MAKALAH BATU GINJAL
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batu
ginjal merupakan salah satu gangguan eliminasi urine. Batu ginjal ini telah
menjadi masalah perkemihan yang cukup serius di Indonesia. Angka kejadian batu
ginjal di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah
sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah
kunjungan sebesar 58.959 orang, sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah
sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378 orang.
Data-data tersebut membuktikan bahwa batu ginjal merupakan masalah kesehatan yang
harus mendapat perhatian khusus bagi semua individu terutama perawat sebagai
salah satu dari tim kesehatan. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa keperawatan
seharusnya memiliki pengetahuan yang cukup tentang batu ginjal yang mencakup definisi,
patogenesis, timbulnya tanda dan gejala, serta asuhan keperawatan yang sesuai pada
klien yang mengalami batu ginjal. Dengan pengetahuan tersebut, diharapkan
ketika nantinya menjadi perawat, mahasiswa keperawatan dapat mengaplikasikan
pengetahuan tersebut pada klien sehingga dapat mengurangi masalah umum batu
ginjal di Indonesia maupun di dunia.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan batu ginjal?
2.
Bagaimana
patogenesis batu ginjal?
3.
Siapa
yang berisiko mengalami batu ginjal?
4.
Mengapa
timbul nyeri pada batu ginjal dan bagaimana mekanismenya?
5.
Mengapa
miksi tidak puas dan terputus-putus dan bagaimana mekanismenya?
6.
Mengapa
timbul kencing berpasir dan bagaimana mekanismenya?
7.
Mengapa
urine bercampur darah dan bagaimana mekanismenya?
8.
Mengapa
klien mengalami nokturia dan bagaimana mekanismenya?
9.
Mengapa
klien merasa mual dan muntah dan bagaimana mekanismenya?
10. Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat
dilakukan terhadap klien?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mahasiswa
mampu menjelaskan definisi batu ginjal.
2.
Mahasiswa
mampu menjelaskan patogenesis batu ginjal.
3.
Mahasiswa
mampu menyebutkan orang-orang yang berisiko mengalami batu ginjal.
4.
Mahasiswa
mampu menjelaskan penyebab dan mekanisme timbulnya nyeri pada batu ginjal.
5.
Mahasiswa
mampu menjelaskan penyebab dan mekanisme timbulnya miksi tidak puas dan
terputus-putus pada batu ginjal.
6.
Mahasiswa
mampu menjelaskan penyebab dan mekanisme timbulnya kencing berpasir pada batu
ginjal.
7.
Mahasiswa
mampu menjelaskan penyebab dan mekanisme timbunya urine bercampur darah pada
batu ginjal.
8.
Mahasiswa
mampu menjelaskan penyebab dan mekanisme terjadinya nokturia pada batu ginjal.
9.
Mahasiswa
mampu menjelaskan penyebab dan mekanisme terjadinya mual dan mntah pada klien
dengan batu ginjal.
10. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan
keperawatan pada klien yang mengalami batu ginjal.
D. Metode Penulisan
Dalam
melakukan penyusunan makalah ini, kelompok menggunakan metode atau cara Problem Based Learning (PBL). Problem Based Learning (PBL) merupakan
salah satu metode dimana mahasiswa diberikan pemicu sebagai masalah yang harus
dipecahkan oleh kelompok. Setelah menentukan definisi masalah, mahasiswa
menganalisis masalah, kemudian membuat hipotesis terkait masalah. Setelah membagi
materi-materi yang harus dicari terkait masalah, setiap anggota secara mandiri mencari
sumber pengetahuannya melalui buku, internet, dan berbagai referensi lain.
Setelah memperdalam materi yang didapat masing-masing, setiap anggota memiliki
kesempatan untuk menyumbangkan informasi, pengetahuan, ide, dan pendapat yang
dimilikinya kepada anggota lainnya. Kemudian laporan dari setiap anggota
tersebut diintegrasikan ke dalam makalah ini.
BAB 2
ISI
A.
Definisi
Batu ginjal merupakan komponen
kristal yang sering ditemukan di kaliks atau pelvis ginjal dan bila keluar
melalui ureter menimbulkan gesekan, yang menyebabkan nyeri yang bergantung pada
besarnya kristal tersebut. Sebagian besar kristal tersebut adalah kalsium,
oksalat, dan fosfat yang bersatu membentuk kristal yang lebih besar saat proses
pembentukan urin. Sukahatya dan Muhammad Ali (1975) dalam Mochammad Sja’bani
(2006) melaporkan kasus batu ginjal yang sering ditemui adalah mengandung asam
urat yang tinggi 25%, bercampur dengan kalsium oksalat/ kalsium fosfat 79%,
sedangkan hanya mengandung
kalsium oksalat sekitar 73%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar batu yang
terbentuk di ginjal banyak mengandung kalsium oksalat.
B.
Patogenesis
Proses terbentuknya batu ginjal di
nefron tepatnya di tubulus distal dan pengumpul, yaitu saat urin dipekatkan.
Pembentukan Kristal atau batu ini membutuhkan supersaturasi, dan inhibitor
pembentukan ini ditemukan di dalam urin normal. Terbentuknya batu kalsium dapat
dipicu oleh reaktan asam urat, tetapi dapat juga dihambat oleh inhibitor sitrat
dan glikoprotein. Aksi reaktan dan inhibitor belum diketahui sepenuhnya. Namun,
ada dugaan proses ini berperan pada pembentukan awal atau nukleasi kristal,
progresi kristal atau agregatasi
kristal. Misalnya penambahan sitrat dalam kompleks kalsium dapat mencegah
agregatasi kristal kalsium oksalat. Bila komponen batu di ginjal ditelusuri,
satu atau lebih dapat ditemukan reaktan yang menimbulkan agregatasi pembetukan
batu. Diperkirakan bahwa agregatasi kristal di tubulus distal cukup besar
sehingga tertimbun di kolektikus akhir (pengumbul). Secara perlahan, timbunan
akan semakin membesar akibat penyatuan dari timbunan-timbunan selanjutnya
sehingga batu ginjal yang ditemukan bervariasi di setiap duktus kolektikus. Pengendapan
ini diperkirakan timbul pada bagian sel epitel yang mengalami lesi, dan
kemungkinan lesi ini juga disebabkan oleh kristal itu sendiri (Mochammad
Sja’bani, 2006). Adanya lesi di saluran kemih menyebabkan iritasi membran
mukosa saluran dan menyebabkan perdarahan sehingga terjadi hematuria (urin beserta darah). Lesi ini juga bisa disebabkan oleh
gesekan kristal terhadap membran mukosa ureter dan/atau uretra.
Batu ginjal merupakan penyebab terbanyak kelainan,
baik pada ginjal maupun saluran kemih. Namun penyebab dari batu ginjal sendiri
masih idiopatik. Batu ginjal lebih sering terjadi pada pria daripada wanita
yang mungkin dipengaruhi oleh ukuran uretra pria lebih panjang dari wanita.
Adapun beberapa faktor risiko yang menjadi faktor utama predisposisi batu
ginjal, yaitu sebagai berikut.
1. Hiperkalsiuria: Meningkatnya kadar kalsium
di urin. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti meningkatnya
absorpsi kalsium dari lumen usus, atau penguraian kalsium yang berasal dari
tulang, serta kelainan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal.
2. Hipositraturia: Kadar sitrat yang peran
sebagai inhibitor pembentukan kalsium di urin berkurang. Peningkatan reabsorsi
sitrat akibat peningkatan asam di proksimal menyebabkan berkurangnya sitrat di
urin sehingga proses agregatasi kalsium berjalan dengan mudah. Inhibitor
kalsium selain sitrat
juga ditemukan pada glikoprotein yang disekresi oleh sel epitel tubulus distal
seperti nefrokalsin yang dapat mengabsorpsi permukaan kristal dan memutul interaksi antar
kristal.
3. Hiperurikosuria: Peningkatan asam urat
pada urin.
4. Hiperoksaluria: Peningkatan di kadar
oksalat yang diekskresikan ke dalam urin. Peningkatan kecil kadar oksalat dapat
memberi pengaruh yang besar terhadap pembentukan kristal kalsium oksalat
dibandingkan peningkatan ekskresi kalsium.
5. Penurunan intake cairan. Diketahui bahwa asupan air yang banyak dapat
menghambat pembentukan kristal menjadi lebih besar, sehingga kristal yang masih
kecil bisa luruh dari dinding tubulus dan dibawa oleh cairan urin yang banyak
untuk dieliminasi.
C. Faktor penyebab terbentuknya batu ginjal
Batu (kalkulus) ginjal adalah batu yang terdapat di
mana saja
di saluran kemih. Batu yang paling sering dijumpai tersusun dari kristal-kristal kalsium. Terdapat sejumlah tipe batu ginjal dan ukurannya dapat berkisar dari kecil hingga sebesar batu staghorn (batu menyerupai tanduk rusa) yang dapat merusak sistem kolektivus. Biasanya batu ginjal terdiri atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau magnesium
fosfat dan asam urat.
Penyebab batu ginjal adalah idiopatik. Akan tetapi,
terdapat faktor predisposisi seperti jenis makanan yang dikonsumsi,
Infeksi Saluran Kemih (ISK), volume air
yang diminum, kelainan metabolisme,
usia, jenis kelamin, genetik, aktivitas,
konsumsi vitamin dan obat-obatan tertentu, dan berat badan. Batu ginjal biasanya terdiri dari kalsium oksalat.
Terbentuknya batu ginjal sangat erat kaitannya dengan peningkatan pH urine
(pada batu
kalsium bikarbonat),
atau sebaliknya penurunan pH urine (pada batu asam urat). Segala sesuatu yang menyebabkan terhambatnya aliran urine dan menyebabkan statis urine (tidak ada pergerakan pada urine) di bagian mana saja di saluran kemih, meningkatkan pembentukan batu karena dapat menyebabkan pengendapan zat organik dan mineral.
1. Genetik
Terdapat orang-orang tertentu yang
memiliki kelainan atau gangguan ginjal sejak dilahirkan, meskipun kondisi ini jarang ditemui. Penderita kelainan ini, sejak usia anak-anak sudah memiliki kecenderungan yang mudah mengendapkan garam dan memudahkan terbentuknya batu. Oleh karena fungsi ginjalnya yang tidak
normal, maka proses pengeluaran urine pun mengalami ganggguan karena urinenya banyak mengandung zat kapur, sehingga mudah mengendapkan batu.
2. Makanan dan minuman
Sebagian besar penyakit batu ginjal disebabkan oleh makanan dan minuman. Terutama pada makanan dan minuman yang tinggi kadar kalsium oksalat dan fosfat yang mudah mengkristal dalam ginjal, juga pada makanan yang banyak mengandung asam urat. Selain itu, mengkonsumsi makanan yang tinggi kadar garam mengakibatkan tingginya kadar garam dalam urine yang
menyebabkan mudahnya terbentuk batu ginjal.
Untuk mencegah terbentuknya batu ginjal, sebaiknya kurangi makanan yang mengandung garam, serta makanan dengan kadar oksalat tinggi, seperti kacang-kacangan, bayam,
ubi, cabai, tahu dan tempe, buncis, kentang,
jeruk, anggur dan stroberi. Makanan yang mengandung kalsium tinggi seperti kol, lobak, brokoli,
sarden dan keju jika dikonsumsi berlebihan juga dapat mempermudah terbentuknya batu ginjal. Makanan dengan kadar purin
yang tinggi juga sebaiknya dihindari, seperti pada ikan laut, hati goreng, usus
goreng, ikan sarden dan jeroan yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh.
Selain itu, sebaiknya juga tidak mengkonsumsi susu dan produk berkalsium tinggi secara berlebihan. Kelebihan kadar kalsium akan diekskresikan melalui urine sehingga meningkatkan resiko terbentuknya batu ginjal.
3. Volume air yang diminum
Kurang mengkonsumsi air putih menyebabkan sistem metabolisme tubuh tidak berjalan dengan optimal. Ginjal memerlukan cairan dalam jumlah yang cukup banyak untuk menguraikan zat-zat terurai dalam tubuh. Setidaknya minumlah 2 liter air
dalam sehari
agar volume urine bertambah dan mengurangi konsentrasi mineral dan garam.
4. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
ISK dapat terjadi pada ureter, kandung kemih, maupun uretra. Penyebab utama ISK adalah bakteri E.coli yang hidup pada kotoran dan usus besar. ISK banyak menyerang wanita karena vagina
lebih rentan terhadap pertumbuhan bakteri dibanding pria. Infeksi ini akan meningkatkan terbentuknya zat organik. Kemudian, zat ini dikelilingi mineral yang
mengendap. Pengendapan
mineral akibat infeksi ini akan meningkatkan alkalinitas urine dan menyebabkan pengendapan kalsium fosfat dan magnesium
ammonium fosfat.
5. Aktivitas
Faktor pekerjaan dan olahraga dapat mempengaruhi terbentuknya batu ginjal. Risiko penyakit ini bertambah tinggi pada orang dengan aktivitas yang jarang berolahraga atau tidak banyak bergerak, serta pada orang yang
pekerjaannya terlalu banyak duduk. Hal ini dikarenakan aktivitas
yang kurang aktif menyebabkan kurang lancarnya peredaran darah maupun urine, sehingga
mudah terbentuk batu ginjal. Selain itu, pola hidup yang aktif dapat membantu pembentukan kalsium menjadi tulang. Sebaliknya, gaya hidup yang kurang bergerak dapat mendorong kalsium beredar dalam darah dan berisiko menjadi kristal kalsium.
6. Vitamin dan obat-obatan
Pembentukan batu ginjal juga dapat disebabkan oleh konsumsi vitamin C dan D
serta suplemen
yang mengandung kalsium secara berlebihan. Hal ini dikarenakan vitamin C dan
D yang dikonsumsi berlebihan dapat mempermudah pengkristalan kalsium oksalat. Mengkonsumsi 3
atau 4 gram vitamin C dan 400 IU vitamin D setiap hari sudah cukup memenuhi kebutuhan tubuh. Obat-obatan antasida yang dikonsumsi dalam jangka panjang juga berkontribusi terhadap terbentuknya batu ginjal.
Sebaliknya, komsumsi vitamin A adalah penting karena vitamin A yang dikonsumsi dalam kadar yang tepat dapat mencegah terbentuknya batu ginjal serta menyehatkan fungsi sistem urine. Selain vitamin A,
vitamin B6 dan magnesium juga baik dikonsumsi untuk mengurangi kadar kalsium dalam urine.
7. Usia
Pada umumnya batu ginjal banyak ditemukan pada usia 20-50 tahun. Jarang sekali ditemukan batu ginjal pada anak-anak.
8. Berat badan
Risiko penyakit batu ginjal juga lebih tinggi pada orang dengan berat badan berlebih (obesitas)
karena pada
orang dengan berat badan berlebih dapat menyebabkan kelainan metabolisme sehingga mudah mengendapkan garam-garam kalsium.
9. Jenis kelamin
Menurut hasil penelitian, risiko terkena batu ginjal lebih banyak dialami pria dari pada wanita dengan perbandingan 3:1. Hal ini mungkin berkaitan dengan uretrapria yang lebih panjang dari uretra wanita.
D. Mual pada penderita penyakit batu ginjal
Batu yang tersimpan lama dalam ginjal dapat menyebabkan infeksi pada saluran kemih. Semakin lama
penyumbatan terjadi,
maka urine akan kembali mengalir ke dalam ginjal yang dapat menimbulkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis)
yang menyebabkan timbulnya
rasa mual ingin muntah dan perut bagian bawah menggembung.
E.
Nyeri pada batu ginjal
Semua batu pada
saluran kemih dapat menyebabkan nyeri, namun sifat atau karakteristik nyeri
yang timbul tergantung pada lokasi batu. Batu merupakan endapan yang terjadi
pada keadaan supersaturasi urin. Akibatnya, larutan akan mengendap dan
beragregasi, membentuk susunan kosentris berwujud batu. Gejala umum yang
dirasakan klien batu ginjal adalah nyeri kolik, yaitu rasa amat nyeri yang
hilang dan timbul di daerah usus dan sekitarnya, akut di daerah pinggul, dan
biasanya menjalar ke inguinal dan kantung buah pelir. Jika batu turun ke
saluran kemih bagian dalam atau ureter, nyeri mungkin akan terpusat pada rongga
perut atau abdomen, tetapi tergantung juga pada letak batunya. Kolik renal atau
ureter dirasakan klien sebagai keadaan yang sangat nyeri. Jika batu ureter
mendekati ureterovesikal junction,
keluhannya dapat berupa nyeri pada seperempat lingkaran bawah perut, sering kemih,
kemih tidak tertahan, dan nyeri saat kemih.
Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada
wanita mendekati kandung kemih, sedangkan pria mendekati testis. Batu yang
terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik
yang menyebar ke paha dan genitalia. Lokasi nyeri tergantung pada lokasi batu,
contoh pada panggul di region sudut kostovertebral, dapat menyebar ke panggul,
abdomen, dan turun ke lipatan paha atau genitalia. Nyeri dangkal konstan
menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri dapat
digambarkan sebagai akut, hebat dengan posisi atau tindakan lain. Di kandung
kemih, nyeri juga berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, refleks
spasme otot, prosedur bedah, atau tekanan dari balon kandung kemih.
Lokasi nyeri bergantung pada lokasi batu.
Apabila batu berasa di dalam pelvis ginjal, penyebab nyerinya adalah
hidronefrosis dan nyeri ini tidak tajam, tetap, dan dirasakan di area sudut
kostovertebra. Apabila batu turun ke dalam ureter, klien akan mengalami nyeri
yang hebat, kolik, dan rasa seperti ditikam. Nyeri ini bersifat intermiten dan
disebabkan oleh spasme atau kejang ureter dan anoksia dinding ureter yang
ditekan batu. Nyeri ini menyebar ke area suprapubik, genitalia eksterna, dan
paha.
F.
Mekanisme nokturia
Nokturia adalah
gejala pengeluaran urine pada waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700
ml atau pasien terbangun untuk berkemih beberapa kali waktu malam ini. Nokturia
disebabkan karena hilangnya pemekatan urine diurnal normal sampai tingkatan
tertentu di malam hari. Pada keadaan
normal perbandingan jumlah urine siang hari dan malam hari 3:1 atau 4:1 .
Selain itu, nokturia juga bisa
terjadi karena respon terhadap kegelisahan atau minum cairan yang berlebihan. Nokturia
juga bisa digunakan untuk mengidentifikasi adanya gangguan pada batu ginjal.
Hal ini dikarenakan adanya obstruksi aliran karena kemampuan ginjal memekatkan
urine terganggu oleh adanya pembengkakan yang terjadi di sekitar kapiler
peritubulus.
Incomplete
Bladder Emptying (pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna). Pengosongan kandung kemih
yang tidak sempurna adalah adanya rasa tidak
puas setelah berkemih. Perasaan ada urin residua tau sisa yang menetap tanpa
memperhatikan frekuensi miksi. Hal ini disebabkan
karena adanya batu yang terjebak di ureter.
Pembahasan Kasus
Definisi Masalah
Pasien yang didiagnosa batu ginjal mengalami nyeri di
bagian paha hingga selangkangan, serta rasa mual yang tidak sampai muntah.
Analisis Masalah
1. Indikasi apa yang menyebabkan pasien
didiagnosa batu ginjal?
2. Bagaimana proses terjadinya batu ginjal?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi
pembentukan batu ginjal?
4. Apa penyebab dari nyeri yang dirasakan
pasien?
5. Mengapa nyeri tersebut dapat menjalar ke
paha kanan hingga selangkangan?
6. Dari mana darah yang ditemukan di dalam
urin saat berkemih berasal?
7. Apa yang membuat pasien sering berkemih di
malam hari?
8. Apa yang menyebabkan pasien merasa mual
tetapi tidak sampai muntah?
Hipotesis
Pasien dengan batu ginjal menyebabkan hematuria (urin
mengandung darah) akibat gesekan batu yang mengiritasi dinding di dalam saluran
kemih sehingga terjadi perdarahan.
Pembahasan Kasus
Dari kasus di atas, supir tersebut didiagnosa batu
ginjal karena berdasarkan pengkajian, terdapat pasir atau kristal-kristal kecil
di dalam urin pasien. Batu ginjal merupakan komponen kristal yang sering
ditemukan di kaliks atau pelvis ginjal dan bila keluar melalui ureter
menimbulkan gesekan, yang menyebabkan nyeri yang bergantung pada besarnya
ukuran kristal tersebut. Kristal tersebut diketahui berasal dari reaksi
penyatuan antara partikel yang saling melekat ke partikel lain (supersaturasi
pembentukan batu). Sebagian besar yang terdapat di urine seperti kalsium,
oksalat, fosfat yang sangat mudah bereaksi dan membentuk kristal pada proses
pemekatan urine di nefron ginjal, tepatnya di tubulus distal. Pembentukan
kristal ini bergantung pada kadar reaktan (promotor) dan inhibitornya. Seperti contoh, kristal yang sebagian besar
terdapat di dalam urin adalah mengandung kalsium. Kalsium ini sangat reaktan
pada asam urat dan zat yang menghambat reaksi ini adalah sitrat. Jika kadar
reaktan (asam urat) di dalam urine lebih mendominasi daripada inhibitornya
(sitrat), maka pembentukan kristal tersebut akan terjadi dengan mudah. Begitu
juga sebaliknya.
Setelah pembentukan kristal/ batu terjadi, kristal
yang besar tertimbun di suatu tempat, biasanya di sel epitel duktus kolektikus
akhir yang lama kelamaan akan semakin membesar karena penambahan timbunan dari
hasil pemekatan selanjutnya. Pasien terlihat nyeri yang hilang timbul karena
adanya gesekan kristal yang berada dikaliks. Saat pasien mikturisi, kristal ini
mengikuti gradien aliran urine menuju ureter, kandung kemih, dan selanjutnya.
Ureter memiliki diameter yang terbatas, sedangkan kristal memiliki ukuran yang
semakin lama semakin membesar. Kemungkinan inilah yang menyebabkan nyeri saat
mikturisi yang dirasakan klien. Nyeri yang dirasakan dipinggang kanan berasal
dari kontraksi saraf yang berada di
sekitar ginjal kanan terhadap gesekan kristal tersebut.
Kilas balik tentang nyeri bahwa nyeri dirasakan saat
impuls yang mendominasi A delta sampai ke SSP atau istilah ini dikenal dengan gate control opened. Nyeri sedikit atau tidak
dirasakan saat saraf A beta yang mendominasi dengan mengeluarkan endorfin
sehingga terjadi gate control closed.
Namun, kita tidak membahas proses nyeri secara terperinci. Nyeri yang menjalar
ke paha kanan dan selangkangan berhubungan dengan nyeri ketok di daerah
costovetebra dan suprapubik saat dilakukan pemeriksaan fisik. Artinya terjadi
destruksi saraf parasimpatis yang serat-serat praganglionnya terletak di otak
dan di sakral korda spinalis (dekat daerah pubis), sedangkan serat ganglion
terminalnya mempersarafi organ, yang dalam hal ini adalah ginjal.
Adanya obstruksi yang disebabkan oleh tersangkutnya
kristal tersebut di saluran perkemihan membuat pasien berkemih secara
terputus-putus atau tidak puas. Obstruksi ini dapat menimbulkan lesi pada
membran mukosa saluran sehingga terjadi perdarahan yang menyebabkan hematuria atau adanya darah di dalam
urine. Gejala pengeluaran urine yang berlebihan pada waktu malam hari yang
dialami pasien disebut juga nokturia. Nokturia dapat disebabkan oleh hilangnya
pemekatan urine normal sampai tingkatan tertentu di malam hari. Selain itu,
nokturia juga berhubungan dengan nyeri karena sistem saraf yang mempengaruhi
kontrol kandung kemih terganggu sehingga miksi yang terputus-putus sebelumnya
terlepas di malam hari. Namun, hal ini belum dibahas secara lanjut. Serta rasa
mual tetapi tidak sampai muntah juga belum ditemukan penyebab pastinya. Namun,
gejala yang dialami pasien tersebut berhubungan dengan kontraksi lambung yang dipengaruhi
oleh kontraksi di ginjal yang letak anatominya di bagian inferior lambung.
Asuhan Keperawatan
A.
Pengkajian
1. Identitas klien:
a. Nama :
Tn. M
b. Umur :
40 tahun
c. Alamat :
-
d. Agama :
-
e. Pendidikan :
-
f.
Pekerjaan : Supir truk.
g. Diagnosa masuk : Batu ginjal.
2. Keluhan utama:
Nyeri yang hilang timbul pada pinggang
kanan sejak 2 bulan yang lalu dan nyeri bertambah sejak 2 minggu yang lalu.
Rasa nyeri menjalar hingga ke paha kanan bagian dalam sampai ke selangkangan.
Nyeri terutama dirasakan bila lama duduk.
3. Keluhan lainnya:
Saat
berkemih kadang timbul nyeri, miksi tidak puas dan terputus-putus.
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat kencing berpasir dirasakan
kira-kira 3 minggu yang lalu, sebesar pasir kecil berwarna kuning disertai
dengan keluar urin bercampur darah.
b. Riwayat bangun tengah malam untuk kencing
kira-kira 5 kali dalam semalam yang dialami 3 bulan yang lalu.
5. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri
ketok pada region costovetebra dan
region suprapubik. Nyeri ketok costovetebra
menandakan bahwa ada kelainan pada ginjal, obstruksi pada pertemuan
uretropeutrik. Nyeri pada sudut yang terbentuk oleh kosta terakhir dan
vertebra. Nyeri suprapubik adalah nyeri di daerah suprapubis (di bawah pusar).
Saat ini tanda vital normal.
6. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mempunyai tiga
tujuan, yaitu:
a. Mengetahui faktor risiko batu ginjal.
b. Mengetahui adanya komplikasi batu ginjal.
c. Mengetahui jenis serta penyebab timbulnya
batu ginjal.
Pemeriksaan laboratorium rutin meliputi:
a. Sedimen urin / tes dipstik untuk
mengetahui sel eritrosit, lekosit, bakteri (nitrit), dan pH urin.
b. Kreatinin serum untuk mengetahui fungsi
ginjal.
c. C-reactive
protein, hitung leukosit sel B, dan kultur urin biasanya dilakukan pada keadaan
demam.
d. Natrium dan kalium darah dilakukan pada
keadaan muntah.
e. Kadar kalsium dan asam urat darah
dilakukan untuk mencari faktor risiko metabolik.
7. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi wajib dilakukan pada
klien yang dicurigai mempunyai batu ginjal. Pemeriksaan rutin meliputi:
a. Foto abdomen dari ginjal, ureter dan
kandung kemih (BNO= Blast Neir Oversicht
atau KUB= Kidney Ureter Bladder).
b. USG atau excretory pyelography (Intravenous
Pyelography, IVP). Excretory
pyelography tidak boleh dilakukan pada klien dengan alergi media kontras,
kreatinin serum >2 mg/dL, pengobatan metformin, dan myelomatosis.
Pemeriksaan USG dikerjakan pada klien yang tidak mungkin menjalani IVP. Akan
tampak acoustic shadow jika ada batu.
c. CT Scan.
d. IVP.
IVP
(Intra Vena Pyelography) untuk
melihat fungsi dan anatomi sistem urinarius. Dilakukan jika batu tidak tampak
dengan BNO tetapi klinis (+) ada batu saluran kemih. Syarat IVP :
1) Klien tidak alergi pada bahan kontras.
2) Ureum dan kreatinin urin dalam batas
normal.
3) Tidak hamil.
Pemeriksaan radiologi khusus yang
dapat dilakukan meliputi :
a. Retrograde atau antegrade pyelography.
RPG
dilakukan bila fungsi ginjal buruk atau tidak dapat dilakukan IVP. Dengan
kateter kontras masuk ke dalam ureter. Bila tidak dapat dilakukan RPG
(Retrograde Pyelografi) karena hidronefrosis, harus dilakukan nefrostomi dahulu
supaya cairan dapat dibuang lalu dimasukkan kontras dari ginjal.
b. Spiral (helical) unenhanced computed tomography (CT).
c.
Scintigraphy.
B.
Diagnosa
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan
peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia
seluler.
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan
dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi
mekanik dan peradangan.
3. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi)
berhubungan dengan mual atau muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal
atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi,
prognosis dan kebutuhan terapi berhubungan dengan kurang terpajan atau salah
interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat atau
lengkapnya informasi yang ada.
C.
Intervensi
Diagnosa
|
Tujuan/
kriteria yang
diharapkan
|
Intervensi
|
Nyeri (akut)
berhubungan dengan peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan,
edema dan iskemia seluler.
|
Tujuan:
1. Nyeri hilang dengan spasme terkontrol.
Kriteria:
1. Pasien tampak rileks.
2. Pasien mampu tidur atau istirahat dengan
tenang.
3. Tidak gelisah,tidak merintih.
|
1. Catat lokasi, lamanya atau intensitas
nyeri (skala 1-10) dan penyebarannya. Perhatikan tanda non verbal seperti:
peningkatan TD dan DN, gelisah, meringis, merintih, menggelepar
2. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya
melaporkan kepada staf perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang
terjadi.
3. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya
melaporkan kepada staf perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang
terjadi.
4. Bantu atau dorong pernapasan dalam,
bimbingan imajinasi dan aktivitas terapeutik.
5. Bantu atau dorong peningkatan aktivitas
(ambulasi aktif) sesuai indikasi disertai asupan cairan sedikitnya 3-4 liter
perhari dalam batas toleransi jantung.
6. Perhatikan peningkatan atau menetapnya
keluhan nyeri abdomen.
7. Kolaborasi pemberian obat sesuai program
terapi:
a. Analgetik.
b. Antispasmodik.
c. Kortikosteroid
8. Pertahankan patensi kateter urine bila
diperlukan.
|
Perubahan eliminasi
urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal
dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.
|
Tujuan:
1. Perubahan eliminasi urine tidak terjadi.
Kriteria:
1. Haematuria tidak ada.
2. Piuria tidak terjadi.
3. Rasa terbakar tidak ada.
4. Dorongan ingin berkemih terus berkurang.
|
1. Awasi asupan dan haluaran, karakteristik
urine, catat adanya keluaran batu.
2. Tentukan pola berkemih normal klien dan
perhatikan variasi yang terjadi.
3. Dorong peningkatan asupan cairan.
4. Observasi perubahan status mental,
perilaku atau tingkat kesadaran.
5. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium
(elektrolit, BUN, kreatinin).
6. Berikan obat sesuai indikasi:
a. Asetazolamid (Diamox), Alupurinol
(Ziloprim).
b. Hidroklorotiazid (Esidrix, Hidroiuril),
Klortalidon (Higroton).
c. Amonium klorida, kalium atau natrium
fosfat (Sal-Hepatika).
d. Agen antigout mis: Alupurinol
(Ziloprim).
e. Antibiotika.
f. Natrium bikarbonat.
g. Asam askorbat
7. Pertahankan patensi kateter tak menetap
(uereteral, uretral atau nefrostomi).
8. Irigasi dengan larutan asam atau alkali
sesuai indikasi.
9. Siapkan klien dan bantu prosedur
endoskopi.
|
Kekurangan volume
cairan (resiko tinggi) berhubungan dengan mual atau muntah (iritasi saraf
abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.
|
Tujuan:
1.
Keseimbangan cairan
adekuat.
Kriteria:
1. Intake dan output seimbang.
2.
Tanda vital stabil (TD
120/80 mmHg. Nadi 60-100, RR16-20, suhu 36.5°-37°C).
3.
Membran mukosa lembab.
4. Turgor kulit baik.
|
1. Awasi asupan dan haluaran .
2. Catat insiden dan karakteristik muntah,
diare.
3. Tingkatkan asupan cairan 3-4 liter/
hari.
4. Awasi tanda vital.
5. Timbang berat badan setiap hari.
6. Kolaborasi pemeriksaan HB/Ht dan
elektrolit.
7. Berikan cairan infus sesuai program
terapi.
8. Kolaborasi pemberian diet sesuai keadaan
klien.
9. Berikan obat sesuai program terapi
(antiemetik misalnya Proklorperasin/ Campazin).
|
Kurang pengetahuan
tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi berhubungan dengan kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
|
Tujuan:
1.
Pasien
dapat memahami tentang diet dan program pengobatan.
Kriteria:
1. Berpartisipasi dalam program pengobatan.
2. Menjalankan diet.
|
1. Tekankan pentingnya mempertahankan
asupan hidrasi 3-4 liter/hari,
2. Kaji ulang program diet sesuai indikasi.
a. Diet rendah purin.
b. Diet rendah kalsium.
c. Diet rendah oksalat.
d. Diet rendah kalsium atau fosfat.
3. Diskusikan program obat-obatan, hindari
obat yang dijual bebas.
4. Jelaskan tentang tanda atau gejala yang
memerlukan evaluasi medik (nyeri berulang, hematuria, oliguria).
5. Tunjukkan perawatan yang tepat terhadap
luka insisi dan kateter bila ada.
|
D.
Implementasi
Lakukan tindakan sesuai dengan apa
yang harus dilakukan pada saat itu dan catat apa pun yang telah dilakukan pada
klien.
E.
Evaluasi
Evaluasi tidakan yang telah
diberikan. Jika keadaan klien mulai membaik, hentikan tindakan. Sebaliknya,
jika keadaan klien memburuk, intervensi harus mengalami perubahan.
Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan batu ginjal
adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan
neuron, mengendalikan infeksi, dan mengurangi desktruksi yang terjadi.
(Suddart, 2011; 1462-1465).
Penatalaksanaan
keperawatan
1. Meningkatkan asupan cairan bertujuan untuk
meningkatkan aliran urine dan membantu mendorong batu. Asupan cairan dalam
jumlah yang besar pada orang-orang yang rentan mengalami batu ginjal dapat
mencegah pembentukan batu. Minum air putih sebanyak-banyaknya atau
sekurang-kurangnya dua liter setiap hari, agar garam-garam yang ada di kantung
kemih tidak keruh dan mengkristal.
2. Modifikasi makanan, dapat mengurangi kadar
bahan pembentuk batu, bila kandungan batu sudah teridentifikasi.
3. Batasi konsumsi makanan yang banyak
mengandung zat kalsium oksalat dan asam urat.
4. Mengubah pH urine sedemikian untuk meningkatkan
pemecahan batu.
Penatalaksanaan medis
1. Pengurangan nyeri
Tujuan dari penanganan kolik renal atau
ureteral adalah untuk mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan.
Morfin atau meperiden untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa,
mandi air panas atau hangat di area panggul, pemberian cairan, kecuali untuk
klien muntah atau menderita gagal jantung kongestif. Tujuan dari pemberian
cairan adalah untuk mengurangi konsentrasi kristaloid urine, mengecerkan urine,
dan menjamin haluaran yang besar serta meningkatkan tekanan hidrostatik pada
ruang di belakang batu sehingga mendorong masase batu ke bawah.
2. Pengangkatan batu
Adanya
pemeriksaan sitoskopik dan pemasangan kateter ureter kecil dapat menghilangkan
batu yang obstruktif. Jika batu terangkat, maka bisa dilakukan analisa kimiawi
yang menentukan kandungan batu.
3. Terapi nutrisi dan medikasi
Tujuan
terapi adalah untuk membuat pengenceran karena batu sering terbentuk dan
membatasi makanan yang memberikan kontribusi pada pembentukan batu serta
anjurkan klien untuk bergerak agar mengurangi pelepasan kalsium dari tulang.
Pemberian terapi diet rendah protein, rendah garam adalah untuk memperlambat
pertumbuhan batu ginjal atau membantu mencegah pembentukan batu ginjal.
a.
Batu
kalsium: kurangi diet yang mengandung kalsium dan fosfor; obat untuk
mengasamkan urine, seperti amonium klorida, Lithostat.
b.
Batu
fosfat: diet rendah fosfor, seperti jel aluminium hidroksida.
c.
Batu
urat: diet rendah purin, seperti alopurinol (Zyloprim).
d.
Batu
sistin: diet rendah protein, seperti penisilamin.
e.
Batu
oksalat: pertahankan keenceran urin dan batasi masukan oksalat, seperti banyak
mengkonsumsi sayuran berdaun hijau, buncis, coklat, teh dan kopi.
4. Metode pengangkatan batu
a. Lithotripsi gelombang kejut eskternal (ESWL).
b. Nefrostomi perkutan.
c. Litotripsi elektrohidrolik.
ESWL (Extracoporeal
Shock Wave Lithotripsy) merupakan prosedur non invasif yang digunakan untuk
menghancurkan batu di kaliks ginjal. Setelah batu pecah menjadi bagian kecil
seperti pasir, sisa batu akan dikeluarkan secara spontan. Kebutuhan anestesi
bergantung pada tipe lithotripsy yang digunakan, ditentukan oleh jumlah dan
intensitas gelombang kejut yang disalurkan.
5. Metode endourologi pengangkatan batu
Endourologi menggabungkan keterampilan
ahli radiologi dan urologi untuk mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Nefrostomi perkutan (nefrolitotomi
perkutan) dilakukan dengan nefroskop dimasukkan ke traktus perkutan yang sudah
dilebarkan ke dalam parenkim renal. Batu dapat diangkat dengan forseps atau
jaring, tergantung dari ukuran. Alat ultrasound
dapat dimasukkan melalui selang nefrostomi disertai pemakaian gelombang ultrasound untuk menghancurkan batu.
6. Uretroskopi
Visualisasi dan akses ureter dengan
memasukkan suatu alat ureteroskop melalui sistokop. Batu dapat dihancurkan
dengan menggunakan laser.
7. Pelarutan batu
Infus cairan kemolitik, misal: agens
pembuat basa (alkylating) dan pembuat
asam (acidifying) untuk melarutkan
batu dapat dilakukan sebagai alternatif penanganan untuk pasien kurang berisiko
terhadap terapi lain dan menolak metode lain atau mereka yang memiliki batu
yang mudah larut (struvit).
8. Pengangkatan bedah
Dilakukan 1%-2% pasien dengan
indikasi batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain atau
mengkoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki
drainase urine. Teknik pembedahan ginjal endoskopik menyembuhkan 90% batu.
Kadang-kadang, batu staghorn kaliks dapat diangkat melalui operasi terbuka,
terutama bila terdapat keadaan lain yang mendukung pendekatan semacam ini. Pengobatan sesuai
dengan komposisi kimia batu, yaitu batu kalsium, kandungan batu kalsium pada
klien batu ginjal adalah hal yang paling sering terjadi yang berkombinasi
dengan fosfat atau substansi lain. Pada klien ini,
pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam diet dapat membantu mencegah
pembentukan batu lebih lanjut. Urine dapat menjadi asam dengan pemakaian
medikasi seperti amonium klorida atau asam asetohidroksamik (Lithostat).
BAB 3
PENUTUP
Batu ginjal adalah komponen kristal
yang sering ditemukan di kaliks atau pelvis ginjal dan bila keluar melalui
ureter menimbulkan gesekan, yang menyebabkan nyeri yang bergantung pada
besarnya kristal tersebut. Penyebab batu ginjal masih idiopatik, namun terdapat
faktor predisposisi seperti genetik, makanan dan minuman, volume air yang
diminum, infeksi saluran kemih, aktivitas, vitamin dan obat-obatan, jenis
kelamin dan berat badan. Seseorang yang mengalami batu ginjal biasanya memiliki
tanda seperti rasa mual ingin muntah. Hal tersebut dikarenakan infeksi pada saluran kemih akibat tersimpan
lamanya batu. Selain itu, semua
batu pada saluran kemih dapat menyebabkan nyeri, namun lokasi nyeri bergantung
pada lokasi batu. Apabila batu berasa di dalam pelvis ginjal, penyebab nyerinya
adalah hidronefrosis dan nyeri ini tidak tajam, tetap, dan dirasakan di area
sudut kostovertebra. Apabila batu turun ke dalam ureter, klien akan mengalami
nyeri yang hebat, kolik, dan rasa seperti ditikam. Selain itu, gejala klien
dengan batu ginjal, yakni nokturia yang merupakan
gejala pengeluaran urine pada waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700
ml atau pasien terbangun untuk berkemih beberapa kali waktu malam ini.
Gejala-gejala di atas cukup membuktikan bahwa seseorang mengidap batu ginjal. Oleh
karena itu, sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan memiliki pengetahuan yang
cukup mengenai patofisiologi batu ginjal sehingga dapat menerapkan asuhan
keperawatan yang tepat pada klien dengan batu ginjal. Pada tahap pengkajian
diharapkan dapat dilakukan dengan teliti dan baik sehingga diagnosa yang timbul
pun akurat. Jika diagnosa akurat, maka dapat direncanakan perencanaan asuhan
keperawatan dengan tujuan dan kriteria hasil yang tepat sehingga dapat
diintervensi dengan benar. Ketika diintervensi dengan benar, maka saat evaluasi
pun akan terlihat bahwa asuhan keperawatan yang direncanakan berhasil dan tidak
menutup kemungkinan akan mengurangi kasus batu ginjal di Indonesia dan di
dunia.
Daftar Pustaka
Baradero, Mary et al. (2009). Klien dengan Gangguan Ginjal.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Brooker, Chris. (2005). Ensiklopedia Keperawatan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, Linda Juall. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi Revisi 3.
Jakarta: Buku Penerbit Kedokteran EGC.
Doenges
at al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan,
Ed.3. Jakarta: EGC.
Kuncoro, Sri dan Soenanto, Hardi. (2005). Hancurkan Batu Ginjal dengan Ramuan Herbal. Jakarta: Niaga Swadaya.
Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Suddart & Brunner. (2000). Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Buku
Penerbit Kedokteran EGC.
Tucker, Susan M, dkk. (1998). Standar Perawatan Pasien Proses Keperawatan,
Diagnosis, dan Evaluasi Edisi V. Jakarta: Buku Penerbit Kedokteran EGC.
Pemeriksaan dan Penanganan Penyakit Batu Ginjal
Posted on 2 April 2012 in Kesehatan,
Penyakit | 0 Comments
informasitips.com – Karena
ginjal merupakan organ yang sangat penting bagi manusia, maka keluhan atau
masalah yang timbul pada ginjal tentunya tidak bisa dianggap remeh. Pemeriksaan
dan penanganan yang tepat terhadap penyakit ini diharapkan bisa memberikan
kesembuhan kepada pasien dan mencegah timbulnya keluhan lanjutan yang lebih
berbahaya. Seperti apa pemeriksaan dan penanganan yang perlu dilakukan terhadap
penyakit batu ginjal
ini?Pemeriksaan
Pemeriksaan sederhana pada penderita batu ginjal dapat dilakukan dengan memukul secara perlahan bagian pinggang penderita kanan dan kiri. Rasa sakit pada bagian pinggang kanan atau kiri ketika pukulan berlangsung mengindikasikan adanya batu ginjal.
Gambar : telegraph.co.uk
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah:
- CT Scan
CT Scan merupakan pemeriksaan paling efektif yang dapat dilakukan saat ini. Melalui pemeriksaan ini letak batu dapat diidentifikasi secara langsung dan jelas. - Rontgen
Rontgen atau foto X-Ray yang dilanjutkan dengan pemberian zat kontras (intravenous pielogram), jika dilakukan secara benar dan penderita kooperatif selama pemeriksaan, zat kontras tersebut dapat menunjukkan letak obstruksi batu. - USG
Pemeriksaan dengan ultrasonografi dapat dijadikan alternatif jika peralatan CT Scan belum ada. Pada ibu hamil yang mengalami gejala batu ginjal sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan USG untuk melacak adanya batu, karena pemeriksaan USG tentunya lebih aman bagi ibu hamil. - Analisa urin
Analisa urin dilakukan untuk menghitung jumlah protein, sel darah merah dan Kristal-kristal lain. Selain itu analisa urin juga dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya infeksi. - Analisa darah lengkap
Analisa darah dilakukan untuk mendapatkan angka pasti kadar kalsium, asam urat, sodium, magnesium dan fosfat dalam darah penderita. - Pengumpulan urin 24 jam
Pengumpulan urin 24 jam dilakukan untuk melihat jumlah total urin yang dikeluarkan selama 24 jam. Dari urin ini juga pemeriksa dapat mengetahui kandungan magnesium, asam urat, kalsium, sodium, oksalat dan fosfat secara kuantitatif.
Penanganan
Setelah melalui pemeriksaan penunjang dan ukuran batu didapatkan. Dokter urologi akan menentukan intervensi untuk anda. Biasanya penanganan dengan pembedahan dilakukan terakhir atau sesuai dengan jenis dan ukuran batu. Jika diameter batu tidak melebihi 4 mm, observasi akan dilakukan selama 30 hari. Tenggang waktu tersebut bertujuan untuk melihat apakah batu dapat keluar dengan sendirinya atau tidak.
Anda dapat mempraktekkan cara sederhana berikut ini untuk membantu mengeluarkan batu yang berada pada saluran kemih anda. Perbanyak minum air putih, 2 gelas setiap 2 jam, lalu meloncat-loncatlah sesering mungkin. Gerakan ini bertujuan untuk mempercepat batu turun kesaluran kemih berikutnya. Jika alternative sederhana ini gagal, dokter mungkin akan menyarankan terapi lain.
Komentar