Hakikat dan Model Desain Pembelajaran



BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Desain atau perencanaan merupakan sesuatu hal yang begitu penting bagi seseorang yang akan melaksanakan tugas atau pekerjaannya, termasuk guru yang memiliki tugas/pekerjaan mengajar (mengelola pengajaran). Supaya seorang guru dapat menyusun perencanaan pengajaran dengan baik, maka harus memperhatikan prinsip-prinsip pengajaran dan memahami strategi pengajaran. Dengan munculnya era globalisasi di penghujung milenium kedua ini, telah membawa wawasan dan kesadaran masyarakat, dengan muncul sejumlah harapan sakaligus kecemasan. Harapan-harapan ini karena ada perbaikan kualitas hidup dan kehidupan di satu sisi sebagai akibat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta informasi dan teknologi (INFOTEK), dan di sisi lain muncul juga kecemasan-kecemasan,  Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan yang terlalu cepat menyebabkan kondisi masyarakat  sulit beradaptasi di dalamnya.
Pendidik dituntut untuk menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik untuk mencapai kemampuan-kemampuan tertentu yang harus dipelajari oleh subyek didik. Dalam hal ini peranan desain pesan dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting, karena desain pesan pembelajaran menunjuk pada proses memanipulasi, atau merencanakan suatu pola atau signal dan lambang yang dapat digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar.
            Peningkatan mutu pendidikan terus digalakkan baik ditingkat pusat maupun daerah. Seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat baik lokal maupun global, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka diadakan pengembangan di bidang pendidikan, yang sekarang kita kenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).  Dewasa ini setiap satuan pendidikan secara bertahap harus melaksanakan pengelolaan penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 19 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada delapan standar nasional pendidikan, yang meliputi :                                                                
1.      Standar isi;
2.      Standar proses;
3.      Standar kompetensi lulusan;
4.      Standar pendidik dan tenaga kependidikan;
5.      Standar sarana dan prasarana;
6.      Standar pengelolaan;
7.      Standar pembiayaan;
8.      Standar penilaian pendidikan.[1][1]

1.2 Rumusan Masalah
Agar pembahasan di dalam makalah ini tidak lari dari sub judulnya, ada baiknya penyusun merumuskan masalah-masalah apa saja yang akan dijelasakan dan diuraikan. Antara lain :
ü Pengertian desain pembelajaran;
ü Pengertian desain intruksional;
ü Kriteria desain intruksional;
ü Hubungan perencanaan dengan desain pembelajaran;
ü Model-model desain intruksional.

1.3 Tujuan Penulisan
            Ada beberapa tujuan penyusun dalam menulis makalah ini, diantaranya :
ü  Mahasiswa mampu mengerti dan memahami konsep desain pembelajaran dan desain intruksional;
ü  Mahasiswa mangetahui kriteria desain intruksional;
ü  Mahasiswa mengetahui hubungan perencanaan dengan desain pembelajaran;
ü  Mahasiswa mangerti dan memahami model-model desain intruksional.

1.4 Metode Penulisan           
Metode yang digunakan penulis adalah metode kepustakaan yaitu memberikan gambaran tentang materi-materi yang berhubungan dengan permasalahan melalui literatur buku-buku yang tersedia, tidak lupa juga penulis ambil sedikit dari media massa/internet. Dan diskusi mengenai masalah yang dibahas dengan teman-teman.
           








BAB II
PEMBAHASAN

HAKIKAT DAN MODEL DESAIN PEMBELAJARAN
2.1 Pengertian Desain Pembelajaran
            Desain adalah sebuah istilah yang diambil dari kata design yang berarti perencanaan atau rancangan. Ada pula yang mengartikan dengan “Persiapan”. Di dalam ilmu manajemen pendidikan atau ilmu administrasi pendidikan, perencanaan disebut dengan istilah planning yaitu “Persiapan  menyusun suatu keputusan berupa langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu”.[2][2] Herbert Simon (Dick dan Carey, 2006), mengartikan desain sebagai proses pemecahan masalah. Tujuan sebuah desain adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia.
Dengan demikian, suatu desain muncul karena kebutuhan manusia untuk memecahkan suatu persoalan. Melalui suatu desain orang bisa melakukan langkah-langkah  yang sistematis untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi. Dengan demikian suatu desain pada dasarnya adalah suatu proses yang bersifat linear yang diawali dari penentuan kebutuhan, kemudian mengembangkan rancangan untuk merespons kebutuhan tersebut, selanjutnya rancangan tersebut diujicobakan dan akhirnya dilakukan proses evaluasi untuk menentukan hasil tentang efektivitas rancangan (desain) yang disusun.[3][3]




Gambar : Desain pembelajaran sebagai proses
 Sistematis.

Dalam arti luas, pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan sistemik, yang bersifat interaktif dan komunikatif antara pendidik (guru) denga peserta didik, sumber belajar dan lingkungan untuk menguasai kompetensi yang telah ditentukan.[4][4]  Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau mahluk hidup belajar. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.[5][5]
Pembelajaran juga diartikan dengan usaha untuk memberdayakan semua potensi anak didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran harus mampu mendorong untuk terbentuknya kemampuan, yaitu mengetahui, memahami, melakukan sesuatu dan mengaktualisasikan diri.[6][6] Agar kemampuan tersebut dapat dibentuk, maka kegiatan pembelajaran harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :
 










            Desain pembelajaran sendiri menurut Shambaugh (2006) yang dikutip oleh Wina Sanjaya adalah “ An intellectual process to help teachers systematically analyze learner needs and construct structures possibilities to responsively address those needs.” Jadi dengan demikian, suatu desain pembelajaran diarahkan untuk menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran kemudian berupaya untuk membantu dalam menjawab kebutuhan tersebut.[7][7] Sejalan dengan pengertian di atas, Gagne (1992) menjelaskan bahwa desain pembelajaran disusun untuk membantu proses belajar siswa, di mana proses belajar itu memiliki tahapan segera dan tahapan jangka panjang.
Menurut Gagne, belajar seseorang dapat dipengaruhi oleh dua factor yakni faktor internal dan faktor eksternal. Factor internal adalah factor yang berkaitan dengan kondisi yang dibawa atau datang dari dalam individu siswa, seperti kemampuan dasar, gaya belajar seseorang, minat dan bakat serta kesiapan setiap individu yang belajar. Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu, yakni berkaitan dengan penyediaan  kondisi atau lingkungan yang didesain agar siswa belajar. Desain pembelajaran berkaitan dengan faktor eksternal ini, yakni pengaturan lingkungan dan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar. Menurut Gagne, kondisi internal dapat dibangkitkan oleh pengaturan kondisi eksternal.[8][8]

2.2 Pengertian Desain Intruksional
            Intruksional berasal dari kata intruction yang berarti pengajaran, pelajaran, atau bahkan perintah/intruksi.[9][9] Menurut Prof. Dr. H. Dailami Firdaus, SH intruksinal berarti memberi pengetahuan/informasi khusus dengan maksud melatih berbagai bidang pengetahuan, dalam bidang pendidkan intruksional berarti pengajaran/pelajaran.[10][10] Menurut Ade Lukman S.Pd.I desain instruksional adalah cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Hasil akhir dari pengembangan instruksional ialah suatu sistem instruksional, yaitu materi dan strategi belajar mengajar yang dikembangkan secara empiris dan konsisten untuk dapat mencapai tujuan instruksional tertentu.
Desain instruksional ini terdiri dari seperangkat kegiatan yang meliputi perencanaan, pengembangan, dan evaluasi terhadap sistem instruksional yang sedang didesain, sehingga setelah mengalami beberapa kali revisi, sistem instruksional tersebut dapat memuaskan hati pendesainnya.[11][11] Dalam konteks pembelajaran, desain instruksional dapat diartikan sebagai proses yang sistematis untuk memecahkan persoalan pembelajaran melalui proses perencanaan bahan-bahan pembelajaran beserta aktivitas yang harus dilakukan, perencanaan sumber-sumber pembelajaran yang dapat digunakan serta perencanaan evaluasi keberhasilan.[12][12]
Desain Instruksional sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan pendekatan sistem Instruksional. Pendekatan sistem dalam Instruksional lebih produktif untuk semua tujuan Instruksional, di mana setiap komponen bekerja dan berfungsi untuk mencapai tujuan Instruksional. Komponen seperti instruktur, peserta didik, materi, kegiatan Instruksional, sistem penyajian materi, dan kinerja lingkungan belajar saling berinteraksi dan bekerja sama untuk mewujudkan hasil Instruksional pebelajar yang dikehendaki.
Dari beberapa pengertian diatas, maka desain instruksional berkenaan dengan proses pembelajaran yang dapat dilakukan siswa untuk mempelajari suatu materi pelajaran yang di dalamnya mencakup rumusan tujuan yang harus dicapai atau hasil belajar yang diharapkan, rumusan strategi yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan termasuk metode, teknik, dan media yang dapat dimanfaatkan serta teknik evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan pencapaian tujuan.[13][13]
2.3 Kriteria Desain Intruksional
            Desain intruksional yang baik harus memiliki beberapa kriteria di antaranya :
a.       Berorientasi pada siswa
Mendesain pembelajaran perlu diawali dengan melakukan studi pendahuluan tentang siswa. Beberapa hal yang perlu dipahami tentang siswa di antaranya :
·         Kemampuan dasar
Pemahaman kemampuan dasar yang dimiliki siswa perlu dipahami untuk menentukan dari mana sebaiknya kita mulai mendesain pembelajaran. Dalam menentukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki siswa.
·          Gaya belajar
Gaya belajar setiap siswa memiliki perbedaan, ada yang bertipe auditif, visual dan kinetetis. Siswa yang bertipe auditif akan dapat menangkap informasi lebih banyak melalui pendengaran, dengan demikian desain pembelajaran dirancang agar siswa lebih banyak mendengar melalui berbagai media, misal radio atau tape recorder.
b.      Berpijak pada pendekatan sistem
System adalah satu kesatuan komponen yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan. Melalui pendekatan system, bukan saja dapat diprediksi keberhasilannya, akan tetapi juga akan terhindar dari  ketidakpastian. Hal ini disebabkan melalui pendekatan system dari awal sudah diantisipasi berbagai kendala yang mungkin dapat menghambat terhadap pencapaian tujuan.
c.       Teruji secara empiris
Sebelum digunakan, sebuah desain intruksional harus teruji dahulu efektivitas dan efisiensinya secara empiris. Melalui pengujian secara empiris dapat dilihat berbagai kelemahan dan berbagai kendala yang mungkin muncul sehingga jauh sebelumnya dapat diantisipasi.[14][14]
2.4 Hubungan Perencanaan dan Desain Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran berbeda dengan Desain Pembelajaran, namun  keduannya memiliki hubungan yang sangat erat sebagai program pembelajaran. Perencanaan pembelajaran disusun untuk kebutuhan guru dalam melaksanakan tugas mengajarnya. Dengan demikian, perencanaan merupakan kegiatan menerjemahkan kurikulum sekolah kedalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Walaupun perencanaan pembelajaran berkaitan dengan desain pembelajaran, keduanya memiliki posisi yang berbeda. Perencanaan lebih menekankan pada proses pengembangan atau penerjemahan suatu kurikulum sekolah, sedangkan desain menekankan pada proses merancang program pembelajaran untuk membantu proses belajar siswa.
Dengan demikian, pertimbangan dalam menyusun dan mengembangkan sebuah perencanaan pembelajaran adalah kurikulum yang berlaku di suatu lembaga; sedangkan pertimbangan dalam menyusun dan mengembangkan suatu desain pembelajaran adalah siswa itu sendiri sebagai individu yang akan belajar dan mempelajari bahan pelajaran.
2.5 Model-model Desain Intruksional
            Pada system intruksional, kita dihadapkan kepada tiga buah pertanyaan penting, yakni bagaimana cara mendesain suatu program, struktur program yang bagaimana yang akan dipergunakan, dan pola mengajar apa yang akan diterapkan sehubungan dengan pelaksanaan program yang telah didesain itu.[15][15] Di muka telah dijelaskan bahwa desain sistem pembelajaran berbeda dengan perencanaan sistem pembelajaran. Walaupun perencanaan pembelajaran berkaitan dengan desain pembelajaran, keduanya memiliki posisi yang berbeda.[16][16] Ada beberapa model-model desain intruksional yang dapat ditawarkan, antara lain:
1.        Model Kemp
Model desain sistem instruksional yang dikembangkan oleh Kemp merupakan model yang membentuk siklus. Menurut Kemp pengembangan desain sistem pembelajaran terdiri atas komponen-komponen, yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, tujuan dan berbagai kendala yang timbul. Model sistem instruksional yang dikembangkan Kemp ini tidak ditentukan dari komponen mana seharusnya guru memulai proses pengembangan. Mengembangkan sistem instruksional, menurut Kemp dari mana saja bisa, asal saja urutan komponen tidak diubah, dan setiap komponen itu memerlukan revisi untuk mencapai hasil yang maksimal. Model desain yang dikembangkan Kemp dapat digambarkan sebagai berikut:
Komponen-komponen dalam suatu desain instruksional menurut Kemp adalah :
a.       Hasil yang ingin dicapai;
b.      Analisis tes mata pelajaran;
c.       Tujuan khusus belajar;
d.      Aktivitas belajar;
e.       Sumber belajar;
f.       Layanan pendukung;
g.      Evaluasi belajar;
h.      Tes awal;
i.        Karakteristik belajar.[17][17]
Kesembilan komponen itu merupakan siklus yang terus-menerus direvisi setelah dievaluasi baik evaluasi sumatif maupun evaluasi formatif, serta diarahkan untuk menentukan kebutuhan siswa, tujuan yang ingin dicapai, prioritas dan berbagai kendala yang muncul. Menurut sumber lainnya, model Kemp merupakan sistem pengajaran yang sederhana yang mana dibagi menjadi delapan langkah yaitu :
a.       Menentukan tujuan instruksional umum, yaitu tujuan yang ingin dicapai untuk masing-masing pokok pembahasan;
b.      Menganalisis karakteristik peserta didik;
c.       Menentukan tujuan instruksional khusus;
d.      Menentukan materi pelajaran sesuai dengan tujuan intruksional khusus yang telah dirumuskan;
e.       Menetapkan pengajaran awal;
f.       Menentukan strategi belajar mengajar dan sumber belajar yang sesuai dengan tujuan intruksional khusus;
g.      Mengkoorsinasi sarana penunjang yang meliputi biaya, fasilitas, peralatan, waktu, dan tenaga;
h.      Mengadakan evaluasi untuk mengontrol dan mengkaji keberhasilan program secara keseluruhan.[18][18]



2.      Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional)
Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional) adalah model yang dikembangkan di Indonesia untuk mendukung pelaksanaan kurikulum 1975. PPSI berfungsi untuk mengefektifkan perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran secara sistemis, untuk dijadikan sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.[19][19] PSSI merupakan perwujudan dari penerapan pendekatan ke dalam sistem pendidikan, yaitu sebagai suatu kesatuan yang terorganisasi yang terdiri dari sejumlah komponen yang saling berhubungan satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.[20][20] PPSI dapat digambarkan sebagai berikut :

a.       Merumuskan tujuan, yakni kemampuan yang harus dicapai oleh siswa. Ada 4 syarat dalam perumusan tujuan ini yakni tujuan harus operasional, artinya tujuan yang dirumuskan harus spesifik atau dapat diukur, berbentuk hasil belajar bukan proses belajar, berbentuk perubahan tingkah laku dan dalam setiap rumusan tujuan hanya satu bentuk tingkah laku.;
b.      Mengembangkan alat evaluasi, yakni menentukan jenis tes dan menyusun item soal untuk masing-masing tujuan. Alat evaluasi disimpan pada tahap 2 setelah perumusan tujuan untuk meyakinkan ketepatan tujuan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan;
c.       Mengembangkan kegiatan belajar-mengajar, yakni merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar dan menyeleksi kegiatan belajar perlu ditempuh;
d.      Mengembangkan program kegiatan pembelajaran yakni merumuskan materi pelajaran, menetapkan metode dan memilih alat dan sumber pelajaran;
e.       Pelaksanaan program, yakni kegiatan mengadakan prates, menyampaikan materi pelajaran, mengadakan psikotes, dan melakukan perbaikan.[21][21]
3.      Model Banathy
Model desain system pembelajaran dari Banathy berbeda dengan model-model sebelumnya. Model ini memandang bahwa penyusunan system instruksional dilakukan melalui tahapan-tahapan yang jelas. Terdapat 6 tahap dalam mendesain suatu program pembelajaran yakni:
a.       Menganalisis dan merumuskan tujuan, baik tujuan pengembangan sistem maupun tujuan spesifik. Tujuan merupakan sasaran dan arah yang harus dicapai oleh siswa atau peserta didik;
b.      Merumuskan kriteria tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Item tes dalam tahap ini dirumuskan untuk menilai perumusan tujuan. Melalui rumusan tes dapat meyakinkan kita bahwa setiap tujuan ada alat untuk menilai keberhasilannya;
c.       Menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar, yakni kegiatan mengiventasikan seluruh kegiatan belajar mengajar, menilai kemampuan penerapannya sesuai dengan kondisi yang ada serta menentukan kegiatan yang mungkin dapat diterapkan;
d.      Merancang sistem, yaitu kegiatan menganalisis sistem menganalisis setiap komponen sistem, mendistribusikan dan mengatur penjadwalan;
e.       Mengimplementasikan dan melakukan control kualitas system, yakni melatih sekaligus menilai efektivitas system, melakukan penempatan dan melaksanakan evaluasi;
f.       Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi.[22][22]




HAKIKAT DAN MODEL DESAIN PEMBELAJARAN


HAKIKAT DAN MODEL DESAIN PEMBELAJARAN
Disusun Oleh: Fitri Yafrianti
Ilmu Tanpa Agama adalah Buta dan
 Agama Tanpa Ilmu adalah Lumpuh”
[Ungkapan]
A.    Pendahuluan
Desain atau perencanaan merupakan sesuatu hal yang begitu penting bagi seseorang yang akan melaksanakan tugas atau pekerjaannya, termasuk guru yang memiliki tugas/pekerjaan mengajar (mengelola pengajaran). Supaya seorang guru dapat menyusun perencanaan pengajaran dengan baik, maka harus memperhatikan prinsip-prinsip pengajaran dan memahami strategi pengajaran. Oleh sebab itu kita harus memahami terlebih dahulu, apa yang dimaksud dengan desain pembelajaran? Serta menjelaskan kiteria desain pembelajaran Dan menguraikan modul desain pembelajaran. Inilah yang akan kami bahas dalam makalah ini. 
B.     Hakikat Desain Pembelajaran
a.       Pengertian Desain Pembelajaran
Desain adalah sebuah istilah yang diambil dari kata design (Bahasa Inggris) yang berarti perencanaan atau rancangan. Ada pula yang mengartikan dengan “Persiapan”. Di dalam ilmu manajemen pendidikan atau ilmu administrasi pendidikan, perencanaan disebut dengan istilah planning yaitu “Persiapan  menyusun suatu keputusan berupa langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu”.[1] Herbert Simon (Dick dan Carey, 2006), mengartikan desain sebagai proses pemecahan masalah.[2] Tujuan sebuah desain adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia.
Dengan demikian, suatu desain muncul karena kebutuhan manusia untuk memecahkan suatu persoalan. Melalui suatu desain orang bisa melakukan langkah-langkah  yang sistematis untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi. Dengan demikian suatu desain pada dasarnya adalah suatu proses yang bersifat linear yang diawali dari penentuan kebutuhan, kemudian mengembangkan rancangan untuk merespons kebutuhan tersebut, selanjutnya rancangan tersebut diujicobakan dan akhirnya dilakukan proses evaluasi untuk menentukan hasil tentang efektivitas rancangan (desain) yang disusun.
Dalam konteks pembelajaran, desain instruksional dapat diartikan sebagai proses yang sistematis untuk memecahkan persoalan pembelajaran melalui proses perencanaan bahan-bahan pembelajaran beserta aktivitas yang harus dilakukan, perencanaan sumber-sumber pembelajaran yang dapat digunakan serta perencanaan evaluasi keberhasilan.[3]
      Sejalan dengan pengertian di atas, Gagne (1992) menjelaskan bahwa desain pembelajaran disusun untuk membantu proses belajar siswa, di mana proses belajar itu memiliki tahapan segera dan tahapan jangka panjang. Menurut Gagne, belajar seseorang dapat dipengaruhi oleh dua factor yakni factor internal dan factor eksternal. Factor internal adalah factor yang berkaitan dengan kondisi yang dibawa atau datang dari dalam individu siswa, seperti kemampuan dasar, gaya belajar seseorang, minat dan bakat serta kesiapan setiap individu yang belajar. Factor eksternal adalah factor yang datang dari luar individu, yakni berkaitan dengan penyediaan  kondisi atau lingkungan yang didesain agar siswa belajar. Desain pembelajaran berkaitan dengan factor eksternal ini, yakni pengaturan lingkungan dan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar. Menurut Gagne, kondisi internal dapat dibangkitkan oleh pengaturan kondisi eksternal.
      Sejalan dengan hal itu, Shambaugh (2006) menjelaskan tentang desain pembelajaran yakni sebagai “ An intellectual process to help teachers systematically analyze learner needs and construct structures possibilities to responsively address those needs.” Jadi dengan demikian, suatu desain pembelajaran diarahkan untuk menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran kemudian berupaya untuk membantu dalam menjawab kebutuhan tersebut.[4] 
Dari beberapa pengertian diatas, maka desain instruksional berkenaan dengan proses pembelajaran yang dapat dilakukan siswa untuk mempelajari suatu materi pelajaran yang di dalamnya mencakup rumusan tujuan yang harus dicapai atau hasil belajar yang diharapkan, rumusan strategi yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan termasuk metode, teknik, dan media yang dapat dimanfaatkan serta teknik evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan pencapaian tujuan.  
  1. Kriteria Desain Instruksional
Desain intruksional yang baik harus memiliki beberapa criteria di antaranya:
a.       Berorientasi pada siswa
Mendesain pembelajaran perlu diawali dengan melakukan studi pendahuluan tentang siswa. Beberapa hal yang perlu dipahami tentang siswa di antaranya:
·         Kemampuan dasar
·         Gaya belajar
b.      Berpijak pada pendekatan system
System adalah satu kesatuan komponen yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan. Melalui pendekatan system, bukan saja dapat  diprediksi keberhasilannya, akan tetapi juga akan terhindar dari  ketidakpastian. Hal ini disebabkan melalui pendekatan system dari awal sudah diantisipasi berbagai kendala yang mungkin dapat menghambat terhadap pencapaian tujuan.

c.       Teruji secara empiris
d.      Hubungan Perencanaan dan Desain Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran (Lesson Plans) berbeda dengan Desain Pembelajaran (Instructional Design), namun  keduannya memiliki hubungan yang sangat erat sebagai program pembelajaran. Perencanaan pembelajaran disusun untuk kebutuhan guru dalam melaksanakan tugas mengajarnya. Dengan demikian, perencanaan merupakan kegiatan menerjemahkan kurikulum sekolah kedalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas, (Shambaugh dan Magliaro, 2006).
Walaupun perencanaan pembelajaran berkaitan dengan desain pembelajaran, keduanya memiliki posisi yang berbeda. Perencanaan lebih menekankan pada proses pengembangan atau penerjemahan suatu kurikulum sekolah, sedangkan desain menekankan pada proses merancang program pembelajaran untuk membantu proses belajar siswa, seperti yang dikemukakan Zook (2001) bahwa desain instruksional adalah a  systematic thinking process to help learners  learn. Dengan demikian, pertimbangan dalam menyusun dan mengembangkan sebuah perencanaan pembelajaran adalah kurikulum yang berlaku di suatu lembaga; sedangkan pertimbangan dalam menyusun dan mengembangkan suatu desain pembelajaran adalah siswa itu sendiri sebagai individu yang akan belajar dan mempelajari bahan pelajaran.    
  1. Model-model Desain Instruksional
1.      Model Kemp
Model desain system instruksional yang dikembangkan oleh Kemp merupakan model yang membentuk siklus. Menurut Kemp pengembangan desain system pembelajaran terdiri atas komponen-komponen, yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, tujuan dan berbagai kendala yang timbul.
Model system instruksional yang dikembangkan Kemp ini tidak ditentukan dari komponen mana seharusnya guru memulai proses pengembangan. Mengembangkan system instruksional, menurut Kemp dari mana saja bisa, asal saja urutan komponen tidak diubah, dan setiap komponen itu memerlukan revisi untuk mencapai hasil yang maksimal. Komponen-komponen dalam suatu desain instruksional menurut Kemp adalah:
a.       Hasil yang ingin dicapai
b.      Analisis tes mata pelajaran
c.       Tujuan khusus belajar
d.      Aktivitas belajar
e.       Sumber belajar
f.       Layanan pendukung
g.      Evaluasi belajar
h.      Tes awal
i.        Karakteristik belajar
2.      Model Banathy
Model ini memandang bahwa penyusunan system instruksional dilakukan melalui tahapan-tahapan  yang jelas. Terdapat 6 tahap dalam mendesain suatu program pembelajaran yakni:
a.       Menganalisis dan merumuskan tujuan, baik tujuan pengembangan system maupun tujuan spesifik. Tujuan merupakan sasaran dan arah yang harus dicapai oleh siswa atau peserta didik.
b.      Merumuskan kriteria tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Item tes dalam tahap ini dirumuskan untuk menilai perumusan tujuan. Melalui rumusan tes dapat meyakinkan kita bahwa setiap tujuan ada alat untuk menilai keberhasilannya.
c.       Menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar, yakni kegiatan mengiventasikan seluruh kegiatan belajar mengajar, menilai kemampuan penerapannya sesuai dengan kondisi yang ada serta menentukan kegiatan yang mungkin dapat diterapkan.
d.        Merancang system, yaitu kegiatan menganalisis system menganalisis setiap komponen system, mendistribusikan dan mengatur penjadwalan.
e.       Mengimplementasikan dan melakukan control kualitas system, yakni melatih sekaligus menilai efektivitas system, melakukan penempatan dan melaksanakan evaluasi.
f.       Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi.
3.      Model Dick and Cery
Model dick and cery harus dimulai dengan mengidentifikasi tujuan pembelajaran umum. Menurut model ini, sebelum desainer merumuskan tujuan khusus yakni performance goals, perlu menganalisis pembelajaran serta menentukan kemampuan awal siswa terlebih dahulu. Criterion Reference Test, artinya tes yang mengukur kemampuan penguasaan tujuan khusus. Untuk mencapai tujuan khusus selanjutnya dikembangkan strategi pembelajaran, yakni skenario pelaksanaan pembelajaran yang diharapkan dapat mencapai tujuan secara  optimal, setelah itu dikembangkan bahan-bahan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Langkah akhir dari desain adalah melakukan evaluasi, yakni evaluasi   formatife dan evaluasi sumative.[5]    
4.      Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional)
Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional) adalah model yang dikembangkan di Indonesia untuk mendukung pelaksanaan kurikulum 1975. PPSI berfungsi untuk mengefektifkan perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran secara sistemis, untuk dijadikan sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
PPSI terdiri dari 5 tahap yakni:
  1. Merumuskan tujuan, yakni kemampuan yang harus dicapai oleh siswa. Ada 4 syarat dalam perumusan tujuan ini yakni tujuan harus operasional, artinya tujuan yang dirumuskan harus spesifik atau dapat diukur, berbentuk hasil belajar bukan proses belajar, berbentuk perubahan tingkah laku dan dalam setiap rumusan tujuan hanya satu bentuk tingkah laku.
  2. Mengembangkan alat evaluasi, yakni menentukan jenis tes dan menyusun item soal untuk masing-masing tujuan. Alat evaluasi disimpan pada tahap 2 setelah perumusan tujuan untuk meyakinkan ketepatan tujuan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
  3. Mengembangkan kegiatan belajar-mengajar, yakni merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar dan menyeleksi kegiatan belajar perlu ditempuh.
  4. Mengembangkan program kegiatan pembelajaran yakni merumuskan materi pelajaran, menetapkan metode dan memilih alat dan sumber pelajaran.
  5. Pelaksanaan program, yakni kegiatan mengadakan prates, menyampaikan materi pelajaran, mengadakan psikotes, dan melakukan perbaikan.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta, 2004
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran , Jakarta:  Kencana Prenada  Media Group, 2008
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 1995


[1] Secara sederhana ada sebagian ahli yang mengatakan bahwa perencanaan adalah pemikiran sebelum pelaksanaan suatu tugas. Reigeluth (1983) mengibaratkan pengertian desain dengan “cetak biru yang dirancang oleh arsitek” sedangkan pembangunan/pengembangan sesuatu gedung haruslah sesuai/mengikuti cetak biru tersebut. Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 67. 
[2] Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran , (Jakarta:  Kencana Prenada  Media Group, 2008), hal. 65.  
[3] Pendekatan yang dapat digunakan dalam desain pembelajaran adalah pendekatan sistem, yang mencakup analisis tentang perencanaan, analisis pengembangan, analisis implementasi, dan analisis evaluasi.  Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran , hal. 66.   
[4] Pendapat yang lebih spesifik dikemukakan oleh Gentry (1994), yang berpendapat bawa desain pembelajaran berkenaan dengan proses menentukan tujuan pembelajaran, strategi dan teknik untuk mencapai tujuan serta merancang media yang dapat digunakan untuk efektifitas pencapaian tujuan. Selanjutnya ia menguraikan, penerapan suatu desain pembelajaran memerlukan dukungan dari lembaga yang akan menerapkan, pengelolaan kegiatan, serta pelaksanaan yang intensif berdasarkan analisis kebutuhan.  Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran , hal. 67.   


























Komentar

Postingan Populer