan fenomena sosial yang sudah dianggap lumrah
oleh masyarakat di Indonesia. Bahkan ada sebuah pendapat yang menganggap bahwa
tawuran merupakan salah satu kegiatan rutin dari pelajar yang menginjak usia
remaja. Tawuran antar pelajar sering terjadi di kota-kota besar yang seharusnya
memiliki masyarakat dengan peradaban yang lebih maju. Para pelajar remaja yang
sering melakukan aksi tawuran tersebut lebih senang melakukan perkelahian di
luar sekolah daripada masuk kelas pada kegiatan belajar mengajar. Tawuran
tersebut telah menjadi kegiatan yang turun-temurun pada sekolah tersebut.
Sehingga tidak heran apabila ada yang berpendapat bahwa tawuran sudah membudaya
atau sudah menjadi tradisi pada sekolah tertentu. Kerugian yang disebabkan oleh
tawuran tidak hanya menimpa korban dari tawuran saja, tetapi juga mengakibatkan
kerusakan di tempat mereka melakukan aksi tersebut. Tentunya kebanyakan dari
para pelaku tawuran tidak mau bertanggung jawab atas kerusakan yang mereka
timbulkan. Biasanya mereka hanya lari setelah puas melakukan tawuran. Akibatnya
masyarakat menjadi resah terhadap kegiatan pelajar remaja. Keresahan tersebut
sendiri merupakan kerugian dari tawuran yang bersifat psikis. Keresahan ini
akan menimbulkan rasa tidak percaya terhadap generasi muda yang seharusnya
menjadi agen perubahan bangsa.
Hal ini telah diturunkan dari suatu angkatan ke angkatan di bawahnya.
Permasalahan tawuran kini telah meluas lingkupnya hingga ke hal-hal yang sudah
tergolong dalam lingkup kriminalitas. Hal ini karena dalam sebuah fenomena
sosial pasti terdapat efek beruntun ataupun efek bersamaan. efek yang
ditimbulkan tersebut diantaranya adalah pemerasan, penodongan, pembajakan
angkutan umum hingga ke tindakan penculikan. Namun sayangnya, tindakan ini
masih dianggap sebagai deviance dalam masyarakat. Deviance terjadi apabila
tingkat penyimpangan yang diasosiasikan terhadap keinginan atau kondisi
masyarakat rata-rata telah melanggar batas-batas tertentu yang dapat
ditoleransi sebagai masalah gangguan keamanan dan kenyamanan masyarakat.
Pertanyaan yang akan timbul adalah sudahkah masyarakat memperhatikan apa
yang sebenarnya keinginan mereka sehingga mereka mencari
pelampiasan-pelampiasan yang berujung tindakan anarki ? Apa penyebab mendasar
yang menyebabkan mereka menjadi manusia kasar dan tak bernurani ? Mengapa bisa
terjadi demikian ? Siapa yang harus disalahkan ?
Berbagai pertanyaan itu akan senantiasa timbul dan secara tidak langsung
seolah menyindir masyarakat karena sejatinya masyarakat merupakan bagian dari
mereka. Apabila masyarakat mau sadar sebenarnya sebagai bagian dari lingkungan
yang ada disekitar mereka, seolah memaksa remaja untuk mencari solusi negatif.
Hal itu dikarenakan seringnya masyarakat tidak menghormati dan menghargai
mereka bahkan dengan kata lain sering menyepelekan keberadaan mereka.
Banyak keluarga yang tidak memperhatikan anaknya, banyak sekolah yang hanya
terfokus terhadap kegiatan belajar mengajar saja tanpa memperhatikan sisi
psikologis anak didiknya. Banyaknya masyarakat acuh tak acuh dengan keberadaan
mereka. Hingga bangsa ini yang memperhatikan dunia remaja. Padahal sebenarnya
para remaja hanya ingin diperhatikan, diakui, dihormati, dan dihargai oleh
lingkungan disekitar mereka. Banyak hal yang perlu diperbaiki guna memperbaiki
keadaan yang ada.
Itulah sekilas betapa pentingnya masyarakat tahu bagaimana masalah ini
perlu untuk dikaji. Sehingga diharapkan masyarakat dapat meminimalisir segala
bentuk potensi-potensi yang menimbulkan kejadian tersebut, yang terutama sekali
adalah tawuran antar pelajar.
*. Dampak Negatif Tawuran Bagi Pelaku dan Masyarakat
Kita tahu bahweasanya dampak tawuran tidak hanya pada pelaku tawuran itu
sendiri. Namun akan berpengaruh juga terhadap lingkungan sekitarnya. Ada
beberapa dampak negatif tawuran, diantaranta:
Kerugian fisik, pelajar yang ikut tawuran kemungkinan akan menjadi korban.
Baik itu cedera ringan, cedera berat, bahkan sampai kematian.
Masyarakat sekitar juga terganggu. Contohnya : Rusaknya kendaraan dan rumah
warga yang terkena lemparan batu.
Terganggunya proses belajar mengajar.
Terganggunya ativitas masyarakat.
Menurunnya moralitas dan kualitas pelajar.
Hilangnya perasaan peka, toleransi, tenggang rasa, saling menghormati, dan
saling menghargai.
*. Upaya Menanggulangi Tawuran Pelajar
Ada beberapa cara untuk menangulangi tawuran pelajar, yaitu:
Dengan memandang masa remaja merupakan periode topan dan badai, dimana
gejala emosi dan tekanan jiwa kurang stabil, sehingga perilaku mereka mudah
menyimpang. Maka pelajar sendiri perlu mengisi waktu luangnya dengan kegiatan
yang lebih bermanfaat. Seperti mengikuti kegiatan kursus, berolahraga,
mengikuti kegiatan Ekstrakulikuler, dll.
Lingkungan keluarga juga dapat melakukan pencegahan terjadinya tawuran,
dengan cara :
Mengasuh anak dengan baik, yaitu dengan
Penuh kasih sayang
Penanaman disiplin yang baik
Ajari membedakan yang baik dan buruk
Mengembangkan kemandirian, memberi kebebasan bertanggung jawab
Mengembangkan harga diri anak, menghargai jika berbuat baik atau mencapai
prestasi tertentu
Ciptakan suasana yang hangat dan bersahabat; Hal ini membuat anak rindu
untuk pulang ke rumah.
Meluangkan waktu untuk kebebasan; Orang tua menjadi contoh yang baik dengan
tidak menunjukkan perilaku agresif, seperti memukul, menghina, dan mencemooh.
Memperkuat kehidupan beragama; yang diutamakan bukan hanya ritual
keagamaan, melainkan memperkuat nilai moral yang terkandung dalam agama dan
menerapkannya dalam kehhidupan sehari-hari.
Melakukan pembatasan dalam menonton adegan film yang mengandung tindakan
kekerasan dan melakukan pemilahan permainan video game yang cocok dengan
usianya.
Orang tua menciptakan suasana demokratis dalam keluarga, sehingga anak
memiliki keterampilan sosial yang baik. Karena kegagalan remaja dalam menguasai
keterampilan sosial akan menyebabkan ia sulit menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar. Sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari
pergaulan, cenderung berperilaku normatif (biasanya, asosial ataupun
anti-sosial). Bahkan lebih ekstrem bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa,
kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dsb.
Sekolah juga memiliki peran dalam mengatasi pencegahan tawuran, diantaranya
dengan:
Menyelenggarakan kurikulum pendidikan yang baik adalah yang bisa
mengembangkan secara seimbang tiga potensi, yaitu berfikir, berestetika dan
berkeyakinan kepada tuhan.
Pendirian suatu sekolah baru perlu dipersyaratkan adanya ruang untuk
kegiatan olahraga, karena tempat tersebut perlu untuk menyalurkan agresivitas
dan kreativitas remaja.
Sekolah yang siswanya terlibat tawuran perlu menjalin komunikasi dan
koordinasi yang terpaduuntuk bersama-sama mengembangkan pola penanggulangan dan
penanganan kasus tawuran. Ada baiknya diadakan pertandingan persahabatan atau
acara kesenian bersama di sekolah-sekolah yang siswanya terlibat tawuran.
LSM dan Aparat Kepolisian
LSM disini dapat melakukan kegiatan penyuluhan-penyuluhan di
sekolah-sekolah mengenai dampak dan upaya yang perlu dilakukan agar dapat
menanggulangi tawuran. Aparat kepolisian juga memiliki andil dalam
menanggulangi tawuran dengan cara menempatkan petugas di daerah rawan dan
melakukan razia terhadap siswa yang membawa senjata tajam.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat kita simpulkan bahwa perilaku
menyimpang pelajar adalah kenakalan pelajar yang biasanya dilakukan oleh
pelajar-pelajar yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya,
baik pada saat remaja maupun masa kanak-kanaknya, penyimpangan biasanya dilihat
dari perspektif orang yang bukan penyimpang. Untuk menghargai penyimpangan
adalah dengan cara memahami, bukan menyetujui apa yang dipahami oleh
penyimpang.
Tawuran pelajar dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara lain; adanya
pengaruh teman sepermainan, kegagalan dalam pendidikan, banyaknya waktu luang
yang disia-siakan, pemberian uang saku yang berlebihan, dan pergaulan sex
bebas. Pelajar yang demikian besar kemungkinan untuk melakukan perilaku
menyimpang. Demikian juga dari adanya disorganisasi sosial dalam keluarga yang
dialami oleh pelajar, maka akan melakukan perilaku menyimpang atau tawuran pada
tingkat tertentu. Sebaliknya bagi keluarga yang harmonis dan utuh, maka
kemungkinan anak-anaknya melakukan perilaku menyimpang dalam persentase yg
sangat kecil, apalagi sampai tawuran.
Berdasarkan kenyataan diatas, maka untuk memperkecil tingkat perilaku
penyimpangan atau tawuran pelajar, maka perlu kiranya orangtua menjaga dan
mempertahankan keutuhan keluarga dengan mengoptimalkan fungsi sosial keluarga
melalui program-program kesejahteraan sosial yang berorientasi pada keluarga
dan lingkungannya, pengenalan agama lebih dini dan mengamalkannya di kehidupan
sehari-hari.
Bisa dikatakan bahwa kenakalan remaja seperti halnya tawuran pelajar tidak
bisa dikatakan bahwa semua aspek pendorong berasal dari faktor internal mereka
saja. Namun faktor lingkungan dimana mereka berada juga mempunyai andil besar
dalam memicu seorang pelajar mencari pelampiasan-pelampiasan negatif. Seperti
faktor keluarga yang dipenuhi oleh kekerasan orang tua, faktor sekolah yang
kurang memperhatikan potensi anak-anak didiknya. Sampai faktor masyarakat yang
senantiasa menyepelekan keberadaan mereka.
Untuk menindak lanjuti itu semua sebaiknya masyarakat yang meliputi
keluarga, sekolah, dan masyarakat sadar betapa pentingnya mereka menjaga
kesetabilan remaja dengan memberi ruang yang cukup kepada mereka untuk
berekspresi. Sehingga mereka mendapatkan kenyamanan yang cukup dimana mereka
berada. Pengakuan masyarakat yang selama ini mereka idamkan, sambutan keluarga
yang mereka impikan dan sekolah yang nyaman untuk meningkatkan potensi mereka.
Dengan hal-hal tersebut diharapkan masyarakat bisa membantu menggali
potensi-potensi yang ada guna menciptakan remaja yang kreatif, aktif, produktif
dan berpotensi menjadi generasi penerus yang baik.
.
Penyebab Siswa Malas Belajar
Pada
dasarnya keadaan siswa mampu memahami materi pelajaran dengan baik, asalkan
mereka bisa diperhatikan situasi dan kondisi sewaktu belajarnya. Dengan
strategi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa, maka
proses dan hasil pembelajaran akan tercapai dengan baik. Yang harus
diperhatikan oleh guru dalam hubungannya dengan kegiatan pembelajaran adalah
kondisi dan lingkungan belajar di mana siswa itu berada. Ini sangat menentukan
sekali, maka dalam hal ini bagi guru harus menjadi fokus perhatian sebelum dan
sesudah kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
Hal yang
membuat siswa malas belajar :
1. Gurunya
lebih sering marah-marah dibanding mengajar
2. Sebutan guru
killer membuat sebagian siswa tidak senang dengan gurunya sehingga malas
belajar pada mata pelajaran tersebut
3. Guru tidak
ramah
4. Guru jarang
memperhatikan siswanya
5. Siswa tidak
memahami makna dari suatu mata pelajaran
Sebagai guru dalam melaksanakan
tugas dan kewajibannya tidak hanya mengajar untuk menyampaikan materi pelajaran
saja. Menyampaikan materi sesuai dengan program tanpa memperhatikan kondisi
siswa pada saat mereka menerima pelajaran tersebut. Bisa saja dengan materi
yang sama disampaikan dengan kondisi siswa yang berbeda akan diterima dengan hasil
yang berbeda. Pada saat siswa sakit atau sedang jengkel atau marah, pelajaran
diterimanya dengan malas. Sebelum guru menghadapi siswa, dia harus
memperhatikan kondisi siswa tersebut. Tidak asal tersampaikannya materi
pelajaran sesuai target yang ingin dicapainya.
B.
Guru Sebagai Media Motivasi
Guru tidak
hanya mengajarkan kita tentang pelajaran-pelajaran di sekolah, guru juga
mendidik dan membina siswa dalam membangun kepribadian siswa. Coba bayangkan,
apabila seorang guru seperti sang motivator terkenal “Mario Teguh” maka pasti
tidak ada yang malas belajar apalagi meninggalkan kelas. Pada umumnya siswa
senang belajar karena guru mata pelajaran tersebut yang disenangi sehingga mata
pelajarannya pun juga ikut disenangi. Apabila gurunya selalu murah senyum,
penuh canda tawa, dan juga membuktikan dirinya bahwa ia bisa jadi panutan, maka
siswa akan meresponnya dengan baik sehingga siswa percaya dengan guru tersebut
dan siap mengikuti mata pelajaran yang ia bawakan.
Guru
sebagai media motivasi para siswa harus lebih kreatif dalam proses
pembelaran. Contohnya sang guru harus menghubungkan materi yang ia bawakan
dengan kehidupan tokoh-tokoh yang berhasil dalam suatu bidang agar siswa dapat
lebih baik mencerna pelajaran dengan bukti yang konkrit seperti yang dipaparkan
sang guru. Guru juga perlu memaparkan bahwa dasar dari kesuksesan itu adalah
belajar.
C.
Cara Mengajar Efektif
Mengajar adalah suatu seni. Guru yang cakap mengajar dapat merasakan bahwa
mengajar di mana saja adalah suatu hal yang menggembirakan, yang membuatnya melupakan
kelelahan. Selain itu guru juga dapat mempengaruhi muridnya melalui
kepribadiannya. Guru yang ingin murid-muridnya mengalami kemajuan, perlu
mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap teori dan praktek mengajar sehingga
ia dapat terus-menerus meningkatkan cara mengajar. Sepuluh jenis prinsip dasar
dalam cara mengajar yang disajikan di bawah ini, dapat dipakai sebagai petunjuk
oleh para pengajar guna meningkatkan cara mengajar mereka.
Menguasai Isi Pengajaran. Hukum yang pertama dalam teori
“Tujuh Hukum Mengajar” dari John Milton Gregory berbunyi: “Guru harus
mengetahui apa yang diajarkan.” Jika guru sendiri mengetahui dengan jelas inti
pelajaran yang akan disampaikan, ia dapat meyakinkan murid dengan wibawanya, sehingga
murid percaya apa yang dikatakan guru, bahkan merasa tertarik terhadap
pelajaran.
Mengetahui dengan Jelas Sasaran Pengajaran. Pengajaran
yang jelas sasarannya membuat murid melihat dengan jelas inti dari pokok
pelajaran itu. Mereka dapat menangkap seluruh liputan pelajaran, bahkan
mengalami kemajuan dalam proses belajar. Empat macam ciri khas yang harus
diperhatikan pada saat memilih dan menuliskan sasaran pengajaran: 1. Inti dari sasaran harus disebutkan
dengan jelas. 2. Ungkapan
penting dari sasaran harus bertitik tolak dari konsep murid. 3. Sasaran harus meliputi hasil
belajar. 4. Hasil
sasaran yang dapat dicapai. Contoh: Contoh-contoh di atas telah menjelaskan empat macam
hasil belajar yang berbeda: pengetahuan, pengertian, sikap, dan ketrampilan.
Utamakan Susunan yang Sistematis. Pengajaran
yang tidak bersistem bagaikan sebuah lukisan yang semrawut, tidak memberikan
kesan yang jelas bagi orang lain. Tidak adanya inti, tidak tersusun, tidak
sistematis, akan sulit dipahami dan sulit diingat. Oleh sebab itu inti
pengajaran harus disusun dengan teratur dan sistematis.
Banyak Gunakan Contoh Kehidupan. Pada saat mengajar, seringlah menggunakan contoh atau perumpamaan
kehidupan sehari-hari atau yang pernah dialami misalnya dalam perdagangan, rental, nilai uts / uas,
dan lain sebagainya. Contoh kehidupan adalah jembatan antara kebenaran
ilmu dan dunia nyata.
Cakap Menggunakan Bentuk Cerita. Bentuk
cerita tidak hanya diutarakan dengan kata-kata, namun juga boleh dicoba dengan
menambahkan gerakan-gerakan, yang memperdalam kesan murid. Bentuk yang paling
lazim adalah menggunakan perumpamaan untuk menjelaskan kebenaran.
Menggunakan Panca Indera Murid. Penggunaan
bahan pengajaran yang berbentuk audio visual berarti menggunakan panca indera
murid. Bahan pengajaran audio visual bukan saja cocok untuk Sekolah Minggu
anak-anak, juga untuk Sekolah Minggu pelbagai usia. Ensiklopedia adalah buku
yang sering dipakai oleh para ilmuwan, namun di dalamnya terdapat banyak
penjelasan yang menggunakan gambar-gambar. Itu berarti bahwa para ilmuwan pun
perlu bantuan gambar untuk mengadakan penelitian. Para ahli pernah mengadakan
catatan statistik selama 15 bulan, sebagai hasilnya mereka mendapatkan
persentase dari isi pelajaran yang masih dapat diingat oleh murid: bagi murid
yang hanya tergantung pada indera pendengaran saja masih dapat mengingat 28%,
sedangkan bagi murid yang menggunakan indera pendengaran ditambah dengan indra
penglihatan dapat mengingat 78%.
Melibatkan Murid dalam Pelajaran. Melibatkan
murid dalam pelajaran dapat menambah ingatan mereka, juga motivasi dan
kegemaran mereka. Cara itu dapat menghilangkan kesalahpahaman yang mungkin
terjadi ditengah pertukaran pikiran antara guru dan murid, selain mengurangi
tingkah laku yang mengacau. Misalnya: biarkan murid menggunakan kata-katanya
sendiri untuk menjelaskan argumentasi atau pendapatnya; biarlah murid menggali
dan menemukan hubungan antar konsep yang berbeda, biarlah murid bergerak
sebentar. Jika murid sibuk melibatkan diri dengan pelajaran, maka tidak ada
peluang lagi untuk mengacau atau membuat ulah.
Menguasai Kejiwaan Murid. Guru yang ingin memberikan pelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan murid, tentu harus memahami perkembangan jiwa
murid pada setiap usia. Ia juga harus mengetahui dengan jelas kebutuhan dan
masalah pribadi mereka. Pengertian antara guru dan murid adalah syarat utama
untuk komunikasi timbal balik. Komunikasi yang baik dapat membuat penyaluran
pengetahuan menjadi lebih efektif.
Gunakanlah Cara Mengajar yang Hidup. Sekalipun
memiliki cara mengajar yang paling baik, namun jika terus digunakan dengan
tidak pernah diubah, maka cara itu akan hilang kegunaannya dan membuat murid
merasa jemu. Cara yang terbaik adalah menggunakan cara mengajar yang bervariasi
dan fleksibel, untuk menambah kesegaran.
Menjadikan Diri Sendiri Sebagai Teladan. Masalah umum
para guru adalah dapat berbicara, namun tidak dapat melaksanakan. Pengajarannya
ketat sekali, namun kehidupannya sendiri banyak cacat cela. Cara mengajar yang
efektif adalah guru sendiri menjadikan diri sebagai teladan hidup untuk
menyampaikan kebenaran, dan itu merupakan cara yang paling berpengaruh.
Kewibawaan seseorang terletak pada keselarasan antara teori dan praktek.
Jikalau guru dapat menerapkan kebenaran yang diajarkan pada kehidupan
pribadinya, maka ia pun memiliki wibawa untuk mengajar.
D.
Metode Pembelajaran
Metode
pembelajaran atau strategi mengajar adalah suatu cara menyampaikan
pesan yang terkandung dalam kurikulum. Metode harus sesuai dengan materi yang
akan disampaikan. Metode pembelajaran ini, menjawab pertanyaan “how” yaitu
bagaimana menyampaikan materi atau isi kurikulum kepada siswa secara efektif.
Oleh karenanya, walaupun metode pembelajaran adalah komponen yang kecil dari
perencanaan pengajaran (instructional plan), tetapi memiliki peran dan fungsi
yang sangat penting dalam proses belajar itu sendiri. Karena dengan ini,
memperkecikl peluang siswa untuk malas belajar.
Metode yang
digunakan guru dalam mengajar disekolah :
1. Metode Ceramah
Metode ceramah yaitu sebuah metode
mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada
sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Muhibbin Syah, (2000).
Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis
untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan
literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa.
Metode ini berbentuk penjelasan konsep, prinsip dan fakta pada akhir
perkuliahan ditutup dengan Tanya jawab antara dosen dan mahasiswa.
2. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah suatu
metode dimana guru menggunakan atau memberi pertanyaan kepada murid dan murid
menjawab, atau sebaliknya murid bertanya pada guru dan guru menjawab pertanyaan
murid itu. ( Soetomo, 1993 :150 )
Metode tanya jawab merupakan cara
penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab terutama dari
guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru (Syaiful Bahri
Djamarah 2000: 107). Metode ini dipandang lebih baik dari pada metode
pembelajaran konvensional yaitu metode ceramah. Alasannya karena metode ini
dapat merangsang siswa untuk berfikir dan berkreativitas dalam proses
pembelajaran. Metode Tanya jawab juga dapat digunakan untuk mengukur atau
mengetahui seberapa jauh materi atau bahan pengajaran yang telah dikuasai oleh
siswa.
3. Metode Diskusi
Muhibbin Syah ( 2000 ),
mendefinisikan bahwa metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat
hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga
disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama
(socialized recitation).
Metode diskusi adalah metode
pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama
metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan,
menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan (
Killen, 1998 ). Karena itu, diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu
argumentasi. Diskusi lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan
keputusan tertentu secara bersama - sama. Metode diskusi dapat pula diartikan
sebagai siasat “penyampaian” bahan ajar yang melibatkan peserta didik untuk
membicarakan dan menemukan alternatif pemecahan suatu topik bahasan yang
bersifat problematis. Guru, peserta didik atau kelompok peserta didik memiliki
perhatian yang sama terhadap topik yang dibicarakan dalam diskusi.
Ada beberapa kelebihan metode
diskusi, manakala diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar.
• Metode diskusi dapat merangsang
siswa untuk lebih kreatif, khususnya dalam memberikan gagasan dan ide - ide.
• Dapat melatih untuk membiasakan
diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap permasalahan.
• Dapat melatih siswa untuk dapat
mengemukakan pendapat atau gagasan secara verbal. Di samping itu, diskusi juga
bisa melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain.
Selain beberapa kelebihan, diskusi
juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya :
• Sering terjadi pembicaraan dalam
diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa yang memiliki keterampilan
berbicara.
• Kadang - kadang pembahasan dalam
diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi kabur.
• Memerlukan waktu yang cukup
panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan yang direncanakan.
• Dalam diskusi sering terjadi
perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang tidak terkontrol. Akibatnya,
kadang-kadang ada pihak yang merasa tersinggung, sehingga dapat mengganggu
iklim pembelajaran.
4. Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah metode
penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan
kegiatan belajar. Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu
banyak, sementara waktu sedikit. Metode pemberian tugas adalah cara dalam
proses belajar mengajar dengan jalan memberi tugas kepada siswa. Tugas-tugas
itu dapat berupa mengikhtisarkan karangan, (dari surat kabar, majalah atau buku
bacaan) membuat kliping, mengumpulkan gambar, perangko, dan dapat pula menyusun
karangan.
Metode Demonstrasi. Menurut Muhibbin
(2000) Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan
barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara
langsung maupun melalui penggunaan media pembelajaran yang relevan dengan pokok
bahasan atau materi yang sedang disajikan. Menurut Syaiful Bahri Djamarah
(2000) Metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan
sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan
pelajaran.
5. Metode Eksperimen
Metode eksperimen menurut Syaiful
Bahri Djamarah (2000:95) adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa
melakukan percobaan dengan mengalami sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam
proses belajar mengajar, dengan metode eksperimen, siswa diberi kesempatan
untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses,
mengamati suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu. Dengan demikian, siswa
dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu
hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan dari proses yang dialaminya itu.
Kelebihan metode penemuan
• Dapat membangkitkan kegairahan
belajar pada diri siswa
• Teknik ini mampu memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kampuan
masing-masing
• Teknik ini mampu membantu siswa
mengembangkan, memperbanyak kesiapan serta penguasaan ketrampilan dalam proses
kognitif atau pengarahan siswa
• Siswa memperoleh pengetahuan yang
bersifat sebagai sangat pribadi atau individual sehingga dapat kokoh/mendalam
tertinggal dalam jiwa siswa tersebut
Kelemahan metode penemuan
• Ada yang berpendapat bahwa proses
mental ini terlalu meningkatkan proses pengertian saja
• Teknik ini tidak memberikan
kesempatan berfikir secara kreatif
• Para siswa harus ada kesiapan dan
kematangan mental
• Bila kelas terlalu besar
penggunaan teknik ini kurang berhasil
• Bagi guru dan siswa yang sudah
biasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional akan kecewa bila diganti
dengan teknik penemuan
E.
Mengatasi Kemalasan Belajar Siswa
Siswa yang sedang malas belajar biasanya mereka berpikir bahwa untuk apa
saya belajar hal ini. Maka dari itu guru perlu memberikan arahan yang
baik seperti :
1. Memberi
sentuhan pada titik peka anak. Pada kondisi anak malas belajar, sebagai
orangtua sekaligus sebagai pendidik bagi anak harus memiliki kesabaran untuk
memulai menyentuh titik peka anak dengan memberi perhatian khusus pada hal-hal
yang amat menarik perhatian anak. Hal ini perlu dilakukan untuk memperoleh tanggapan
dan perhatian anak. Dengan demikian anak tentunya akan terbuka menerima
pendapat dengan perasaan senang dan gembira, bebas dari perasaan tertekan,
takut dan terpaksa. Pada akhirnya anak akan menerima pemahaman, betapa penting
dan dibutuhkan proses belajar untuk mencapai tujuan (memperoleh keperkasaan
menurut daya nalarnya). Dalam hatinya pun tergerak untuk melakukan dan
merencanakan kegiatan belajarnya. Hanya saja di sini dibutuhkan kesabaran kita
untuk melakukan pendekatan kepada anak.
2. Anak malas
belajar harus dibangkitkan nilai plus anak. Satu pengharapan orangtua tentunya
menginginkan anak itu terpacu semangatnya untuk belajar. Anak belajar atas
inisiatif, kesadaran sendiri dan proses belajar itu sudah menjadi suatu
kesadaran kebutuhannya untuk mencapai suatu kecakapan khusus serta ingin
menonjolkan kelebihan-kelebihannya lebih dari yang lainnya. Untuk menyentuh
perasaan atau keinginan bawah sadar anak agar dirinya merasa “tertantang” untuk
melakukan sesuatu yang positif, kita dapat mengambil contoh dari tokoh film
herois dan tokoh dunia yang sukses. Kita dapat mengungkapkan, bahwa untuk
menjadi orang yang sukses dibutuhkan perencanaan belajar, cara-cara belajar
yang baik, tahu apa yang hendak dipelajari dan tahu menerapkan apa yang
dipelajari, sehingga tertanam pemahaman belajar yang bukan asal belajar.
3. Mengembangkan
cita-cita anak. Anak malas belajar harus di dorong agar memiliki
cita-cita hidup sesuai dengan taraf perkembangan daya nalarnya dan usianya
untuk itu kita harus aktif berperan dalam proses ini. Cita-cita anak selalu
berubah sesuai dengan perkembangan usia dan daya nalar anak. Kita dapat memberi
contoh agar anak mau mengembangkan imajinasi dirinya atau mengidentifikasikan
dirinya jika sudah dewasa ingin menjadi apa dirinya. Dengan terpatrinya sebuah
cita-cita hidup dalam hati nurani anak, akan menumbuhkan motivasi instrinsik
pada diri anak untuk lebih giat belajar dan lebih terbuka untuk mengembangkan
perencanaan belajarnya.
4. Menentukan
waktu belajar anak yang tepat. Jika anak telah sadar dan tergerak hatinya untuk
melakukan kegiatan belajar kesempatan yang baik ini jangan kita sia-siakan.
Anak malas belajar harus kita arahkan untuk menentukan kapan waktu belajarya.
Hal-hal yang perlu diperhitungkan dalam menentukan waktu belajar anak di rumah,
antara lain: sesuai dengan keinginan anak, jangan berbenturan dengan waktu
keinginan-keinginan lain yang dominan pada anak, seperti ingin menonton film
kartun favoritnya, dan sebagainya. Kondisi fisik dan psikis anak dalam keadaan
fresh (segar) bebas dari rasa lelah, mengantuk, gangguan penyakit, rasa marah
dan sebagainya.
5. Mengembangkan
tujuan belajar. Anak malas belajar agar tahu manfaat dan arah apa yang
dipelajarinya, biasakan belajar dengan bertujuan. Dengan adanya tujuan belajar
akan lebih bermakna, karena anak mengetahui dengan jelas apa yang hendak dipelajari
dan apa yang dikuasainya. Anak pun akan mudah memusatkan perhatian pada
pelajarannya.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada dasarnya keadaan siswa mampu
memahami materi pelajaran dengan baik, asalkan mereka bisa diperhatikan situasi
dan kondisi sewaktu belajarnya. Dengan strategi dan metode pembelajaran yang
sesuai dengan kemampuan siswa, maka proses dan hasil pembelajaran akan tercapai
dengan baik.
Sebagai guru dalam melaksanakan
tugas dan kewajibannya tidak hanya mengajar untuk menyampaikan materi pelajaran
saja. Menyampaikan materi sesuai dengan program tanpa memperhatikan kondisi
siswa pada saat mereka menerima pelajaran tersebut. Bisa saja dengan materi
yang sama disampaikan dengan kondisi siswa yang berbeda akan diterima dengan
hasil yang berbeda. Pada saat siswa sakit atau sedang jengkel atau marah,
pelajaran diterimanya dengan malas. Sebelum guru menghadapi siswa, dia harus
memperhatikan kondisi siswa tersebut. Tidak asal tersampaikannya materi
pelajaran sesuai target yang ingin dicapainya.
Guru
sebagai media motivasi para siswa harus lebih kreatif dalam proses
pembelaran. Contohnya sang guru harus menghubungkan materi yang ia bawakan
dengan kehidupan tokoh-tokoh yang berhasil dalam suatu bidang agar siswa dapat
lebih baik mencerna pelajaran dengan bukti yang konkrit seperti yang dipaparkan
sang guru. Guru juga perlu memaparkan bahwa dasar dari kesuksesan itu adalah
belajar.
B.
Saran
Makalah yang saya susun masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu saya
mengharap kritik dan saran dari para pembaca.
Komentar