Konflik Kerja


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat serta Hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “ Konflik Kerja”.  Makalah  ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia Lanjutan.
Terima kasih kami ucapkan kepada kedua orang tua yang telah memberi motivasi dalam memberi dukungan yang sangat berarti dalam perjalanan perkulihan ini yang telah membantu kami dan akhirnya tersusunnya makalah ini.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurnaOleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami harapkan demi lebih baiknya makalah ini .Sekian yang bisa kami sampaikan. Semoga Makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala urusan kita.
BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
     Setiap kelompok dalam satu organisasi dimana di dalamnya terjadi interaksi antara satu dengan yang lainnya, mempunyai kecenderungan timbulnya konflik yang tidak dapat di hindari. Konflik terjadi karena di satu sisi orang-orang yang terlibat dalam suatu organisasi mempunyai karakter, tujuan, visi, dan misi yang berbeda-beda. Konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam suatu kelompok dan organisasi, konflik tidak dapat di singkirkan tetapi konflik bisa dicegah dan bisa menjadi kekuatan positif dalam suatu kelompok organisasi agar menjadi kelompok dan organisasi berkinerja efektif.  
Karena konflik tidak dapat disingkirkan ,maka untuk mencegah dan mengurangi tingkat konflik dalam suatu organisasi ,maka diadakannya sistem kedisiplinan. Kedisplinan sangat dibutuhkan agar kinerja dari suatu perusahaan menjadi efektif dan efisien  . Selain itu, kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM yang terpenting karena semakin baik disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai. Oleh karena itu diperlukan manajemen yang tepat agar konflik dapat terselesaikan dan dapat diminimalisir.

1.2              Rumusan Masalah 

1                     Apa itu konflik kerja  ?
2.                   Sumber-sumber  konflik ?
3.                   Apa saja jenis-jenis konflik kerja?
4.                   Apa saja penyebab-penyebab konflik kerja ?
5.                   Apa tahapan perkembangan terjadinya konflik ?
6.                   Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konflik ?
7.                   Apa saja bentuk-bentuk konflik struktural?
8.                   Apa itu konflik lini dan konflik staf ?
9.                   Bagaimana perubahan pandangan tentang konflik ?
10.               Bagaimana metode-metode pengelolaan konflik ?
11.               Apa akibat dari konflik ?
12.               Apa saja dampak positif dan negatif dari konflik ?

1.3              Tujuan Penulisan
1)                  Untuk mengetahui apa itu konflik kerja.
2)                  Untuk mengetahui sumber-sumber konflik.
3)                  Untuk mengetahui jenis-jenis konflik kerja.
4)                  Untuk mengetahui penyebab-penyebab konflik kerja.
5)                  Untuk mengetahui tahapan perkembangan terjadinya konflik.
6)                  Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konflik.
7)                  Untuk mengetahui bentuk-bentuk konflik struktural.
8)                  Untuk mengetahui konflik lini dan konflik staf.
9)                  Untuk mengetahui perubahan pandangan tentang konflik.
10)              Untuk mengetahui metode-metode pengelolaan konflik.
11)              Untuk mengetahui apa akibat konflik.
12)              Untuk mengetahui dampak positif dan negatif dari konflik.
13)              Untuk mengetahui cara mengatasi konflik.


BAB 2.
PEMBAHASAN
 2.1  Pengertian Konflik Kerja 
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih ( bisa juga kelompok ) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya.
Pengertian Konflik menurut Robbins, Konflik adalah suatu proses yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif atau akan segera memengaruhi secara negatif pihak lain.

Menurut Alabaness, konflik adalah kondisi yang dipersepsikan ada di antara pihak-pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian antara tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain.

Dari kedua pengertian konflik yang disampaikan pakar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Dengan demikian jika suatu keadaan tidak dirasakan sebagai konflik, maka pada dasarnya konflik tersebut tidak ada dan begitu juga sebaliknya.

Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut di antaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah–masalah komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi. Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan antara dua pihak atau lebih. Konflik organisasi (organizational conflict) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota–anggota atau kelompok –kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya–sumber daya yang terbatas atau kegiatan–kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai, atau persepsi.

2.2  Sumber – Sumber Konflik

2.2.1 Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
A. Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.7-15), ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict), yaitu:
1) Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
2) Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuandan pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilai positif dan negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut.
3) Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain. Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal.


B.  Konflik yang berkaitan dengan peran dan ambigius
Di dalam organisasi, konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan peran dan ambigius dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-nilai dan harapan-harapan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi.
Filley and House memberikan kesimpulan atas hasil penyelidikan kepustakaan mengenai konflik peran dalam organisasi, yang dicatat melalui indikasi-indikasi yang dipengaruhi oleh empat variabel pokok yaitu :
1) Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran.
2) Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang bisa membuat tekanan-tekanan dalam pekerjaan.
3) Memiliki kemampuan untuk mentolelir stres.
4) Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik yang muncul dalam organisasi (Wijono, 1993, p.15).

Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar pribadi dalam organisasi misalnya adanya:
1.    Pemecahan masalah secara sederhana.
     Fokusnya tertuju pada penyelesaian masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.
2.    Penyesuaian/kompromi.
Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya.
Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan kepada manajer. Kadang-kadang kedua pihak tetap tidak puas.
3.    Tidak sepakat.
 Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan. Mengambil sikap menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok.

1.    Kalah/menang.
Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan.
2.    Pertarungan/penerbangan.
Ini adalah konflik “penembak misterius”. Orang-orang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi pun menguasai akal sehat. Orang-orang saling berselisih.
3.    Keras kepala.
Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama sekali”.
Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
4.    Penyangkalan.
Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak bisa diselesaikan.


2.3  Jenis–Jenis Konflik
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1.    Konflik dalam diri individu
Konflik yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya. Bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
2.    Konflik antar individu dalam organisasi yang sama
Hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan–perbedaan kepribadian. Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan   ( seperti antara manajer dan bawahan ).
3.    Konflik antar individu dan kelompok
Merupakan konflik yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma–norma kelompok.

1.    Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini terjadi karena pertentangan kepentingan antar kelompok.
2.    Konflik antar organisasi
Merupakan konflik yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.

2.4  Penyebab–Penyebab Konflik
1.  Komunikasi : salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2.  Struktur : pertarungan kekuasaaan antar departemen dengan kepentingan–kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya–sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok– kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3.  Pribadi : ketidaksesuaian tujuan atau nilai–nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai–nilai persepsi.
Dalam kehidupan organisasi, pendapat tentang konflik dapat dilihat dari 3 sudut pandang, yaitu :
1. Pandangan tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang diinginkan dan berbahaya bagi kehidupan organisasi.
2.  Pandangan perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat ( konflik fungsional ) dan bisa pula merugikan organisasi ( konflik disfungsional ).
3.  Pandangan interaksi, berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.

Berdasarkan ketiga pandangan tentang konflik tersebut, pihak pemimpin organisasi perlu menganalisis dengan nyata konflik yang terjadi di organisasi, apakah konflik itu fungsional atau disfungsional dan bagaimana manajemen konflik agar berpengaruh positif bagi kemajuan organisasi.
Menurut Stephen P. Robbins tentang perbedaan pandangan tradisional dan pandangan baru (pandangan interaksionis) tentang konflik dapat dilihat berikut ini :
Perbedaan Pandangan Lama dan Baru tentang Konflik
Pandangan Lama :
1.      Konflik dapat dihindarkan
2.    Konflik disebabkan oleh kesalahan–kesalahan manajemen dalam perancangan dan pengelolaan organisasi atau oleh pengacau.
3.      Konflik menggangu organisasi dan menghalangi pelaksanaan optimal.
4.      Tugas manajemen adalah menghilangkan konfllik.
5.      Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan penghapusan konflik.
Pandangan Baru :
1.   Konflik tidak dapat dihindarkan
2.   Konflik timbul karena banyak sebab, termasuk struktur organisasi, perbedaan tujuan yang tidak dapat dihindarkan, perbedaan dalam persepsi dan nilai–nilai pribadi dan sebagainya.
3. Konflik dapat membantu atau menghambat pelaksanaan kegiatan organisasi dalam        berbagai derajat.
4.   Tugas manajemen adalah mengelola tingkat konflik dan penyelesaiannya.
5.  Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan tingkat konflik yang moderat.

Segi fungsional konflik antara lain :
1.      Manajer menemukan cara penggunaan dana yang lebih baik.
2.      Lebih mempersatukan para anggota organisasi.
3.      Manajer mungkin menemukan cara perbaikan prestasi organisasi.
4.      Mendatangkan kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi.
5.      Penggantian manajer yang lebih cakap, bersemangat dan bergagasan baru.

2.5  Tahapan Perkembangan Terjadinya Konflik Kerja
1. Konflik masih tersembunyi (laten).
Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang biasa dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.
2. Konflik yang mendahului (antecedent condition)
Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang belum mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda, perbedaan peran dan sebagainya.
3. Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts) dan konflik yang dapat dirasakan       (felt conflict)
Konflik ini muncul sebagai akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan.
4. Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior)
Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat yang ditimbulkannya; individu, kelompok atau organisasi cenderung melakukan berbagai mekanisme pertahanan diri melalui perilaku.
5. Penyelesaian atau tekanan konflik
Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu konflik, yaitu penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau sebaliknya malah ditekan.
6. Akibat penyelesaian konflik
Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat maka dapat 
memberikan kepuasan dan dampak positif bagi semua pihak. Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak negatif terhadap kedua belah pihak sehingga mempengaruhi produkivitas kerja.(Wijono, 1993, 38-41).

2.6  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konflik
1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian, maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menganggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menebang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. 
Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka
4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.

2.7  Bentuk - Bentuk Konflik Srtuktural
2.7. 1  Konflik Hirarki,
            Konflik yang terjadi di berbagai tingkatan organisasi. Contoh, konflik antara komisaris dengan direktur utama, pemimpin dengan karyawan, pengurus dengan anggotakoperasi, pengurus dengan manajemen, dan pengurus dengan karyawan.
2.7.2  Konflik Fungsional,
          Konflik yang terjadi antar departemen fungsi.
2.7.3  Konflik Linistaf,
Konflik yang terjadi antara pimpinan unit dan stafnya terutama staf yang berhubungan dengan wewnang atau otoritas kerja. Contoh, karyawan staf secara tidak formal mengambil wewenang berlebihan.
2.7.4   Konflik Formal informal,
            Konflik yang terjadi antara organisasi formal dan informal. Contohnya, pemimpin yang menempatkan norma yang salah pada organisasi

2.8  Konflik Lini Dan Staf
Bentuk umum konflik organisasi yang sering terjadi adalah konflik antara anggota – anggota lini dan staf. Perbedaan pandangan anggota lini dan staf yang dapat menimbulkan konflik di antara mereka, walaupun perbedaan tersebut juga dapat meningkatkan efektifitas pelaksanaan tugas – tugas mereka.
2.8.1   Pandangan lini :
Para anggota lini sering memandang para anggota staf dalam hal :
1.    Staf melampaui wewenangnya, karena manajer garis merupakan pemegang tanggung jawab atas hasil akhir, mereka cenderung menolak rorongan staf dan wewenangnya.
2.    Staf tidak memberi nasehat yang bermanfaat, para anggota staf sering tidak terlibat dalam kegiatan operasional harian yang di hadapi oleh para anggota lini, sehingga saran - sarannya sering tidak tetap.
3.    Staf menumpang keberhasilan lini, para anggota staf sering lebih dekat dengan manajer puncak di banding orang – orang lini, sehingga dapat mengambil keuntungan atas posisi mereka.
4.    Staf memiliki pandangan sempit, sehingga mempunya pandangan terbatas dan kurang dapat merumuskan sarannya atas kebutuhan dan tujuan organisasi keseluruhan.
2.8.2 Pandangan Staf :
Para anggota staf mempunyai keluhan – keluhan yang berlawanan tentang para anggota lini :
1.    Lini kurang memanfaatkan staf. Manajer linimenolak bantuan staf ahli, karena mereka ingin mempertahankan wwenangnya atas bawahan atau karena mereka tidak berani secara terbuka mengakui bahwa mereka membutuhkan bantuan. Sebagai akibatnya staf hanya diminta bantuannya bila situasi benar – benar sudah kritis.
2.    Lini menolak gagasan - gagasan baru, anggota staf biasanya yang pertama berkepentingan dengan menggunakan inovasi dalam bidang keahlian mereka. Manajer garis mungkin menolak perubahan – perubahan tersebut.
3.    Lini memberi wewenang terlalu kecil kepada staf. Anggota staf sering merasa bahwa mereka mempunyai penyelesaian masalah – masalah yang paling baik dalam spesialisasinya. Oleh sebab itu mereka kecewa bila saran – sarannya tidak didukung dan di implementasikan oleh manajer lini.
2.9 Perubahan Pandangan Tentang Konflik
Sikap terhadap konflik demi organisasi telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Stephen P. Robbins telah meneliti evolusi ini dan menjelaskan tentang adanya perbedaan antara pandangan tradisional dengan pandangan interaksi.Konflik dapat fungsinal ataupun berperan salah (dysfunctional) secara sederhana bahwa konflik mempunyai potensi bagi pengembangan atau pengagnggu pelaksanaan kegiatan organisasi tergantung kepada cara pengelolaannya.
Segi fungsional konflik antara lain :
 1) manajer menemukan cara penggunaan dana yang lebih baik; 
2) lebih mempersatukan para anggota;
3) menemukan cara perbaikan prestasi organisasi dan;
4) penggantian manajer baru yang lebih cakap dan semangat.
Dalam gambar diatas terdapat tingkat konflik fungsional optimal, dimana performance organisasi adalah maksimum. Bila konflik terlalu rendah, maka performance organisasi dapat menghadapi stagnasi. Jika tingkat konflik terlalu tinggi, maka kekacauan dan perpecahan macam kehidupan organisasi. 

2.10  Metode-Metode Pengelolaan Konflik

2.10.1 Metode Stimulasi Konflik
Metode stimulasi konflik digunakan untuk menimbulkan rangsangan karyawan karena karyawan pasif yang disebabkan oleh situasi dimana konflik terlalu rendah. Rintangan semacam ini harus diatasi oleh manajer untuk merangsang konflik yang produktif.
Metode stimulasi konflik meliputi:
1.    pemasukan atau  penempatan orang luar ke dalam kelompok
2.    penyusunan kembali organisasi,
3.    penawaran bonus, pembayaran intensif dan penghargaan untuk mendorong persiapan,
4.    pemilihan manajer-manajer yang tepat dan
1.    perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan.
2.10.2    Metode Pengurangan Konflik
a.    Biasanya para manajer lebih mementingkan upaya mengurangi konflik dari pada upaya menstimulasi konflik-konflik.
 Metode pengurangan konflik mengurangi antagonisme yang timbul karena konflik. Jadi, metode-metode tersebut manajer konflik dengan jalan “mendinginkan situasi yang panas”. Tetapi, mereka sama sekali tidak mempersoalkan kausa yang menyebabkan timbulnya konflik orisinal tersebut.
b.    Ingat contoh eksperimen yang dilakukan oleh sherief dan kawan-kawannya,  yang suatu konflik pada kamp anak-anak muda tersebut menjadi makin intensip dan disruptif, menerapkan eksperimen-eksperimen berupa penerapan mereka aneka macam cara untuk mengembalikan harmoni antara kelompok-kelompok yang ada.
c.    Pertama-tama mereka mencoba menerapkan tiga macam metode yang ternyata tidak efektif sama sekali.
d.   Mereka menyediakan informasi kepada masing-masing kelompok tentang kelompok lain. Akan tetapi tersebut demikian bertentangan dengan impresi negatif yang telah muncul dalam pikiran-pikiran anak-anak muda tersebut, sehingga mereka menolaknya
e.    Mereka memperbanyak kontak-kontak yang menyenangkan antara kelompok-kelompok yang ada, dengan  jalan menyuruh mereka makan bersama dan menonton film, tetapi ternyata friksi semakin meningkat, sewaktu kelompok-kelompok yang bersaing mendesak-desak anggota lain dari bangku-bangku duduk, dan mereka saling mengejek.
f.     Mereka meminta agar para pemimpin kelompok mengadakan perundingan dan memberikan informasi positif tentang masing-masing kelompok yang ada. Tetapi ternyata bahwa para pemimpin tersebut merasa bahwa mereka akan kehilangan muka apabila mereka mencoba menyelesaikan perbedaan-perbedaan antara kelompok-kelompok yang ada.
a.    Akhirnya ternyata bahwa dua buah metode yang diterapkan memberikan hasil yang diharapkan.
b.    Pada pendekatan pertama yang bersifat efektif, para periset mensubtitusi tujuan-tujuan luhur (superior) yang diterima oleh kelompok-kelompok yang ada sebagai pengganti tujuan-tujuan kompetitif yang menyebabkan mereka terpisah satu sama lain. Sebagai contoh dikatakan kepada anak-anak muda tersebut bahwa kamp tersebut tidak mampu menyewa project film dari luar, karena kekurangan dana. Spontan kedua kelompok berpatungan dalam hal pengumpulan uang untuk tujuan tersebut dan ternyata bahwa upaya bersama mereka berhasil meredakan tingkat konflik yang terjadi.
c.    Metode efektif kedua adalah mempersatukan kelompok-kelompok yang ada dengan jalan mengadakan menghadapkan mereka dengan sebuah bahaya yang mengancam mereka semua atau ‘musuh’  bersama yang dihadapi oleh mereka.
d.   Kelompok-kelompok secara terpisah, tidak mampu menarik truk yang mengangkut mereka ketempat reparasi, tetapi, dengan bekerja sama hal itu dapat dilaksanakan dengan baiknya. Tindakan kerjasama dan sikap persahabatan antara anggota-anggota kelompok yang ada.
e.    Metode ini mengurangi permusuhan (antagonis) yang ditimbulkan oleh konflik dengan mengelola tingkat konflik melalui pendinginan suasana akan tetapi tidak berurusan dengan masalah yang pada awalnya menimbulkan konflik itu.
f.     Metode pertama adalah mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan yang lebih bisa diterima kedua kelompok metode kedua mempersatukan kelompok tersebut untuk menghadapi ancaman atau musuh yang sama.
2.10.3    Metode Penyelesaian Konflik
a. Metode ini dapat terjadi melalui cara-cara 1) kekerasan (forcing) yang bersifat penekanan otokratik; 2)  penenangan (smolling) yaitu cara yang lebih diplomatis; 3)  penghindaran (avoidance) dimana manajer menghindari untuk mengambil posisi yang tegas; 4) penentuan melalui suara terbanyak (majority   rule) mencoba untuk menyelesaikan konflik antar kelompok prosedur yang adil.
b.    Keberadaan teori konflik muncul setelah fungsionalisme, namun sesungguhnya teori konflik  sebenarnya sama saja dengan suatu sikap kritis terhadap Marxisme Ortodox. Seperti Ralp Dahrendorf, yang membicarakan tentang konflik antara kelompok-kelompok terkoordinasi (imperality coordinated association), dan bukan analisis perjuangan kelas, lalu tentang elit dominan, daripada pengaturan kelas, dan manajemen pekerja dari pada modal dan buruh.
c.    Dahendorf menolak utopia teori fungsionalisme yang lebih menekankan konsensus dalam sistem sosial secara berlebihan. Wajah masyarakat menurutnya tidak selalu dalam kondisi terintegrasi, harmonis, dan saling memenuhi, tetapi ada wajah lain yang memperlihatkan konflik dan perubahan. Baginya, pelembagaan melibatkan dunia kelompok-kelompok terkoordinasi (imperatively coordinated association), dimana, istilah-istilah dari kriteria tidak khusus, mewakili peran-peran organisasi yang dapat dibedakan. Organisasi ini dikarakteri oleh hubungan kekuasaan (power), dengan beberapa kelompok peranan mempunyai kekuasaan  memaksakan dari yang lainnya.
d.   Saat kekuasaan merupakan tekanan (coersive) satu sama lain, kekuasaan dalam hubungan kelompok-kelompok terkoordinasi ini memeliharanya menjadi legitimate dan oleh sebab itu dapat dilihat sebagai hubungan ‘authority” dimana, beberapa posisi mempunyai hak normatif  untuk menentukan atau memperlakukan  yang lain, sehingga tatanan sosial menurut Dahrendorf, dipelihara oleh proses penciptaan hubungan-hubungan wewenang dalam bermacam-macam tipe kelompok terkoordinasi yang ada hingga seluruh lapisan sistem sosial. Kekuasaan dan wewenang adalah sumber langka yang membuat kelompok-kelompok saling bersaing.
Revolusi dan konflik antara kelompok-kelompok itu adalah redistribusi kekuasaan atau wewenang, kemudian menjadikan konflik itu sebagai sumber dari perubahan dalam sistem sosial. Selanjutnya kelompok peran baru memegang kunci kekuasaan dan wewenang dan yang lainnya dalam posisi di 
a.    bawahnya yang diatur. Redistribusi kekuasaan dan wewenang merupakan pelembagaan dari kelompok peranan baru yang mengatur (ruling roles) versus peranan yang diatur (ruled roles), dimana dalam kondisi khusus kontes perebutan wewenang akan kembali muncul dengan inisiatif kelompok kepentingan yang ada, dan dengan situasi kondisi yang bisa berbeda. sehingga kenyataan sosial merupakan siklus tak berakhir dari adanya konflik wewenang dalam  bermacam-macam tipe kelompok terkoordinasi dari sistem sosial.
b.    Konflik sosial dalam teori ini berasal dari upaya merebut dan mempertahankan wewenang dan kekuasaan antara kelompok-kelompok sosial yang ada di  dalamnya. Hanya dalam bentuk wewenang dan kekuasaan.
2.10     Akibat konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
a.    Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
b.    Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
c.    Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
d.   Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
e.    Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut :
a.    Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
b.    Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
c.    Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
a.    Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

2.11  Konflik dapat berdampak positif dan negatif 

a.    Dampak Positif Konflik
Menurut Wijono (1993:3), bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dengan berbagai akibat seperti:
1.    Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
2.    Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.
3.    Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
4.    Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal.
5.    Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.
a.    Dampak Negatif Konflik
Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
1.    Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.

2.    Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.
b.    Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
c.    Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.
d.   Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan orang lain.
Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.
a.    Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang di dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer akan terjebak pada hal-hal seperti:
1.    Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis. Dapat saja mereka mengundurkan diri. Manajer harus menugaskan mereka kembali, dan contoh yang paling buruk adalah karena mungkin Manajer harus memecat mereka.
2.    Menahan atau mengubah informasi yang diperlukan rekan-rekan sekerja yang lurus hati agar tetap dapat mencapai prestasi.
3.    Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena mereka sibuk memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.
4.    Kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali dimaklumi sebagai faktor “kecelakaan” atau “lupa”. Namun, dapat membuat pengeluaran yang diakibatkan tak terhitung banyaknya.
5.    Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gosip dan kabar burung. Segera setelah orang tidak memusatkan perhatian pada tujuan perubahan, tetapi pada masalah emosi dan pribadi, maka perhatian mereka akan terus terpusatkan ke sana.
6.    Menurunkan moral, semangat, dan motivasi kerja. Seorang karyawan yang jengkel dan merasa ada yang berbuat salah kepadanya tidak lama kemudian dapat meracuni seluruh anggota tim. Bila semangat sudah berkurang, manajer akan sulit sekali mengobarkannya kembali.
7.    Masalah yang berkaitan dengan stres. Ada bermacam-macam, mulai dari efisiensi yang berkurang sampai kebiasaan membolos kerja. (Stevenin,2000 : 131-132).

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konflik dapat terjadi dalam organisasi apapun. Untuk itulah manajer atau pimpinan dalam organisasi harus mampu mengelola konflik yang terdapat dalam organisasi secara baik agar tujuan organisasi dapat tercapai tanpa hambatan-hambatan yang menciptakan terjadinya konflik. Terdapat banyak cara dalam penanganan suatu konflik. Manajer atau pimpinan harus mampu mendiagnosis sumber konflik serta memilih strategi pengelolaan konflik yang sesuai sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik tersebut. Dengan pola pengelolaan konflik yang baik maka akan diperoleh pengalaman dalam menangani berbagai macam konflik yang akan selalu terus terjadi dalam organisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Business and Society, oleh Archie B. Carrol, South Western College Publiching. Ethics and The Conduct of Business, John R. Boatright, Prentice Hall
http://riyandari.blogspot.com/2010/02/manajemen-konflik-dalam-organisasi.html
Miftah Thoha. Kepemimpinan dalam Manajemen. PT.Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1993
Munandar AS. Manajemen Konflik dalam Organisasi , dalam Seminar Strategi
Pengendalian Konflik dalam Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia, Jakarta, 987
Winardi. Manajemen Konflik (Konflik Perubhan dan Pengembangan), Mandar
Maju, 1994

Komentar

Postingan Populer