Makalah Manajemen Syariah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen syariah di Indonesia dalam beberapa tahun ini sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat membutuhkan sistem ekonomi yang lebih terpercaya dan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Sedangkan pemahaman masyarakat muslim Indonesia mengenai konsep syariah masih terbatas hanya pada kegiatan ibadah-ibadah rutin, padahal konsep syariah meliputi semua aspek kehidupan. Ekonomi syariah juga tidak hanya sebatas pada perbankan syariah, namun mencakup berbagai ruang lingkup perekonomian yang mendasarkan pada pengetahuan dan nilai-nilai syariah Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Manajemen Syariah?
2. Apa landasan Pokok Manajemen Bisnis Syariah?
3. Bagaimana manajemen Menurut Islam?
4. Apa perbedaan Antara Manajemen Konvensional dan Syariah?
5. Bagaimana nilai-nilai Manajemen Syariah dalam Perusahaan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Pokok Manajemen Bisnis Syariah
Suatu manajemen bisnis akan berjalan baik dan sesuai dengan rencana apabila orang didalam menajemen itu berlaku danmenjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan dan masing-masing tugasnya. Dan didalamnya juga harus memiliki akhlak yang baik karena akhlak yang baik berdampak pada pekerjaan bisnis yang dijalankan seperti itulah hal yang harus ada pada manajemen bisnis syariah akhlak dan ekonomi harus memiliki keterkaitan.
Akhlak yang baik menurut agama islam mengandung tiga komponen atau tiga landasan pokok yang harus dimiliki untuk menjalankan manajemen bisnis yang berdasarkan syariah :
1. Aqidah dan Iman
Dalam menjalankan bisnis yang syariah seseorang harus memiliki aqidah yang baik dan benar sesuai dengan perintah Allah. Dan orang tersebut juga harus memiliki iman atau percaya kepada Allah bahwa Allah yang selalu memberikan yang terbaik kepada dirinya dan Allah juga selalu melihat apa yang kita kerjakan, maka dari itu dalam bisnis syariah kejujuran juga diutamakan.
2. Syariah
Syariah dibutuhkan juga sebagai landasanpokok karena seorang pembisnis yang sukses juga harus memiliki syariah atau tau mengenai syariah islam yang baik dan benar. Maka disiniseorang pembisnis dalam manajemen syariah bukan hanya harus menguasai ilmu ekonomi tetapi juga ilmu agama.
3. Akhlak
Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan kepada umatnya berbisnis dengan jujur, sabar dan tidak seenaknya kepada para pesuruh atau pegawai. Maka dari itu mengapa landasan dasar manajemen bisnis syariah adalah akhlak karena dalam bisnis syariah kita harus meneladani akhlak-akhlak nabi dalam berbisnis.
Ketiga landasan manajemen bisnis syariah diatas semoga dapat menjadi landasan kita dalam menjalankan atau mencari nafka dalam dunia bisnis.
A. Pengertian Manajemen Syariah
Sebelum mengenal lebih jauh apa itu manajemen syariah maka yang harus kita ketahui terlebih dahulu adalah apa arti dari manajemen syariah itu sendiri, manajemen syariah adalah suatu pengelolaan untuk memperoleh hasil optimal yang bermuara pada pencarian keridhaan Allah. Oleh sebab itu maka segala sesuatu langkah yang diambil dalam menjalankan manajemen tersebut harus berdasarkan aturan-aturan Allah. Atura-aturan itu tertuang dalam Al-Quran, Al-Hadist dan beberapa contoh yang dilakukan oleh para sahabat.
Dari definisi yang dipaparkan maka dapat kita ketahui bahwa ruang lingkup manajemen syariah sangatlah luas, antar lain yaitu mencakup tentang pemasaran, produksi, mutu, keuangan, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan masih banyak hal lagi yang belum tersebutkan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa syariah menghendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara perolehannya, maupun cara penggunaannya. Selain itu, prinsip investasi syariah juga harus dilakukan tanpa paksaan (ridha), adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi dan jasa yang tidak dilarang oleh Islam, termasuk bebas manipulasi dan spekulasi.
Seperti halnya manajemen konvensional, dalam manajemen syariah juga menerapkan empat fungsi standar seperti yang dipaparkan oleh G.R Terry, diantaranya yaitu :
1. Perencanaan (planning)
Planning merupakan fungsi manajemen yang berkenaan dengan pendefinisian sasaran untuk kinerja badan usaha/organisasi dimasa depan dan untuk memutuskan tugas-tugas dan sumber daya yang digunakan dan dibutuhkan untuk mencapai sasran tersebut.
2. Pengorganisaisan (organizing)
Organizing merupakan fungsi manajemen yang berkenaan dengan suatu proses untuk merancang atau mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas atau pekerjaan diantara para anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi dengan efisien.
3. Pengarahan (actuating)
Actuating merupakan fungsi manajemen yang berkenaan dengan bagaimana menggunakan pengaruh memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi.
4. Pengawasan (controlling)
Controlling merupakan fungsi manajemen yang berkenaan dengan proses kegiatan pemantauan untuk menyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk megkoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian.
Selain memiliki empat fungsi standar, manajemen syariah juga memiliki beberapa prinsip. Prinsip tersebut didasarkan pada UU No.10 tahun 1998 tentang syariah, didalam UU tersebut menerangkan bahwa syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan prinsip syariah, antara lain :
1. Pembiayaan prinsip bagi hasil (mudharabah)
2. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah)
3. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah)
4. Pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah)
5. Pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah waiqtina).
B. Manajemen Menurut Islam
Manajemen menurut pandangan Islam merupakan manajemen yang adil. Batasan adil adalah pimpinan tidak ''menganiaya'' bawahan dan bawahan tidak merugikan pimpinan maupun perusahaan yang ditempati. Bentuk penganiayaan yang dimaksudkan adalah mengurangi atau tidak memberikan hak bawahan dan memaksa bawahan untuk bekerja melebihi ketentuan. Seyogyanya kesepakatan kerja dibuat untuk kepentingan bersama antara pimpinan dan bawahan. Jika seorang manajer mengharuskan bawahannya bekerja melampaui waktu kerja yang ditentukan, maka sebenarnya manajer itu telah mendzalimi bawahannya. Dan ini sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang sangat terpercaya dalam menjalankan manajemen bisnisnya. Manajemen yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, adalah menempatkan manusia bukan sebagai faktor produksi yang semata diperas tenaganya untuk mengejar target produksi.
Nabi Muhammad SAW mengelola (manage) dan mempertahankan (mantain) kerjasama dengan stafnya dalam waktu yang lama dan bukan hanya hubungan sesaat. Salah satu kebiasaan Nabi adalah memberikan reward atas kreativitas dan prestasi yang ditunjukkan stafnya.
Menurut Hidayat, manajemen Islam pun tidak mengenal perbedaan perlakuan (diskriminasi) berdasarkan suku, agama, atau pun ras. Nabi Muhammad SAW bahkan pernah bertransaksi bisnis dengan kaum Yahudi. Ini menunjukkan bahwa Islam menganjurkan pluralitas dalam bisnis maupun manajemen.
Hidayat mengungkapkan, ada empat pilar etika manajemen bisnis menurut Islam seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
Pilar pertama, tauhid artinya memandang bahwa segala aset dari transaksi bisnis yang terjadi di dunia adalah milik Allah, manusia hanya mendapatkan amanah untuk mengelolanya.
Pilar kedua, adil artinya segala keputusan menyangkut transaksi dengan lawan bisnis atau kesepakatan kerja harus dilandasi dengan akad saling setuju.
Pilar ketiga, adalah kehendak bebas artinya manajemen Islam mempersilahkan umatnya untuk menumpahkan kreativitas dalam melakukan transaksi bisnisnya sepanjang memenuhi asas hukum ekonomi Islam, yaitu halal.
Dan keempat adalah pertanggungjawaban artinya Semua keputusan seorang pimpinan harus dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan.
Keempat pilar tersebut akan membentuk konsep etika manajemen yang fair ketika melakukan kontrak-kontrak kerja dengan perusahaan lain atau pun antara pimpinan dengan bawahan.
Ciri lain manajemen Islami yang membedakannya dari manajemen Barat adalah seorang pimpinan dalam manajemen Islami harus bersikap lemah lembut terhadap bawahan. Contoh kecil seorang manajer yang menerapkan kelembutan dalam hubungan kerja adalah selalu memberikan senyum ketika berpapasan dengan karyawan karena senyum salah satu bentuk ibadah dalam Islam dan mengucapkan terima kasih ketika pekerjaannya sudah selesai. Namun kelembutan tersebut tidak lantas menghilangkan ketegasan dan disiplin. Jika karyawan tersebut melakukan kesalahan, tegakkan aturan. Penegakkan aturan harus konsisten dan tidak pilih kasih.
C. Perbedaan Antara Manajemen Konvensional dan Syariah
Semua orang telah mengetahui bahwa prinsip-prinsip ekonomi pada umumnya dan manajemen pada khususnya selalu mengagungkan perolehan hasil sebesar-besarnya dengan kerja sekecil-kecilnya, prinsip konvensional ini berkembang pesat didunia barat . Islam tidak menentang prinsip konvensional ini bahkan mendorong prinsip itu. Masalahnya adalah manajemen syariah hanya menambahkan batasan dalam penerapan prinsip konvensional agar tidak hanya ditujukan untuk memperoleh hasil didunia saja melainkan harus dibarengi dengan perolehan hasil di akhirat.
Untuk memahami manajemen syariah ini harus terlebih dahulu mengetahui pandangan Islam tentang harta dan dasar-dasar sistem ekonominya. Diterangkan dalam AI-Quran bahwa harta adalah sebuah obyek yang digunakan menguji manusia dan harta juga sebuah sarana untuk melaksanakan taqwa. Selain itu diperingatkan pula bahwa harta dapat membawa mala petaka manusia di akherat nanti bila salah menyikapinya. Ada dua pandangan Islam dalam melihat harta; sebagai suatu hak atau kepemilikan sesama manusia, Islam sangat menghargainya sedang dalam hubungan manusia terhadap tuhannya, manusia tidak mempunyai hak sama sekali.
Bertolak dari dasar-dasar tersebut diatas maka semua yang dilakukan dalam manajemen syariah yang dititik beratkan pada bidang ekonomi tidak akan lepas dari kehati-hatian dalam menyikapi harta. Maka penerapan manajemen syariah secara utuh tidak akan membuat orang saling menindas dalam menjalankan roda perekonomian. Semua orang akan merasa diuntungkan karenanya.
D. Nilai-nilai Manajemen Syariah dalam Perusahaan
Dalam pandangan Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Hal ini merupakan prinsip utama dalam ajaran Islam. Rasulullah. Bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Thabrani, ”Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat waktu, terarah, jelas dan tuntas). Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap, dan cara mendapatkannya yang transparan merupakan amal perbuatan yang dicintai oleh Allah. Sebenarnya, manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, cepat, dan tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam.
Dalam konsep manajemen syariah yang dirumuskan oleh Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc. dan Hendri Tanjung, S.Si., MM, dalam bukunya berjudul ”Manajemen Syariah dalam Praktik”, manajemen syariah adalah perilaku yang terkait dengan nilai-nilai keimanan dan ketauhidan, setiap perilaku orang yang terlibat dalam sebuah kegiatan dilandasi dengan nilai tauhid, maka diharapkan perilakunya akan terkendali dan tidak terjadi perilaku KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) karena menyadari adanya pengawasan dari yang Maha Tinggi, yaitu Allah yang akan mencatat setiap amal perbuatan yang baik maupun yang buruk. Hal ini berbeda dengan perilaku dalam manajemen konvensional yang sama sekali tidak terkait bahkan terlepas dari nilai-nilai tauhid. Orang-orang yang menerapkan manajemen konvensional tidak merasa adanya pengawasan yang melekat, kecuali semata-mata pengawasan dari pemimpin atau atasan. Setiap kegiatan dalam manajemen syariah, diupayakan menjadi amal saleh yang bernilai abadi.
Lebih dalam bukunya Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung mengelobarasi beberapa contoh manajemen yang dicontohkan oleh para Nabi. Nabi Adam misalnya, dengan persitiwa perselisihan yang terjadi pada putra-putranya sampai pada pembunuhan antara Habil dan Qabil karena ada pihak yang melanggar peraturan dalam memilih pasangan. Ini bentuk manajemen dimana diterapkan sebuah aturan-aturan, jika dilanggar maka akan menyebabkan sesuatu yang fatal.
Nabi Yusuf juga mencotohkan bagaimana ia seorang yang memiliki sifat hafidz dan alim. Dimana ia merupakan pemimpin yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, dan bukan semata-mata pada kekuasaan.
Nabi Nuh yang melakukan dakwah dengan manajemen yang baik dimana ia lakukan dengan cara halus, hikmah, jelas, dan argumentatif.
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail juga mencotohkan proses manajemen dimana perintah-perintah dari Allah yang sifatnya mutlak ia lakukan dengan proses-proses dialogis kepada pengikutnya supaya dijalankan dengan kesadaran. Dan terakhir manajemen yang dicontohkan Rasulullah dengan menempatkan orang pada posisi yang tepat (right man on the right place). Inilah beberapa contoh manajemen syariah yang dicontohkan para Nabi.
Manajemen dalam organisasi bisnis (perusahaan) merupakan suatu proses aktivitas penentuan dan pencapaian tujuan bisnis melalui pelaksanaan empat fungsi dasar, yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling dalam penggunaan sumber daya organisasi. Oleh karena itu, aplikasi manajemen organisasi perusahaan hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi. Oleh karena itu, aplikasi manajemen organisasi perusahaan hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi perusahaan yang bersangkutan.
Dalam konteks di atas, Islam menggariskan hakikat amal perbuatan manusia harus berorientasi pada pencapaian ridha Allah. Hal ini seperti dinyatakan oleh Imam Fudhail bin Iyadh, dalam menafsirkan surat Al-Muluk ayat 2 : “Dia yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu siapa yang paling baik amalnya. Dialah Maha Perkasa dan Maha Pengampun.” Ayat ini mensyaratkan dipenuhinya dua syarat sekaligus, yaitu niat yang ikhlas dan cara yang harus sesuai dengan syariat Islam. Bila perbuatan manusia memenuhi dua syarat itu sekaligus, maka amal itu tergolong baik (ahsanul amal), yaitu amal terbaik di sisi Allah. Dengan demikian, keberadaan manajemen organisasi harus dipandang pula sebagai suatu sarana untuk memudahkan implementasi Islam dalam kegiatan organisasi tersebut.
Implementasi nilai-nilai Islam berwujud pada difungsikannya Islam sebagai kaidah berfikir dan kaidah amal (tolak ukur perbuatan) dalam seluruh kegiatan organisasi. Nilai-nilai Islam inilah sesungguhnya yang menjadi nilai-nilai utama organisasi. Dalam implementasi selanjutnya, nilai-nilai Islam ini akan menjadi payung strategis hingga taktis seluruh aktivitas organisasi sebagai kaidah berfikir, aqidah, dan syariah difungsikan sebagai asas atau landasan pola pikikr dan beraktivitas, sedangkan kaidah amal, syariah difungsikan sebagai tolak ukur kegiatan organisasi.
Tolak ukur syariah digunakan untuk membedakan aktivitas yang halal dan haram. Hanya kegiatan yang halal saja yang dilakukan oleh seorang Muslim. Sementara yang haram akan ditinggalkan semata-mata untuk menggapai keridhaan Allah. Atas dasar nilai-nilai utama itu pula tolak ukur strategis bagi aktivitas perusahaan adalah syariah Islam itu sendiri. Aktivitas perusahaan apa pun bentuknya, pada hakikatnya adalah aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang akan selalu terikat dengan syariah. Oleh karena itu, syariah adalah aturan yang diturunkan Allah untuk manusia melalui lisan para Rasul-Nya. syariah tersebut harus menjadi pedoman dalam setiap aktivitas manusia, termasuk dalam aktivitas bisnis. Banyak sekali ayat Al Quran yang menegaskan hal tersebut.
“Kemudian kami jadikan bagi kamu syariah, maka ikutilah syariah itu, jangan ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui” (QS. al-Jatsiyah : 18).
“Maka demi Rabbmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman, hingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan kemudian mereka tidak merasa keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. an-Nisa’ : 65)
“Apa saja yang dibawa dan diperintahkan oleh Rasul (berupa syariah, maka ambillah) dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah” (QS. al-Hasyar : 7).
Dengan demikian, orang yang mendambakan keselamatan hidup yang hakiki, akan senantiasa terikat dengan dengan aturan syariah tersebut. Oleh karena syariah mengikat setiap pelaku keuangan syariah, maka aktivitas perusahaan yang dilakukan tidak boleh lepas dari koridor syariah.
Konsep perdagangan yang dibicarakan Al Quran pada umumnya bersifat prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam perdagangan sepanjang masa, sesuai dengan karakter keabadian Al Quran. Dengan demikian Al Quran tidak menjelaskan konsep perdagangan secara rinci. Seandainya Al Quran berbicara secara rinci dan detail, ia akan sulit untuk menjawab berbagai persoalan perdagangan yang senantiasa berubah dan berkembang dalam menghadapi tantangan zaman.
Atas dasar uraian di atas maka perlu disimpulkan prinsip-prinsip manajemen lembaga keuangan syariah yang diajarkan Al Quran sebagai berikut:
- 1. Setiap perdagangan harus didasari sikap saling ridha di antara dua pihak, sehingga para pihak tidak merasa dirugikan atau didzalimi.
- 2. Penegakan prinsip keadilan, baik dalam takaran, timbangan, ukuran mata uang (kurs), dan pembagian keuntungan.
- 3. Prinsip larangan riba.
- 4. Kasih sayang, tolong menolong dan persaudaraan universal.
- 5. Dalam kegiatan perdagangan tidak melakukan investasi pada usaha yang diharamkan seperti usaha yang merusak mental misalnya narkoba dan pronografi. Demikian pula komoditas perdagangan haruslah produk yang halal dan thayyib baik barang maupun jasa.
- 6. Perdagangan harus terhindar dari praktik spekulasi , gharar, tadlis dan maysir.
- 7. Perdagangan tidak boleh melalaikan diri dari beribadah (shalat dan zakat) dan mengingat Allah.
- 8. Dalam kegiatan perdagangan baik hutang-piutang maupun bukan, hendaklah dilakukan pencatatan yang baik.
Dalam istilah ulama fikih, pengertian jual beli adalah
9.
مبادلة مال بمال على وجه مخصوص أو هو مبادلة شيء مرغوب فيه بمثله على وجه مفيد
مخصوص أي بإيجاب أو تعاطٍ.
10.
Artinya: Pertukaran suatu harta (uang) dengan harta lain (barang atau layanan) dengan cara tertentu. Atau, tukar menukar benda yang diinginkan dengan sesama jenisnya dengan cara tertentu yang bermanfaat dengan serah terima atau saling memberi.
DALIL TRANSAKSI BISNIS
- QS. An-Nisa : 29
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu”
- QS. Al-Baqarah : 275
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
- QS Al-Baqarah 2 : 198
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.”
- QS Al Qashash 28 : 77
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
- QS. An Nisaa' 4 : 29
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kalian”.
- Hadits riwayat. Bajjar, hadits sahih:
Suatu ketika Nabi SAW ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik. Beliau menjawab, ’Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur (baik).”
- Hadits riwayat Baihaqi dan Ibnu Majah
“Jual beli harus dipastikan saling meridhai”.
- HR Ibnu Jarir
"Jual beli harus dengan suka sama suka (saling ridha) dan khiyar adalah sesudah transaksi, dan tidak halal bagi seorang muslim menipu muslim lainnya”.
DALIL BISNIS YANG DILARANG
- Al-Quran QS. Ali Imran:130
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan
- QS. Al Baqarah: 278-279)
Hai orang-orang yang beriman,bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”.
- QS Al-Maidah :90
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."
- Hadits riwayat Muslim
Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian Beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama”
SYARAT JUAL BELI YANG HALAL
Syarat hal-hal yang harus dipenuhi sebelum transaksi bisnis dilakukan. Syarat transaksi (akad) jual beli menurut Imam Syafi'i dalam Al-Umm 3/3 (sedang penjelasan dari Al-Mawardi dalam Al-Hawi al-Kabir 5/14) ada 4 (empat) sbb:
1. Kedua pihak atau para pihak harus saling rela dalam arti tidak ada pihak yang dipaksa atau merasa terpaksa. Karena transaksi terpaksa itu tidak sah.
2. Kedua pihak tidak melakukan transaksi dengan perkara yang dilarang seperti dengan masa yang tidak diketahui, syarat-syarat yang membatalkan transaksi dan hal-hal lain yang dilarang dalam jual beli seperti mulamasah dan munabadzah.
3. Kedua pihak tidak melakukan transaksi atas benda atau hal yang diharamkan seperti jual beli alkohol, babi, dan segala sesuatu yang tidak ada manfaatnya seperti serangga, dll.
Ketiga syarat di atas adalah syarat sahnya transaksi, apabila salah satu dari ketiga syarat tidak terpenuhi, maka transaksi tidak sah alias batal.
4. Kedua pihak berpisah dengan saling rela atas transaksi yang sudah dilakukan.
BASIS BISNIS YANG HALAL
1. Tabadul al-manafi’ (tukar-menukar barang yang bernilai manfa’at);
2. ‘An taradlin (kerelaan dari kedua pihak yang bertransaksi dengan tidak ada paksaan);
3. ‘Adamu al-gharar (tidak berspekulasi yang tidak jelas / tidak transparan),
4. ‘Adamu Maysyir (tidak ada untung-untungan atau judi seperti ba ‘i al-hashat yi: melempar barang dengan batu kerikil dan yang terkena lemparan itu harus dibeli, atau seperti membeli tanah seluas lemparan kerikil dengan harga yang telah disepakati, dan ba ‘i al-lams yi: barang yang sudah disentuh harus dibeli),
5. ‘Adamu Riba (tidak ada sistem bunga-berbunga),
6. ‘Adamu al-gasysy (tidak ada tipu muslihat), seperti al-tathfif (curang dalam menimbang atau menakar),
7. ‘Adamu al-najasy (tidak melakukan najasy yaitu menawar barang hanya sekedar untuk mempengaruhi calon pembeli lain sehingga harganya menjadi tinggi),
8. Ta ‘awun ‘ala al-birr wa al-taqwa (tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa),
9. Musyarakah (kerja sama).
SYARAT MEMBATALKAN TRANSAKSI
Transaksi bisnis atau jual beli yang sudah dilakukan dan memenuhi syarat tidak boleh dibatalkan kecuali karena empat hal. Salah satu dari keempat perkara ini dapat membuat pembeli mengembalikan barang yang dibelinya (lihat: Al-Hawi Al-Kabir, 5/14) yaitu:
1. Adanya perjanjian untuk mengembalikan barang kalau pembeli merasa tidak cocok. Ini disebut khiyar.
2. Adanya cacat (aib) pada barang yang dibeli. Maka pembeli berhak atas khiyar fasakh atau hak untuk membatalkan transaksi.
3. Ada perjanjian yang disyaratkan dalam transaksi seperti mensyaratkan akad gadai dalam harga barang.
4. Melihat pada benda yang dijual yang saat itu tidak ada di tempat transaksi. Maka dalam kasus ini berlaku khiyar rukyah apabila kedua pihak menerima atas bolehnya akad ini,
RUKUN JUAL BELI
Rukun adalah hal yang harus terpenuhi saat transaksi bisnis sedang dilakukan. Rukun jual beli ada 4 (empat) yaitu:
1. Penjual (البائع)
2. Pembeli (المشتري)
3. Ucapan (Arab, sighat, lafadz) (الصيغة)
-- Sighat ada dua yaitu sighat qauliyah (verbal atau ucapan) dan sighat fi'liyah atau perbuatan (muatot)
4. Ma’kud ‘alaih (obyek) (المعقود عليه)
SISTEM TRANSAKSI BISNIS ISLAM
Transaksi bisnis yang eksis sejak zaman Nabi, para Sahabat, Tabi'in dan para ulama fikih salaf ada beberapa jenis dan format.
MUDHARABAH (BAGI HASIL)
Mudharabah ialah akad perjanjian (kerja sama usaha) antara kedua belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati. (Sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah 3/220
Hukum transaksi sistem mudharabah adalah halal berdasarkan pada QS. al-Muzzammil: 20; al-Ma’idah: 1; Al-Baqarah: 283
Mudharabah terbagi menjadi dua jenis:
a. Mudharabah Muthlaqah (Mudharabah secara mutlak/bebas). Yaitu bentuk kerja sama antara pemilik modal dan pengelola modal yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
b. Mudharabah Muqayyadah (Mudharabah terikat). Jenis ini adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Yakni pengelola modal dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha.
QIRADH (PINJAMAN MODAL BAGI HASIL)
Qiradh akad yang mengharuskan seseorang yang memiliki harta memberikan hartanya kepada seorang pekerja untuk dia berusaha, sedangkan keuntungan di bagi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, yakni sepertiga, seperempat, atau separuh umpamanya.
Qiradh (sleeping partnership) adalah kesepakatan diantara dua orang untuk memutar modal usaha, yang satu menyiapkan modal sedang yang lain bekerja, jika rugi menjadi tanggungan pemilik modal
QARDH (PINJAMAN / HUTANG)
Qardh atau qard adalah suatu akad pinjaman (penyaluran dana) kepada orang yang hutang dengan ketentuan bahwa orang yang hutang (muqtaridh) wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada peminjam (muqridh) pada waktu yang telah disepakati antara muqtaridh dan muqridh.
MUSYARAKAH (KONGSI)
Musyarakah (syirkah atau kongsi) adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal.
AKAD SALAM (PESAN BARANG)
Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam ilaih) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam) pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Dengan kata lain salam adalah transaksi atau akad jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan, dan pembeli melakukan pembayaran dimuka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.
Adapun dalil terkait akad salam antara lain Q.S Al-Baqarah 2:282; Al-Maidah 5:1. Hadits sahih Bukhari Muslim: "Barang siapa melakukan salam, hendaknay ia melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui"
GADAI (RAHN)
Gadai atau rahn secara syariah adalah harta yang dijadikan jaminan utang (pinjaman) agar bisa dibayar dengan harganya oleh pihak yang wajib membayarnya, jika dia gagal (berhalangan) menunaikannya.
Gadao hukumnya boleh asal memenuhi sejumlah syarat umum dalam transaksi antara lain tidak mengandung unsur riba, dll.
Adapun dalil gadai adalah
- QS al-Baqarah 2: 283 Allah berfirman “Jika kalian dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai), sementara kalian tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)."
- Hadits sahih riwayat Bukhari Muslim di mana Aisyah menyatakan:
“Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo (kredit) dan beliau mengagunkan baju besinya.”
- Hadits sahih riwayat Bukhari dari Anas:
“Sesungguhnya Nabi Shalallahu alaihi wasalam pernah mengagunkan baju besinya di Madinah kepada orang Yahudi, sementara Beliau mengambil gandum dari orang tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga Beliau."
HIWALAH (PINDAHAN)
Hiwalah adalah pengalihan hutang dari tanggungan seseorang kepada tanggungan orang lain.
Pengalihan utang mengharuskan keberadaan orang yang mengalihkan utang (muhil), orang yang piutangnya dialihkan (muhtal), dan orang yang kepadanya utang dialihkan (muhtal ‘alaih). Muhil adalah debitur, Muhtal adalah kreditur, dan Muhtal ‘alaih adalah orang yang akan membayar hutang.
KAFALAH (TANGGUNGAN / JAMINAN)
Kafalah adalah “akad yang menetapkan iltizam hak yang tetap pada tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan badan oleh orang yang berhak menghadirkannya.
Secara teknis perbankan, kafalah merupakan jasa penjaminan nasabah dimana bank bertindak sebagai penjamin (kafil) sedangkan nasabah sebagai pihak yang dijamin (makful lah). Prinsip syariah ini sebagai dasar layanan bank garansi, yaitu penjaminan pembayaran atas suatu kewajiban pembayaran.
Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai jaminan. Atas dana tersebut bank dapat memberlakukannya dengan prinsip wadi’ah. Dalam hal ini, bank mendapatkan imbalan atas jasa yang diberikan.
WADIAH (TITIPAN)
Secara harfiah, Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya. Menurut istilah wadiah artinya yaitu memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya atau barangnya dengan secara terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu. Definisi wadiah menurut jumhur ulama madzhab Syafi'i, Hambali, maliki adalah "mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu."
Dalam istilah perbankan syariah, wadiah berarti titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggungjawab atas pengembalian titipan tersebut.
Artinya: Pertukaran suatu harta (uang) dengan harta lain (barang atau layanan) dengan cara tertentu. Atau, tukar menukar benda yang diinginkan dengan sesama jenisnya dengan cara tertentu yang bermanfaat dengan serah terima atau saling memberi.
DALIL TRANSAKSI BISNIS
- QS. An-Nisa : 29
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu”
- QS. Al-Baqarah : 275
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
- QS Al-Baqarah 2 : 198
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.”
- QS Al Qashash 28 : 77
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
- QS. An Nisaa' 4 : 29
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kalian”.
- Hadits riwayat. Bajjar, hadits sahih:
Suatu ketika Nabi SAW ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik. Beliau menjawab, ’Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur (baik).”
- Hadits riwayat Baihaqi dan Ibnu Majah
“Jual beli harus dipastikan saling meridhai”.
- HR Ibnu Jarir
"Jual beli harus dengan suka sama suka (saling ridha) dan khiyar adalah sesudah transaksi, dan tidak halal bagi seorang muslim menipu muslim lainnya”.
DALIL BISNIS YANG DILARANG
- Al-Quran QS. Ali Imran:130
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan
- QS. Al Baqarah: 278-279)
Hai orang-orang yang beriman,bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”.
- QS Al-Maidah :90
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."
- Hadits riwayat Muslim
Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian Beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama”
SYARAT JUAL BELI YANG HALAL
Syarat hal-hal yang harus dipenuhi sebelum transaksi bisnis dilakukan. Syarat transaksi (akad) jual beli menurut Imam Syafi'i dalam Al-Umm 3/3 (sedang penjelasan dari Al-Mawardi dalam Al-Hawi al-Kabir 5/14) ada 4 (empat) sbb:
1. Kedua pihak atau para pihak harus saling rela dalam arti tidak ada pihak yang dipaksa atau merasa terpaksa. Karena transaksi terpaksa itu tidak sah.
2. Kedua pihak tidak melakukan transaksi dengan perkara yang dilarang seperti dengan masa yang tidak diketahui, syarat-syarat yang membatalkan transaksi dan hal-hal lain yang dilarang dalam jual beli seperti mulamasah dan munabadzah.
3. Kedua pihak tidak melakukan transaksi atas benda atau hal yang diharamkan seperti jual beli alkohol, babi, dan segala sesuatu yang tidak ada manfaatnya seperti serangga, dll.
Ketiga syarat di atas adalah syarat sahnya transaksi, apabila salah satu dari ketiga syarat tidak terpenuhi, maka transaksi tidak sah alias batal.
4. Kedua pihak berpisah dengan saling rela atas transaksi yang sudah dilakukan.
BASIS BISNIS YANG HALAL
1. Tabadul al-manafi’ (tukar-menukar barang yang bernilai manfa’at);
2. ‘An taradlin (kerelaan dari kedua pihak yang bertransaksi dengan tidak ada paksaan);
3. ‘Adamu al-gharar (tidak berspekulasi yang tidak jelas / tidak transparan),
4. ‘Adamu Maysyir (tidak ada untung-untungan atau judi seperti ba ‘i al-hashat yi: melempar barang dengan batu kerikil dan yang terkena lemparan itu harus dibeli, atau seperti membeli tanah seluas lemparan kerikil dengan harga yang telah disepakati, dan ba ‘i al-lams yi: barang yang sudah disentuh harus dibeli),
5. ‘Adamu Riba (tidak ada sistem bunga-berbunga),
6. ‘Adamu al-gasysy (tidak ada tipu muslihat), seperti al-tathfif (curang dalam menimbang atau menakar),
7. ‘Adamu al-najasy (tidak melakukan najasy yaitu menawar barang hanya sekedar untuk mempengaruhi calon pembeli lain sehingga harganya menjadi tinggi),
8. Ta ‘awun ‘ala al-birr wa al-taqwa (tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa),
9. Musyarakah (kerja sama).
SYARAT MEMBATALKAN TRANSAKSI
Transaksi bisnis atau jual beli yang sudah dilakukan dan memenuhi syarat tidak boleh dibatalkan kecuali karena empat hal. Salah satu dari keempat perkara ini dapat membuat pembeli mengembalikan barang yang dibelinya (lihat: Al-Hawi Al-Kabir, 5/14) yaitu:
1. Adanya perjanjian untuk mengembalikan barang kalau pembeli merasa tidak cocok. Ini disebut khiyar.
2. Adanya cacat (aib) pada barang yang dibeli. Maka pembeli berhak atas khiyar fasakh atau hak untuk membatalkan transaksi.
3. Ada perjanjian yang disyaratkan dalam transaksi seperti mensyaratkan akad gadai dalam harga barang.
4. Melihat pada benda yang dijual yang saat itu tidak ada di tempat transaksi. Maka dalam kasus ini berlaku khiyar rukyah apabila kedua pihak menerima atas bolehnya akad ini,
RUKUN JUAL BELI
Rukun adalah hal yang harus terpenuhi saat transaksi bisnis sedang dilakukan. Rukun jual beli ada 4 (empat) yaitu:
1. Penjual (البائع)
2. Pembeli (المشتري)
3. Ucapan (Arab, sighat, lafadz) (الصيغة)
-- Sighat ada dua yaitu sighat qauliyah (verbal atau ucapan) dan sighat fi'liyah atau perbuatan (muatot)
4. Ma’kud ‘alaih (obyek) (المعقود عليه)
SISTEM TRANSAKSI BISNIS ISLAM
Transaksi bisnis yang eksis sejak zaman Nabi, para Sahabat, Tabi'in dan para ulama fikih salaf ada beberapa jenis dan format.
MUDHARABAH (BAGI HASIL)
Mudharabah ialah akad perjanjian (kerja sama usaha) antara kedua belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati. (Sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah 3/220
Hukum transaksi sistem mudharabah adalah halal berdasarkan pada QS. al-Muzzammil: 20; al-Ma’idah: 1; Al-Baqarah: 283
Mudharabah terbagi menjadi dua jenis:
a. Mudharabah Muthlaqah (Mudharabah secara mutlak/bebas). Yaitu bentuk kerja sama antara pemilik modal dan pengelola modal yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
b. Mudharabah Muqayyadah (Mudharabah terikat). Jenis ini adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Yakni pengelola modal dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha.
QIRADH (PINJAMAN MODAL BAGI HASIL)
Qiradh akad yang mengharuskan seseorang yang memiliki harta memberikan hartanya kepada seorang pekerja untuk dia berusaha, sedangkan keuntungan di bagi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, yakni sepertiga, seperempat, atau separuh umpamanya.
Qiradh (sleeping partnership) adalah kesepakatan diantara dua orang untuk memutar modal usaha, yang satu menyiapkan modal sedang yang lain bekerja, jika rugi menjadi tanggungan pemilik modal
QARDH (PINJAMAN / HUTANG)
Qardh atau qard adalah suatu akad pinjaman (penyaluran dana) kepada orang yang hutang dengan ketentuan bahwa orang yang hutang (muqtaridh) wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada peminjam (muqridh) pada waktu yang telah disepakati antara muqtaridh dan muqridh.
MUSYARAKAH (KONGSI)
Musyarakah (syirkah atau kongsi) adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal.
AKAD SALAM (PESAN BARANG)
Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam ilaih) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam) pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Dengan kata lain salam adalah transaksi atau akad jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan, dan pembeli melakukan pembayaran dimuka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.
Adapun dalil terkait akad salam antara lain Q.S Al-Baqarah 2:282; Al-Maidah 5:1. Hadits sahih Bukhari Muslim: "Barang siapa melakukan salam, hendaknay ia melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui"
GADAI (RAHN)
Gadai atau rahn secara syariah adalah harta yang dijadikan jaminan utang (pinjaman) agar bisa dibayar dengan harganya oleh pihak yang wajib membayarnya, jika dia gagal (berhalangan) menunaikannya.
Gadao hukumnya boleh asal memenuhi sejumlah syarat umum dalam transaksi antara lain tidak mengandung unsur riba, dll.
Adapun dalil gadai adalah
- QS al-Baqarah 2: 283 Allah berfirman “Jika kalian dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai), sementara kalian tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)."
- Hadits sahih riwayat Bukhari Muslim di mana Aisyah menyatakan:
“Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo (kredit) dan beliau mengagunkan baju besinya.”
- Hadits sahih riwayat Bukhari dari Anas:
“Sesungguhnya Nabi Shalallahu alaihi wasalam pernah mengagunkan baju besinya di Madinah kepada orang Yahudi, sementara Beliau mengambil gandum dari orang tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga Beliau."
HIWALAH (PINDAHAN)
Hiwalah adalah pengalihan hutang dari tanggungan seseorang kepada tanggungan orang lain.
Pengalihan utang mengharuskan keberadaan orang yang mengalihkan utang (muhil), orang yang piutangnya dialihkan (muhtal), dan orang yang kepadanya utang dialihkan (muhtal ‘alaih). Muhil adalah debitur, Muhtal adalah kreditur, dan Muhtal ‘alaih adalah orang yang akan membayar hutang.
KAFALAH (TANGGUNGAN / JAMINAN)
Kafalah adalah “akad yang menetapkan iltizam hak yang tetap pada tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan badan oleh orang yang berhak menghadirkannya.
Secara teknis perbankan, kafalah merupakan jasa penjaminan nasabah dimana bank bertindak sebagai penjamin (kafil) sedangkan nasabah sebagai pihak yang dijamin (makful lah). Prinsip syariah ini sebagai dasar layanan bank garansi, yaitu penjaminan pembayaran atas suatu kewajiban pembayaran.
Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai jaminan. Atas dana tersebut bank dapat memberlakukannya dengan prinsip wadi’ah. Dalam hal ini, bank mendapatkan imbalan atas jasa yang diberikan.
WADIAH (TITIPAN)
Secara harfiah, Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya. Menurut istilah wadiah artinya yaitu memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya atau barangnya dengan secara terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu. Definisi wadiah menurut jumhur ulama madzhab Syafi'i, Hambali, maliki adalah "mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu."
Dalam istilah perbankan syariah, wadiah berarti titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggungjawab atas pengembalian titipan tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manajemen syariah adalah suatu pengelolaan untuk memperoleh hasil optimal yang bermuara pada pencarian keridhaan Allah. Oleh sebab itu maka segala sesuatu langkah yang diambil dalam menjalankan manajemen tersebut harus berdasarkan aturan-aturan Allah. Atura-aturan itu tertuang dalam Al-Quran, Al-Hadist dan beberapa contoh yang dilakukan oleh para sahabat.
Secara umum dapat dikatakan bahwa syariah menghendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara perolehannya, maupun cara penggunaannya. Selain itu, prinsip investasi syariah juga harus dilakukan tanpa paksaan (ridha), adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi dan jasa yang tidak dilarang oleh Islam, termasuk bebas manipulasi dan spekulasi.
Seperti halnya manajemen konvensional, dalam manajemen syariah juga menerapkan empat fungsi standar seperti yang dipaparkan oleh G.R Terry, diantaranya yaitu :
1. Perencanaan (planning)
2. Pengorganisaisan (organizing)
3. Pengarahan (actuating)
4. Pengawasan (controlling)
B. Penutup
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, untuk itu penulis banyak berharap para pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini.
Komentar