MAKALAH Fiqih Muamalah Akad Ijarah & Jualah


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun untuk melaksanakan tugas Fiqh Muamalah. Makalah Ini berjudul “Akad Ijarah & Jualah”. Adapun pembutan makalah ini guna mengetahui produk-produk perbankkan.
Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Saya sebagai penulis memohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruksif dari semua pihak sangat diharapkan demi peningkatan karya ini.



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAT BELAKANG
Dalam perekonomian manusia diharapkan mencari keuntungan dari setiap system yang dijalankan, keuntungan tersebut digunakan untuk memutar modal dalam sebuah perekonomian. Namun, didalam Islam ada aturan yang harus diterapkan dalam mencari keuntungan tersebut. Semisal dalam berakad sebuah transaksi antara penjual dan pembeli, guna mencari keuntungan dikedua belah pihak.
Jenis akad sendiri ada beberapa jenis, dalam makalah ini saya akan membahas tentang Ijarah dan Ja’ulah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Definisi Ijarah dan Jualah
2.      Landasan
3.      Syarat dan Rukun
4.      Perbedaan
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi
1.      Ijarah
Secara bahasa ijarah memiliki arti nama untuk sebuah upah. Sedangkan secara istilah syariat adalah manfaat menurut pandangan syariat maka tidak boleh menyewa uang untuk hiasan. Maksud ‘manfaat yang maklum’ adalah manfaat yang jelas dan dibatasi seperti menyewa orang untuk menjahit baju dengan ukuran dan model tertentu. Maksud ‘bisa untuk diserahkan’ adalah mungkin untuk diserahkan, maka tidak boleh menyewakan Al-Qur’an kepada orang kafir, sebab Al-Qur’an tidak bisa diserahkan kepada orang kafir. Maksud ‘manfaat yang mubah’ adalah manfaat yang tidak haram, maka tidak boleh menyewa alat-alat musik yang diharamkan. (Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cetakan pertama, 2013, halaman 137)

2.      Jualah
Kata الجعالة dari kata الجَعْل  sebagaiman dalam ungkapan Arab أو سَمَّيْتُهُ  جَعَلْتُ الشَئَ (جَعْلًا) صَنَعْتُهُ,  jika mashdarnya dengan harkat damah bermakna upah. Kata الجعالة dibaca dengan kasrah jim,  menurut ahli bahasa huruf jim disini bisa juga berharkat fatah, damah atau kasrah. Secara etimologi dipakaikan untuk sebutan bagi upah yang diberikan pada seseorang atas sebuah pekerjaan.

Secara terminologi bermakna komitmen untuk membayarkan upah dalam jumlah tertentu atas sebuah pekerjaan tertentu atau umum yang sulit mengetahuinya. Sedangkan menurut Maliki bermakna ijarah atas manfaat yang zan diperoleh. Seperti jika ada yang berkata bagi siapa yang bisa mengembalikan hewan saya yang hilang atau menemukan budak saya yang lari, atau siapa yang bisa membangun dinding, atau menggali sumur sampai bertemu air, atau menjahitkan pakaian maka baginya sesuatu.
Sedangkan  menurut ulama Hambali ju`alah adalah sebutan bagi suatu upah yang dijanjikan oleh pihak pertama atas pekerjaan mubah yang dilakukan walaupun perbuatan tersebut umum atau pekerjaan yang membutuhkan waktu, walaupun waktu tersebut tidak dibatasi.
Sedangkan menurut Kompilasi Hukum ekonomi Syariah, ju`alah adalah perjanjian imbalan tertentu dari pihak pertama kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas/pelayanan yang dilakukan oleh pihak untuk kepentingan pihak pertama.

B.     Landasan
1.      Ijarah
Hukum Ijarah shahih adalah tetapnya kemanfaatan bagi penyewa, dan tetapnya upah bagi pekerja atau orang yang menyewakan ma’qud ‘alaih, sebab ijarah termasuk jual-beli pertukaran, hanya saja dengan kemanfaatannya.
Adapun hukum Ijarah rusak, menurut ulama Hanafiyah, jika penyewa telah mendapatkan manfaat tetapi orang yang menyewakan atau yang bekerja dibayar lebih kecil dari kesepakatan pada waktu akad. Ini bila kerusakan tersebut terjadi pada syarat. Akan tetapi, jika kerusakan disebabkan penyewa tidak memberitahukan jenis pekerjaan perjanjiannya, upah harus diberikan semestinya.
Jafar dan Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa Ijarah fasid sama dengan jual-beli fasid, yakni harus dibayar sesuai dengan nilai atau ukuran yang dicapai oleh barang sewaan.
Dasar-dasar hukum ijarah adalah al-Qur’an, al-Sunnah, dan al-Ijma’.
Dasar hukum ijarah dalam al-Qur’an terdapat pada surat at-Thalaq ayat 6
Artinya : ”Dan jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya”

2.      Jualah
Ulama Hanafi melarang akad ju`alah karena mengandung unsur tipuan, yaitu dari segi waktu dan jenis pekerjaan yang dilakukan. Namun ulama Hanafi memberikan pengecualian dalam hal ju`alah terhadap budak yang lepas, itupun dengan syarat-syarat tertentu.
Sedangkan menurut ulama Maliki, Syafi`i dan Hambali akad ju`alah adalah akad yang diperbolehkan dalam syariat Islam, dalil Alquran surat Yusuf ayat 72
Penyeru-penyeru itu berkata: “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya”.
Hal ini ada dalam syariat sebelum Islam dan syariat Islam mengakuinya.Selain itu, hadis riwayat Abu Sa’id Al-Khudriy ra. bahwa sejumlah sahabat Rasulullah Saw. mendatangi sebuah perkampungan Arab. Namun, penduduknya tidak menerima mereka sebagai tamu. Ketika itu, pemimpin mereka digigit ular (atau disengat serangga). Lalu, mereka bertanya, “Apakah di antara kalian ada ahli ruqyah?” Para sahabat menjawab, “Kalian tidak mengakui kami sebagai tamu maka kami pun tidak akan berbuat apa-apa pada kalian, kecuali kalian memberi kami imbalan. Lalu, mereka menjanjikan sejumlah kambing (kira-kira tiga puluh ekor) kepada para sahabat sebagai upah. Seorang sahabat mulai membaca surah Al-Fatihah, kemudian ia mengumpulkan ludahnya dan diusapkan (pada bagian yang luka). Lalu, orang itu sembuh dan mereka pun memberikan sejumlah kambing itu kepada para sahabat. Namun, para sahabat berkata, “Kami tidak akan mengambil kambing-kambing tersebut sampai kami bertanya kepada Rasulullah Saw.” mereka pun menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. Beliau tertawa dan bersabda,“Kalian tahu dari mana bahwa surah itu adalah ruqyah? Ambillah upah tersebut dan berilah aku bagian!”. Dalil berikutnya adalah ijmak ulama Islam terhadap kebolehan akad ju`alah.

C.    Syarat dan Rukun
1.      Ijarah
Ø  Rukun
a.       Mu’jir(orang/barang yang disewa)
Mu’jir adalah orang yang memberikan upah dan yang menyewakan atau mu’jir adalah orang yang menggunakan jasa atau tenaga orang lain untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.
b.      Musta’jir (orang yang menyewa)
Musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu  atau musta’jir adalah orang yang menyumbangkan tenaganya, atau orang yang menjadi tenaga kerja dalam suatu pekerjaan dan mereka menerima upah dari pekerjaannya itu.
c.       Objek transaksi (manfaat)
Pekerjaan dan barang yang akan dijadikan objek kerja harus memiliki manfaat yang jelas, seperti mengerjakan proyek, membajak sawah dan sebagainya.
d.      Sighat (ijab dan qabul)
Sighat merupakan suatu bentuk persetujuan dari kedua belah pihak untuk melakukan ijarah. Ijab merupakan pernyataan dari pihak pertama (mu’jir) untuk menyewakan barang atau jasa. Sedangkan Qabul adalah jawaban persetujuan dari pihak kedua untuk menyewakan barang atau jasa yang dipinjamkan oleh mu’jir.
e.       Imbalan atau Upah
Upah sebagaimana terdapat dalam kamus umum Bahasa Indonesia adalah uang dan sebagainya yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu.
Ø  Syarat
a.       Kedua orang yang berakad harus baligh dan berakal.
b.      Menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah.
c.       Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna.
d.      Objek ijarah boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat.
e.       Manfaat dari objek yang di ijarahkan harus yang dibolehkan agama, maka tidak boleh ijarah terhadap maksiat. Seperti mempekerjakan seseorang untuk mengajarkan ilmu sihir atau mengupah orang untuk membunuh orang lain.
f.        Upah/sewa dalam akad harus jelas dan sesuatu yang berharga atau dapat dihargai dengan uang sesuai dengan adat kebiasaan setempat.

2.      Jaulah
Ø  Rukun
a.       Ja’il adalah pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil pekerjaan (natijah) yang ditentukan.
b.      Maj’ul lah adalah pihak yang melaksanakan Ju’alah.
c.       Sighat (ijab qabul)
d.      Objek
Ø  Syarat
a.       Orang yang menjanjikan upah atau hadiah harus orang yang cakap untuk melakukan tindakan hukum, yaitu: baligh, berakal dan cerdas. Dengan demikian anak-anak, orang gila dan orang yang berada dalam pengampuan tidak sah melakukan Ju’alah.
b.      Upah atau hadiah yang dijanjikan harus terdiri dari sesuatu yang bernilai harta dan jelas juga jumlahnya. Harta yang haram tidak dipandang sebagai harta yang bernilai (Madzhab Maliki, Syafi’I dan Hanbali).
c.       Pekerjaan yang diharapkan hasilnya itu harus mengandung manfaat yang jelas dan boleh dimanfaatkan menurut hukum syara’.
d.      Madzhab Maliki dan Syai’i menambahkan syarat, bahwa dalam masalah tertentu, Ju’alah tidak boleh dibatasi dengan waktu tertentu, seperti mengembalikan (menemukan) orang yang hilang. Sedangkan Madzhab Hanbali membolehkan pembatasan waktu.
e.       Madzhab Hanbali menambahkan, bahwa pekerjaan yang diharapkan hasilnya itu, tidak terlalu berat, meskipun dapat dilakukan berulangkali seperti mengembalikan binatang ternak yang lepas dalam jumlah banyak.

D.    Perbedaan
1.      ju’alah adalah transaksi yang mengikat manakala pekerja mulai melakukan pekerjaannya. Pada saat itu, tidak boleh ada pihak yang membatalkan transaksi secara sepihak. Sedangkan ijarah adalah transaksi yang bersifat mengikat semenjak transaksi diadakan.
2.      alam transaksi ju’alah upah menjadi hak pekerja setelah dia selesai bekerja dan pihak yang mempekerjakannya telah mendapatkan manfaat dari pekerjaan yang dia lakukan. Sedangkan dalam transaksi ijarah, upah atau uang sewa itu telah menjadi hak pihak yang menyewakan manakala pihak yang menyewakan telah memberikan kesempatan kepada pihak penyewa untuk memanfaatkan barang yang menjadi objek transaksi. Upah dalam transaksi ijarah orang itu sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan. Dalam transaksi ijarah uang sewa boleh diserahkan di muka.
3.      di antara syarat sah transaksi ijarah adalah adanya kejelasan jasa dan atau manfaat yang dijual disamping kejelasan masa sewa. Adapun dalam transaksinya tidak disyaratkan harus ada kejelasan masa kerja boleh jadi sebentar, boleh jadi lama semisal transaksi ju’alah untuk mengembalikan hewan yang kabur. Dalam transaksi ju’alah hanya disyaratkan adanya kejelasan jasa atau manfaat yang menjadi objek transaksi. Adapun kejelasan besaran upahnya mengacu kepada upah standar di suatu daerah untuk pekerjaan semacam itu jika terjadi sengketa antara dua orang yang mengadakan transaksi ju’alah.


DAFTAR PUSTAKA
https://infodakwahislam.wordpress.com/2013/04/22/rukun-syarat-ijarah/
http://mala-only.blogspot.co.id/2010/12/jualah.html
http://pengusahamuslim.com/2746-beda-ijarah-dengan-1459.html

https://ruangfarisan.wordpress.com/2017/03/14/akad-jualah/#_ftn5

Komentar

Postingan Populer